Category: Kegiatan

Ajukan 7 Alasan Uji Materi, Partai Gelora Minta MK Pisahkan Pilpres dengan Pemilu Legislatif

, , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pemeriksaan pendahuluan uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai keserentakan pemilu yang diajukan oleh Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Kamis (24/3/2022).

Hakim Konstitusi Suhartoyo bertindak sebagai Ketua Panel Hakim, sementara Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan Enny Nurbaningsih sebagai Hakim Anggota,

Sidang perkara No. 35/PUU-XX/2022 ini digelar secara daring. Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah dan Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik selaku pemohon terlihat hadir.

Sidang juga dihadiri Bendahara Umum Achmad Rilyadi, serta Ketua Bidang Jaringan dan Kerjasama Antarlembaga DPN Partai Gelora Ratu Ratna Damayani.

Sementara enam kuasa hukum pemohon yang hadir adalah Amin Fahrudin, Aryo Tyasmoro, Slamet, Andi Saputro, Guntur F Prisanto dan Ahmad Hafiz.

Ketua Tim Penasihat Hukum Amin Fahrudin mengatakan, ada 7 alasan uji materi yang diajukan Partai Gelora untuk pemisahan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Legislatif.

Amin mengatakan, Partai Gelora mempersoalkan tentang keserentakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu DPR, DPD dan DPRD.

“Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara serentak dengan Pemilu DPR, DPD dan DPRD bertentangan dengan konstitusi (Pasal 6A UUD 1945). Oleh karena itu, harus dilaksanakan secara terpisah,” kata Amin Fahrudin, Kamis (24/3/2022).

Menurut Amin, alasan pertama permohonan judicial review Partai Gelora, adalah berbeda dengan permohonan yang sudah diajukan sebelumnya.

“Objek yang digugat Partai Gelora dalam permohonan uji materiil ini adalah Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dianggap bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, adalah sebuah materi permohonan yang batu ujinya sama sekali baru dan belum pernah diajukan oleh pihak siapapun sebelumnya,” jelas Amin.

Alasan kedua adalah Putusan MK sebagai living constitution, demi terwujudnya pemilu yang berkeadilan dan berperikemanusiaan. Maksudnya, ada pandangan yang menganggap konstitusi itu hidup, tumbuh atau bergerak menyesuaikan dengan keadaan baru.

“Pada prakteknya Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya telah menerapkan prinsip living constitution pada tiga putusan, yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, Putusan No. 14/PUU-XI/2013 dan Putusan No.55/PUU-XVII/2019. MK pernah menyatakan pemilu terpisah adalah konstitusional, kemudian MK di tahun 2013 menyatakan yang konstitusional adalah pemilu serentak. Akan tetapi dalam putusannya Perludem, MK sebenarnya membuka ruang keterpisahan pemilu meskipun basisnya adalah pemilu lokal dan pemilu nasional. Nah permohonan kita ini ingin memisah antara pileg dan pilpres seperti aturan lama,” ungkapnya.

Adapun alasan ketiga adalah Original Intent dari Perumus Perubahan UUD 1945 terkait Pasal 6A UUD 1945.

“Pemohon melakukan penelusuran terhadap Original Intent dari Para Perumus Perubahan UUD 1945, ditemukan fakta bahwa para anggota Panitia Ad Hoc I (PAH I) Badan Pekerja MPR RI dalam membahas dan merumuskan penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pilpres. Terdapat perbedaan mengenai apakah pilpres dilakukan secara serentak ataukah dipisah dengan Pemilu Legislatif,” katanya.

Selanjutnya, alasan keempat adalah keadaan baru setelah Pemilu Serentak seperti tingginya anggaran pemilu. Sebab, Pemilu Serentak tidak terbukti mengefisienkan anggaran seperti yang terlihat pada Pemilu 2019. Saat itu, terjadi pembengkakan anggaran Rp 10 triliun dari Rp15,79 yang disiapkan menjadi Rp25,59 triliun.

Bahkan pada Pemilu Serentak 2019 juga terjadi banyak jatuh korban pada petugas PPS dan PPK yang menyebabkan sebanyak 894 PPS meninggal dunia dan 5.175 orang petugas Pemilu mengalami sakit.

“Keserentakan Pemilu 2019 menjadikan lembaga legislatif lemah. Lemahnya fungsi lembaga DPR dibuktikan dengan lemahnya fungsi legislasi dan fungsi pengawasan terhadap pemerintah,” ujarnya.

Alasan kelima menegaskan bahwa Pemilu Serentak menyebabkan pemilih lebih fokus ke Pilpres daripada Pemilu Legislatif.

Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 dengan lima surat suara sekaligus antara pemilu presiden dengan DPR, DPD dan DPRD memiliki kompleksitas tersendiri.

“Pusat perhatian pemilih sebagian besar tertuju kepada pemilu presiden dibandingkan dengan pemilu legislatif. Terjadi kesenjangan suara tidak sah yang cukup tinggi antara pemilu presiden dengan tiga pemilu lainnya DPR, DPD, dan DPRD, meski partisipasi pemilih datang ke TPS di Pemilu 2019 mencapai 81 persen,” katanya.

Surat suara tidak sah Pilpres hanya 2,38% atau setara dengan 3,7 juta. Sedangkan pemilu DPR mencapai angka 17,5 juta dan pemilu DPD sampai 29,7 juta.

“Salah satu dampak negatif dari keserentakan pemilu presiden dengan pemilu legislatif adalah pemilu legislatif tidak mendapat prioritas yang sama oleh pemilih, padahal sangat penting peranannya dalam sistem pemerintahan di Indonesia,” katanya.

Kemudian alasan keenam, yakni Pemilu Serentak yg diharapkan membawa keselarasan (coattail effect) pilihan linieritas antara Pilpres dan Pemilu Legislatif tidak terwujud.

“Berdasarkan hasil Pemilu Serentak 2019 di level DPR kehadiran coattail effect tidak terlalu terasa. PDIP dan Gerindra selaku partai politik utama yang mencalonkan presiden hanya memperoleh berkah efek kenaikan perolehan suara tidak lebih dari 2%,” paparnya.

Terakhir, alasan ketujuh adalah Pemilu Serentak untuk penyederhanaan partai tidak terwujud

“Bahwa pemilu serentak juga gagal menyederhanakan jumlah partai yang lolos parlemen, jumlahnya tidak jauh berubah dari 10 partai menjadi 9 partai.” pungkasnya.

Usai kuasa hukum pemohon menyampaikan pokok-pokok pikiran uji materi, tiga Hakim Konstitusi yang menyidangkan Perkara No. 35/PUU-XX/2022 memberikan pandangan terkait proses pemeriksaan berikutnya. Atas masukan ini, kuasa hukum pemohon akan melakukan penyempurnaan gugatan uji materi untuk disidangkan kembali 14 hari yang akan datang.

Ada Agenda Tersembunyi, Anis Matta: Ide Penundaan Pemilu Merusak Tatanan dan Stabilitas Demokrasi

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, tidak ada alasan sama sekali baik secara politik, ekonomi, hukum dan pandemi untuk melakukan penundaan Pemilu 2024 seperti yang diusulkan oleh tiga ketua umum partai koalisi pro pemerintah.

“Pada dasarnya di Partai Gelora Indonesia tidak tertarik, karena tidak ada alasan yang cukup memadai untuk melakukan penundaan pemilu, baik alasan politik, ekonomi, hukum, pandemi. Tidak satu satupun alasan dari semua alasan itu, yang cukup untuk melakukan penundaan pemilu,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk “Heboh Gonjang-ganjing Tunda Pemilu 2024, Apa kata Survei?”, Rabu (23/3/2022) petang.

Diskusi yang digelar secara virtual ini dihadiri Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra, Founder Drone Emprit & Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi, dan Peneliti Litbang KOMPAS Yohan Wahyu.

Menurut Anis Matta, sejak awal isu tersebut digaungkan tidak ada alasan atau logika menarik yang dipakai. Sehingga Partai Gelora enggan terburu-buru mengambil sikap ketika isu penundaan pemilu digulirkan.

Kendati begitu, Anis mengakui masih akan tetap mengikuti perkembangan isu penundaan pemilu agar mendapatkan gambaran secara detil.

“Dari awal kita tidak melihat isu ini sebagai isu yang menarik karena logika yang diangkat dibalik. Dan dalam banyak situasi, krisis ekonomi sebenarnya bukan alasan untuk menunda pemilu, tapi kadang justru alasan untuk mempercepat pemilu,” katanya.

Berdasarkan hasil survei, kata Anis Matta, juga ada perbedaan jauh antara opini publik di sosial media (sosmed) yang menolak penundaan pemilu dengan pernyataan para elit yang menghendaki penundaan pemilu.

“Upaya menekan arus opini publik secara terus menerus, menurut saya jauh lebih berbahaya ketimbang wacana penundaan pemilunya sendiri,” katanya.

Karena siapapun yang berada dibalik ide penundaan pemilu ini, benar-benar sudah terlalu jauh jaraknya dengan ruh masyarakat, dengan perasaan publik, dengan pikiran mereka sendiri.

“Mereka seperti ada di alam yang lain, sementara rakyat kita ini ada di alam yang lain pula. Ini seperti entiti yang hidup di dua alam yang berbeda, menurut saya ini yang lebih berbahaya,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan, bahwa yang kita hadapi sebenarnya, bukan sekedar krisis ekonomi atau pandemi saja, tapi sudah menyentuh pada krisis sosial yang jauh lebih buruk.

Dimana sebagian elitnya seperti tidak memahami masalah, tetapi kemudian mengorbankan kepentingan bangsa yang lebih besar dan mendahulukan kepentingan jangka pendek mereka.

“Dorongan penundaan pemilu ini pasti dilatarin agenda yang tersembunyi, terbatas pada kelompok tertentu, orang-orang tertentu dan bersifat sangat jangka pendek. Betapa jauhnya elite kita dari rakyat. Ini situasi yang buruk,” tandasnya.

Ketua Umum Partai Gelora ini mengatakan, upaya mengorbankan kepentingan bangsa dan demokrasi melalui penundaan pemilu bisa menyimpan benih tertentu bagi satu pergerakan sosial.

Situasi seperti ini, lanjutnya, semakin memperlihatkan kepada publik terjadinya krisis kepemimpinan, bahwa para elit tidak terkoneksi secara pikiran maupun emosional dengan rakyat.

“Jauh betul dari yang diinginkan oleh rakyat. Karena itu, wacana penundaan pemilu ini, Insya Allah akan gagal dengan sendirinya,” tegas Anis Matta.

Anis Matta menilai semua pihak berkepentingan untuk menjaga konstitusi dan tegaknya demokrasi yang merupakan amanat reformasi 1998 dari kepentingan jangka pendek kelompok tertentu.

“Kita harus membongkar apa agenda tersembunyi dibalik itu, karena ini jelas-jelas bisa merusak tatanan dan stabilitas demokrasi kita,” katanya.

Ia berharap semangat perlawanan civil society ini, harus terus dikembangkan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat.

“Mudah-mudahan ini bisa mengilhami rakyat kita untuk memiliki sikap yang jauh lebih dewasa,” katanya.

Ketua KPU Ilham Saputra mengaku tak mau ambil pusing dengan isu penundaan pemilu 2024. Dia menegaskan KPU bekerja dengan taat menjalani konstitusi.

“Kalau terkait dengan penundaan pemilu, KPU enggak mau ambil pusing dengan isu itu, karena KPU ini penyelenggara bekerja berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku,” kata Ilham.

KPU sendiri telah mengusulkan anggaran sebesar Rp76 triliun untuk pesta demokrasi lima tahunan. KPU, lanjutnya, telah menyurati DPR untuk segera menggelar rapat kerja pengesahan anggaran Pemilu 2024.

“Tetapi Komisi II DPR menginginkan agar pembahasan ini dilakukan oleh KPU terpilih 2022-2027. Menurut hemat kami akan lebih baik, karena KPU bekerja sustainable, bekerja berkesinambungan, akan lebih baik tahapan, jadwal, dan program ini dibahas di periode kami,” kata Ilham.

Ilham mengingatkan ada dua tahapan pemilu krusial tahun ini, yaitu pendaftaran partai politik peserta pemilu dan penentuan daerah pemilihan. Oleh karena itu, KPU membutuhkan kepastian dan ketersediaan anggaran untuk memulai kedua tahapan itu.

Selain itu, kata Ilham, imbas belum disahkannya anggaran untuk kebutuhan pemilu ini mengganjal pembahasan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Jadwal, Tahapan, dan Program Pemilu Serentak 2024.

Ilham tidak ingin masuk dalam polemik soal dugaan skenario KPU terpilih Periode 2022-2027 dimanfaatkan untuk memuluskan ide penundaan pemilu seperti yang dilontarkan oleh pengamat politik. Ia memastikan KPU mulai dari tingkat pusat hingga daerah satu suara menyiapkan seluruh pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.

“Enggak ada hubungan bola panas ada di kami. Kami hanya ingin kemudian memastikan seluruh tahapan pemilu 2024 sudah kami siapkan PKPU nya, sudah kami siapkan perangkat perangkatnya. Sudah kami siapkan beberapa hasil riset yang sudah kami lakukan, kami juga sudah merancang tentang penguatan IT terhadap penyelenggara pemilu 2024,” jelasnya.

Founder Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi mengungkapkan, perbincangan tentang penundaan pemilu dan jabatan presiden tiga periode, sangat tinggi pada akhir Februari hingga awal Maret 2022. Puncak pembahasan terjadi pada 2 Maret, dengan lebih dari 6 ribu mention.

“Terutama didorong pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, yang mengklaim 110 juta netizen mendukung penundaan pemilu,” kata Ismail.

“Secara umum, publik percaya bahwa rezim ada di belakang ramainya wacana penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga periode,” imbuhnya.

Menurutnya, banyak perbincangan didorong tingginya penolakan warganet atas wacana tersebut. Kemudian, pemberitaan sangat tinggi pada 7 Maret dengan 1.918 mentions.

“Hal itu didorong komentar Presiden Joko Widodo, bahwa dia patuh pada konstitusi. Publik mengkritisi respon presiden, yang dinilai berbeda pada wacana tiga periode,” ujarnya.

Sebab pada 2019, Jokowi sebut wacana tiga periode menampar mukanya, Namun belakangan Presiden sebut wacana itu sebagai bagian dari demokrasi. Netizen terlihat kompak menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

“Selain mengamplifikasi pemberitaan dan pernyataan para tokoh yang menolak penundaan pemilu hingga 2027, netizen juga mengkritisi berbagai dukungan atas wacana perpanjangan masa jabatan Presiden,” tandasnya.

Peneliti Litbang KOMPAS Yohan Wahyu menambahkan, berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas ditemukan adanya gerakan politik yang dilakukan para elit untuk menguatkan penundaan pemilu dengan alasan kepentingan nasional.

Padahal alasan ekonomi yang dijadikan alasan untuk pemulihan ekonomi nasional hanya sekitar 6,9 persen. Publik yang tidak percaya, justru jauh lebih besar mencapai 23, 4 persen. “Publik melihat itu hanya untuk kepentingan politik mereka saja,” kata Yohan.

Selain itu, sekitar 80 persen suara publik juga menyatakan, bahwa penundaan pemilu tidak berkorelasi dengan pemulihan ekonomi nasional.

“Survei yang kita lakukan semakin memperkuat hasil survei dari lembaga survei lain soal penundaan pemilu, bahwa mayoritas publik menolak penundaan pemilu,” katanya.

Yohan menegaskan, upaya orkestrasi yang dibangun untuk mempengaruhi opini publik tidak membuahkan hasil seperti upaya pembahasan penundaan pemilu yang rencananya digelar Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) di Balikpapan, Kalimantan Timur pada Senin 21 Maret 2022 lalu, akhirnya dibatalkan setelah mendapatkan protes dari Ketua KPU RI Ilham Saputra.

“Saya melihat ada orkestrasi yang dibangun yang coba mempengaruhi opini publik untuk melakukan penundaan pemilu. Setelah survei ini, ternyata masih berlanjut dengan beredarnya surat Kemenko Polhukam yang kemudian diklarifikasi. Saya kira nanti akan muncul banyak lagi di lapangan, tetapi mayoritas publik tetap menolak,” tegas Peneliti Litbang KOMPAS ini.

Anis Matta : Fenomena Masyarakat Antre Minyak Goreng Dinilai Sudah Mengganggu Secara Sosial dan Politik

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, fenomena masyarakat yang rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng hingga menimbulkan korban jiwa dinilai sudah mengganggu secara sosial dan politik.

Sebab, hal ini tentu saja sangat mempermalukan Indonesia sebagai Ketua Presidensi G20 Tahun 2022, apalagi Indonesia juga dikenal sebagai penghasil sawit terbesar di dunia.

“Pemandangan yang sehari-hari kita tonton sekarang ini orang-orang antre minyak goreng, apalagi sudah sampai ada korban jiwa meninggal, menurut saya sudah mulai mengganggu secara sosial politik,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk “Harga-harga Meroket Rakyat Menjerit, Dimanakah Negara?”, Rabu (16/3/2022) petang.

Menurut Anis Matta, pemandangan seperti ini, mestinya diantisipasi pemerintah agar tidak menimbulkan dampak secara sosial dan politik yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan pemerintah.

“Semua dampak pergerakan sosial yang mungkin timbul akibat situasi kelangkaan dan naiknya harga bahan pangan, harus diantisipasi oleh pemerintah. Sebab bila tidak, ada kemungkinan situasi tersebut dimanfaatkan secara politik,” katanya.

Anis Matta menegaskan, gangguan politik dari antrean minyak goreng sudah mulai dirasakan. Situasi kejiwaan (mood) masyarakat akibat tekanan harga-harga jika terus dibiarkan, akan menyebabkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin menurun. “Ini sudah menjadi suatu peringatan yang sangat penting,” katanya.

Kelangkaan minyak goreng, lanjutnya, juga bisa memicu kenaikan harga dan kelangkaan bahan pangan lainnya. Apalagi kebutuhan bahan pangan di Indonesia sebagian besar masih dipenuhi dari impor.

“Kita tidak lagi bicara soal harga dan ketersediaan saja, tapi kita harus melihat persoalan ini secara komprehensif. Negara yang punya populasi besar seperti Indonesia, memiliki masalah kedaulatan pangan, karena ini belum menjadi benar-benar prioritas agenda pemerintah,” katanya.

Partai Gelora berharap kemandirian nasional dalam ketahanan pangan bisa menjadi agenda prioritas pemerintah saat ini. Karena, Indonesia terbukti memiliki persoalan ketergantungan pangan dari negara-negara lain.

Masalah pangan hendaknya tidak dilihat sebagai persoalan ekonomi, tapi sudah menjadi masalah keamanan nasional (national security), sehingga butuh perhatian serius pemerintah.

“Sebentar lagi kita memasuki Ramadan, dan kalau situasi ini tidak dikelola dengan baik, ini bisa berkembang menjadi gejolak sosial yang lebih buruk. Pemerintah harus mengantisipasi gejolak ini,” katanya.

Hal senada disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Ia mengatakan, lonjakan harga dan kelangkaan sejumlah komoditas pangan diprediksi akan terus berulang, karena ketahanan pangan Indonesia sangat rapuh.

“Fenomena ini saya kira memang berulang dan akan terus berulang. Bahkan akan menjadi fenomena abadi seperti nama saya. Mengapa? Karena ini cerminan dari rapuhnya ketahanan pangan Indonesia yang terjadi saat ini,” ujar Tulus.

Pemerintah, menurut Tulus, belum berhasil mewujudkan ketahanan pangan dan belum mampu berdaulat di dalam komoditas pangan, karena masih tergantung impor.

Tulus menyebut kebijakan HET maupun intervensi pasar yang telah diambil pemerintah selama ini seperti dalam kasus minyakgoreng, tidak akan efektif karena barangnya tidak dipegang oleh pemerintah. Selain itu, kebijakan yang diambil justru melawan pasar dan tidak market friendly.

Tulus menilai kebijakan tersebut, hanya sekedar coba-coba dan terkesan politis. Sebab, permasalahan dari sisi hulunya tidak disentuh pemerintah. Jika timbul kontroversi di masyarakat, maka akan ada yang tampil tiba-tiba untuk mengatasi hal ini.

“Aneka kebijakan terkait minyak goreng, membuat masyarakat sebagai konsumen menjadi ‘kelinci percobaan’,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI ini.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, pemerimtah tidak cukup mampu untuk mengendalikan pasar. Hal itu terlihat dengan munculnya monopoli, kartel dan mafia dalam hampir setiap produk yang ada di pasar.

“Selama hal ini masih ada, maka gejolak harga bahan pangan akan terus terjadi. Lonjakan harga pangan akan terus terjadi dari waktu ke waktu, sebab kebijakan untuk menghadapi hal itu juga tidak pernah berubah secara signifikan,” tegas Pieter.

Dikatakan, inflasi Indonesia dipengaruhi oleh gejolak harga bahan pangan dan barang-barang bersubsidi. Bila subsidi atas barang-barang tersebut dicabut atau dikurangi, maka akan mempengaruhi harga barang lain untuk bergejolak.

“Pencabutan atau pengurangan subsidi atas listrik, gas, BBM, akan membuat barang-barang lain naik. Sebenarnya, polanya sudah terlihat dari masa ke masa. Harga bahan pangan juga bisa bisa bergejolak oleh karena sejumlah faktor,” ujarnya.

Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSINDO ) Hasan Basri mengungkapkan, para pedagang selama ini yang kerap disalahkan terhadap kelangkaan komoditas pangan seperti minyak goreng. Bahkan dituduh melakukan penimbunan dan menaikkan harga semena-mena.

“Kita mengambil dari produsen-produsen besar, kami tidak bisa menaikkan harga barang, harganya sudah ditentukan 5 persen dari HET, itu sudah menjadi kebijakan pemerintah,” kata Hasan Basri.

Kondisi sebenarnya, kata Basri, stok minyak goreng langka dari produsen, sehingga pedagang diminta menunggu dalam kurun 1-2 minggu, paling lama satu bulan untuk mendapatkan pasokan minyak goreng secara normal.

“Jadi kita menunggu kondisi stabil, seperti itulah yang dirasakan pedagang,” katanya.

Hasan mengatakan, para pedagang tidak paham terhadap persoalan politik dan ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Para pedagang berharap hanya bisa berjualan dan bisa menghidupi keluarganya secara layak.

“Kami pedagang dan masyarakat bawah ini tolong diperhatikan, kita tidak minta macam-macam. Yang kami inginkan, kami bisa menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, memberikan kesehatan kepada keluarga. Kami cuma itu saja, dan kami ingin pemerintah selesaikan persoalan bangsa ini jauh lebih berkurang,” tandasnya.

Lima Dampak Perang Rusia-Ukraina, Anis Matta: Ide Menjadikan Indonesia 5 Besar Dunia Makin Menunjukkan Relevansinya

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, ide menjadikan Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia semakin menunjukkan relevansinya dengan situasi dan kondisi global saat ini.

“Kita di Partai Gelora ini selalu menjadikan tema krisis global menjadi pembahasan utama. Gong waktunya panjang dan sistemik, serta berdampak secara vertikal dan horizontal. Bisa berlanjut pada krisis kepemimpinan global, termasuk di Indonesia,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Senin (14/3/2022).

Hal itu disampaikan Anis Matta dalam Cerita Kopi, Politik dan Kopi Itu Berjodoh Seri ke #6 dengan tema Kupas Tuntas Konflik Rusia vs Ukraina, Minggu (13/3/2022) malam. Diskusi ini dihadiri oleh seluruh fungsionaris DPN, DPW dan DPD se-Indonesia.

Menurut Anis Matta, sejak awal pandemi Covid-19 dua tahun lalu, ia sudah mengingatkan akan terjadi krisis yang sifatnya sistemik dan akan memakan waktu lama atau berlarut.

Bahkan ia juga telah menjelaskan mengenai rute dari krisis tersebut, setelah pandemi akan ada krisis ekonomi. Kemudian berlanjut ke krisis sosial dan politik, serta terjadinya perang supremasi.

“Kenyataanya satu persatu-satu sekarang menjadi kenyataan seperti perang Rusia-Ukraina. Dan anehnya saat terjadi, orang tidak menduga,” ujar Anis Matta.

Pada bulan lalu, ia ke Hungaria, tetangga Ukraina selama satu bulan. Selama di Hungaria, Anis Matta sempat berdiskusi dengan pengamat politik dan akademisi di sana.

Ia sempat menanyakan, “Apakah Rusia akan melakukan invasi Ukraina atau tidak. Mereka semua kompak menjawab tidak. Lalu, ketika saya pulang sampai di sini dan keluar dari karantina, perang terjadi”.

Artinya, krisis sekarang penuh dengan ketidakpastian yang tinggi, sehingga susah untuk diramal oleh orang kapan akan berakhir. Tetapi, secara umum trennya dapat dibaca, bahwa krisis global yang terjadi akan lebih dasyat lagi dari yang kita duga.

“Meledaknya satu persatu seperti gempa tektonik yang saling bersusulan. Mudah-mudahan kehadiran Partai Gelora bisa menjawab krisis yang kita alami. Dari waktu ke waktu kita menemukan relevasinya dan pembuktian di lapangan,” tegas Anis Matta.

Anis Mata menilai perang Rusia-Ukraina adalah seperti gong ‘Selamat Tinggal Tatanan Dunia Lama dan Selamat Datang Tatanan Dunia Baru’. Perang ini membuat inflasi secara global dan naiknya harga-harga komoditas global.

“Inflasi di Amerika Serikat (AS) sekarang sudah 8 persen. Sementara harga minyak dunia sudah tembus 130 dollar AS per barel. Bisa naik lagi sampai 200 dollar AS per barel, dan akan membuat APBN kita akan semakin defisit,” ujarnya.

Perang antara Rusia-Ukraina ini, lanjut Anis Matta, akan menimbulkan lima dampak serius secara global, termasuk yang akan terjadi di Indonesia, apabila tidak diantisipasi bisa berakitbat fatal.

Dampak pertama yang akan dirasakan, adalah terjadinya pendalaman krisis secara global, dengan naiknya harga-harga komoditas dan kelangkaan bahan pangan. Hal ini dialami semua negara, tidak hanya AS dan Uni Eropa, tetapi juga Indonesia.

“Indonesia ini, paling tidak aman secara pangan, sebagian besar sembako kita impor. Yang kita makan sehari-hari dari cabai, garam, dan daging, semua kita impor. Dalam situasi sekarang, Indomie pun akan naik harganya,” kata Anis Matta.

Dampak kedua adalah akan ada pembentukan aliansi-aliansi global baru secara politik, keamanan dan militer. Dimana Uni Eropa akan mendekat ke AS, sementara China-Rusia akan semakin dekat.

“Pembentukan aliansi global baru ini, cepat atau lambat, akan menyeret Indonesia. Kita tidak hanya terseret krisis global ekonomi, tetapi juga akan terseret aliansi global baru,” jelasnya.

Ide 5 besar dunia yang digagas Partai Gelora, menurut Anis Matta, dapat membentengi Indonesia dari dampak buruk pertikaian antarnegara adidaya seperti yang terjadi di Ukraina.

“Ukraina ini jadi korban, karena pemimpinnya tidak mengerti, tidak bisa memposisikan dirinya. Dan kita tidak ingin ini terjadi di Indonesia, tetapi elit-elit kita tidak menyadari soal ini. Padahal sangat berbahaya dan sangat genting,” katanya.

Selanjutnya, dampak ketiga adalah kemungkinan terjadinya revolusi sosial di setiap negara, termasuk yang akan terjadi di Indonesia. Revolusi ini akan menyebabkan terjadinya ancaman disintegrasi bangsa.

“Jangan under estimate dengan situasi ini, jangan meremehkan kasus minyak goreng dan naik-naiknya harga pangan, bisa memicu revolusi sosial dan ancaman disintegrasi bangsa,” katanya.

Kemudian dampak keempat dari perang Rusia-Ukraina ini, akan membuat semua pemimpin nasional di semua negara, termasuk Indonesia menjadi bingung, tidak memiliki jawaban untuk mengatasi krisis berlarut yang terjadi.

“Pemimpin nasional negara besar seperti Amerika Serikat, China, Rusia, dan Indonesia dan negara-negara besar lainnya tidak mengerti harus bagaimana, semua bingung tidak punya jawaban,” katanya.

Sehingga untuk bertahan, pemerintah mereka akan menggunakan cara kekerasan terhadap rakyatnya dalam penyelesaian setiap persoalan Sikap tersebut, justru memicu ‘pemberontakan’ rakyatnya dan akan menjadi tren secara global.

“Masalah Papua yang tidak berhubungan, nanti akan ketemu relevasinya dan titik ledaknya. Bagaimana ceritanya investasi besar di Papua, tetapi gerakan separatisnya terus besar. Tentu ini menjadi tanda tanya, jangan ngomong soal presiden tiga periode. Ini ancaman nyata di depan mata, jika tidak bisa ditangani oleh pemerintah,” tegasnya.

Terakhir, dampak kelima adalah runtuhnya sistem global sekarang. Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) akan mengalami disfungsi dan seperti tidak bisa mengantisipasi krisis ekonomi berlarut.

“PBB juga akan semakin tidak berdaya, perang Rusia-Ukraina ini sesungguhnya perang antara Rusia dengan Amerika Serikat dan Barat (Uni Eropa). Perang ini tidak ada wasitnya, karena yang berperang adalah negara adidaya. Jadi dampak kelima ini, runtuhnya sistem global sekarang,” pungkas Anis Matta.

Atasi Dampak Perang Rusia-Ukraina, Anis Matta: Pemerintah Perlu Siapkan Pemadam Kebakaran Ekonomi

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, konflik Rusia-Ukraina menjadi disrupsi paling besar secara global abad ini, setelah pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi dalam dua tahun terakhir.

“Seperti mengembalikan kita kepada satu fakta sejarah 500-600 tahun terakhir ini, yaitu krisis besar dalam sejarah selalu diselesaikan dengan perang besar,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk ‘Membaca Akhir Konflik Rusia Vs Ukraina dan Bagaimana Posisi Indonesia?’ yang digelar secara daring, Rabu (9/3/2022) petang.

Dalam diskusi yang dihadiri Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid, mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Inggris Dr. Rizal Sukma, serta pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie ini, Anis Matta menilai, perang Rusia-Ukraina akan berdampak lama secara politik, ekonomi dan hubungan internasional.

“Bagi Indonesia, menurut saya, ada dua hal begitu perang ini berlanjut, yakni masalah ekonomi dan tantangan nasional baru di tengah upaya tarik menarik pembentukan aliansi baru,” katanya.

Indonesia, kata Anis Matta, menghadapi dua masalah besar, pertama adalah soal energi, mengingat Indonesia mengimpor minyak kira-kira 500.000 barel per hari.

“Sekarang kita sudah menyaksikan kenaikan harga BBM di mana-mana. Dampaknya, ke sektor energi kita akan naik semuanya,” sebutnya.

Kedua, harga pangan yang melambung tinggi, karena Indonesia adalah negara dengan tingkat keamanan yang relatif rapuh, mengingat beberapa komponen dari sembako masih diimpor dari negara lain. Bahkan kenaikan apa pun dari sektor pangan, akan berpengaruh terhadap harga pangan ke depan.

“Jadi, di sini kita mendapatkan residu itu. Sementara, konfliknya terbuka. Tidak ada yang bisa membuat satu skenario yang fix sekarang ini akan ke mana arahnya. Semua kemungkinan bisa terjadi,” katanya.

Karena itu, Anis Matta berharap pemerintah Indonesia perlu menyiapkan skenario jangka pendek untuk memadamkan kebakaran ekonomi yang akan sangat masif ditimbulkan dari dampak perang Rusia-Ukraina ini.

“Kita akan menghadapi kebakaran ekonomi dalam skala masif. Tipikal kebakaran ini tidak dipicu oleh meledaknya kompor atau listrik di satu rumah tangga, tapi ini mirip kebakaran hutan yang dipicu global warming,” jelas Anis Matta.

Menurut Anis Mata, jika ekonomi Indonesia ingin selamat dari dampak krisis perang Rusia-Ukraina, maka perlu meniru langkah yang telah dilakukan China dengan mereduksi angka pertumbuhannya dari 8 menjadi 5,5 persen.

“Saya kira kita juga akan mengalami hal yang sama seperti China, karena kebakaran ekonomi dalam jangka pendek memerlukan pemadam kebakaran. Ini tantangan jangka pendek yang harus dilakukan pemerintah dalam waktu dekat,” katanya.

Setelah berhasil mengatasi kebakaran ekonomi, lanjut Anis Matta, Indonesia perlu merumuskan kembali kepentingan nasionalnya di tengah upaya pembentukan aliansi global baru.

“Indonesia harus merumuskan terlebih dahulu kepentingan nasionalnya dalam jangka pendek. Perang ini memperdalam proses de-globalisasi, setelah Covid-19 dalam dua tahun terakhir,” katanya.

Hal ini agar Indonesia tidak terseret dalam pusaran konflik pembentukan aliansi global baru dengan tetap memberikan proteksi kepada kepentingan nasionalnya secara ekonomi.

“Secara ekonomi semua negara akan kembali ke sistem proteksionisme, selamatkan diri masing-masing terlebih dahulu. Baru setelah itu, kita menatap proses pembentukan aliansi-aliansi global baru. Tetapi jangka pendek yang kita perlu siapkan adalah pemadam kebakaran ekonomi,” tegas Anis Matta.

Hal senada disampaikan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid. Meutya meminta pemerintah untuk mewaspadai dampak geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi akibat perang Rusia-Ukraina.

Indonesia, lanjutnya, perlu waspada terhadap perubahan geopolitik global sebagai akibat dari struktur keamanan regional yang berubah selain benturan kepentingan antarnegara dan perebutan akses energi.

Sebab, dampak tersebut tidak saja akan berpengaruh pada sektor ekonomi seperti energi, tapi juga pada sektor pangan akibat belum jelas tanda-tanda kapan konflik akan berakhir.

“Kami sebagai Komisi I DPR meminta pemerintah Indonesia waspada terhadap dampak geopolitik, geoekonomi dan geostrategi perang Rusia Ukraina,” kata Meutya.

Meutya mengakui sejauh ini dampak langsung dari konflik Rusia-Ukraina masih berskala regional. Akan tetapi, bukan tidak mungkin juga akan berdampak pada ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.

“Harapan pemulihan ekonomi Indonesia akibat pandemi tentu akan makin jauh akibat perang Rusia-Ukraina,” ujar politisi Partai Golkar ini.

Sementara mantan Dubes Indonesia untuk Inggris Dr.Rizal Sukma berpandangan, Indonesia tetap harus mengedepankan politik bebas aktifnya dalam menyikapi konflik Rusia-Ukraina saat ini.

Yakni tidak berpihak pada koalisi ke Amerika, Uni Eropa dan NATO atau aliansi Rusia dan China. Kepentingan Indonesia hanya menolak penggunaan kekuatan militer dalam penyelesaian pelanggaran kedaulatan negara oleh negara lain.

“Tetapi saya ingin katakan, bahwa ketika Bung Hatta merumuskan kata bebas aktif itu, adalah berpihak kepada kepentingan nasional Indonesia. Tetapi memang, ketika menentukan soal instrumen berpihak kepada kepentingan nasional itu yang susah,” kata Rizal.

Kendati begitu, Rizal memastikan politik bebas aktif Indonesia, bukan berarti netral atau tidak peduli dengan negara lain. Dengan politik bebas aktif, Indonesia sebenarnya bisa diuntungkan memiliki stratregi pertarungan dalam menghadapi dua kekuatan besar.

“Jadi dengan bebas aktif, Indonesia bisa memainkan diplomasi multilateral di kawasan ini. Konteksnya, negara memastikan memiliki strategis otonomi, dan bukan menjadi tempat pertarungan dari negara-negara besar, sehingga kepentingan nasional bisa dilindungi,” kata peniliti CSIS ini.

Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menambahkan, Indonesia harusnya lebih berhati-hati dalam melihat konflik Rusia-Ukraina agar tidak terjebak dan terjerumus pusaran konflik yang diciptakan Amerika Serikat dan NATO.

“Sebab, dimata saya Rusia tidak melakukan aneksasi atau invasi. Rusia tidak merancang untuk menduduki atau merebut Ukraina, hanya hegemoni Amerika Serikat (AS) dan NATO saja,” kata Connie.

Berbagai macam sanksi yang tidak masuk akal kepada Rusia, justru akan membuat Presiden Rusia Vladimir Putin semakin berani dan ‘gila’. Karena Putin mengetahui kelemahan kekuatan AS, Uni Eropa dan NATO, termasuk dalam berdiplomasi.

“Harusnya kita abstain, siapa sih yang ngomongin kita tidak mesti abstain. siapa pembisiknya harus diungkap? Karena saya terlibat di Kemenlu soal pembicaraan perjanjian strategis dengan Rusia. Apa sih yang mau dicapai antara Indonesia Rusia, bagaimana kepentingannya,” ungkapnya.

Connie menilai jika Indonesia belum dimasukkan oleh Putin sebagai negara yang tidak bersahabat dengan Rusia, tinggal menunggu waktu saja.

“Harusnya kita abstain, bukan mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Kalau sekarang kita belum masuk negara listnya Rusia, itu karena belum saja menurut saya,” katanya.

Sebagai negara yang menggagas berdirinya Gerakan Non Blok, Indonesia seharusnya harusnya meniru politik diplomasi yang dilakukan oleh Presiden RI pertama Soekarno, yang menggabungkan negara-negara di PBB untuk mengimbangi politik besar blok.

“Indonesia harusnya tampil secara diplomatik, bukan ikut-ikutan seperti sekarang. Bung Karno jadi besar, karena kemampuan diplomasinya. Bung Karno sudah mengingatkan, PBB harus adil. Ketika PBB tidak adil, semua ide besar, ide mulia hilang. Makanya saya setuju PBB harus direformasi,” pungkasnya.

Negara Adidaya Diprediksi Runtuh, Anis Matta: Perang Rusia Vs Ukraina Seperti Gong Selamat Datang Tatanan Dunia Baru

, , , , , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, konflik antara Rusia-Ukraina saat ini harus dipandang sebagai perang supremasi, bukan lagi sekedar proxy.

Melainkan perang antar negara adidaya, yakni antara Rusia dengan Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sementara Ukraina menjadi korban (collateral damage).

“Kalau negara adidaya yang berperang, maka tidak ada aturan lagi, tidak ada yang bisa mengatur mereka. PBB akan mengalami disfungsi, termasuk Dewan Keamanan PBB,” kata Anis Matta PBB dalam Gelora Talk bertajuk ‘Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Dampaknya Pada Peta Geopolitik Dunia?’, Rabu (2/3/2022).

Diskusi yang digelar secara daring ini, menghadirkan narasumber Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana, mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan, serta mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi. Diskusi ini juga dihadiri Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Harmianin.

Karena itu, kata Anis Matta, perang ini akan mendekati titik ledak yang lebih besar. Hal ini yang perlu diantisipasi Indonesia, karena cepat atau lambat Indonesia bisa terseret dalam dampak perang ini.

“Kenapa Partai Gelora ingin mendorong Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia, supaya kita tidak menjadi korban (collateral damage),” katanya.

Menurut Anis Matta, dunia saat ini akan menantikan tatanan dunia baru di tengah krisis berlarut, dimulai dari pandemi Covid-19 hingga perang Rusia Vs Ukraina, yang akan berujung pada konflik berlarut secara global.

“Jadi kita sekarang sedang menantikan ‘tatanan dunia baru’, ini yang kita khawatirkan. Dan ini yang akan terjadi pemenanglah yang akan menentukan aturan. Inilah arah dunia yang sedang terjadi,” ungkapnya.

Pembentukan proses tatanan dunia baru ini, kata Anis Matta, berbeda dengan tatanan dunia lama yang dibentuk oleh pemenang Perang Dunia II. Tapi, pembentukannya akan ditentukan oleh proses rasional masyarakat global, karena dunia semakin terintegrasi.

“Tapi bisakah kita sampai pada tatanan dunia baru, yang tidak terlalu berdarah? Inilah arah yang kita inginkan,” ujar Anis Matta.

Anis Matta menilai kekuatan AS dan Eropa saat ini semakin melemah seperti yang terlihat dari pidato Presiden AS Joe Biden kemarin dan para pemimpin Uni Eropa sebelumnya.

Kelemahan AS dan Eropa ini, disadari betul oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin telah melakukan kalkulasi secara matang dampaknya, sehingga memiliki keberanian seperti sekarang. Diperkirakan sanksi ekonomi oleh negara adidaya tidak akan berdampak bagi Rusia.

“Kalau sekarang kita berpikir kepentingan Indonesia, adalah lebih bagus kita mencoba membuat cerita bagi sejarah masa depan kita sendiri,” katanya.

Menurut Anis Matta, Indonesia bisa mencoba membangun satu kekuatan baru di tengah konflik global ini, dengan politik bebas aktif seperti yang telah digagas founding fathers atau Bapak pendiri bangsa Indonesia.

Perang Rusia Vs Ukraina, kata Anis Matta, bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk membuat satu peta jalan (road map) sejarah baru bagi dunia.

“Kita sedang menghadapi konflik berlarut yang akan melemahkan semua negara. Perang Rusia Vs Ukraina seperti gong yang mengatakan, Selamat Tinggal Tatanan Dunia Lama dan Selamat Datang Tatanan Dunia Baru,” tegas Anis Matta.

Anis Matta berharap Indonesia mengambil peran untuk menentukan tatanan dunia baru ini, sebagai kekuatan besar dunia paska runtuhnya negara adidaya nanti.

“Kita tidak mengetahui, aturannya seperti apa, tetapi mudah-mudahan dalam tatanan dunia baru yang akan di susun kemudian ini, Indonesia ikut sebagai panitia,” pungkas Anis Matta.

Pakar Hukum Internasional Prof Hikmawanto Juwana menyayangkan sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang bertolak belakang dengan peryataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memandang konflik Rusia Vs Ukraina.

Kemenlu dinilai cenderung menyalahkan Rusia sebagai negara agresor telah menganeksasi Ukraina. Sementara Presiden Jokowi mengatakan, perang harus dihentikan tanpa menyalahkan Rusia dan Ukraina, serta meminta konflik diselesaikan secara damai, dan tidak membahayakan pada keamanan dan perdamaian internasional.

“Jadi Indonesia harusnya menjadi fasilitator, yang bisa memberikan solusi bagi konflik ini. Kita harus fokus pada rakyat, karena rakyat tidak boleh menderita akibat perang di kedua negara,” kata Hikmawanto.

Hikmawanto mengingatkan, agar Indonesia tidak melihat konflik Rusia Vs Ukraina sebagai konflik antara pemerintah pusat (PBB) dan pemerintah daerah (Rusia-Ukraina).

“Efektifitas terhadap PBB ini diragukan, dan perlu diingat bapak/Ibu sekalian, bahwa PBB ini bukan pemerintahannya. Artinya, tidak seperti pemerintah pusat, kalau misalnya ada pemerintah daerah bersengketa, kemudian pemerintah pusat bisa turun. Mereka punya main street sendiri, itu yang harus kita pahami,” katanya.

Artinya, dalam konteks hukum internasional, lanjut Hikmawanto, bagi masyarakat internasional yang berlaku adalah Hukum Rimba, bukan norma-norma hukum internasional yang harus ditaati.

“Yang berlaku Hukum Rimba, siapa yang kuat sebagai justifikasi hukum internasional, bukan norma yang harus ditaati. Ini akan menjadi justifikasi setiap negara untuk mengambil tindakan,” tegas pakar hukum internasional Universitas Indonesia.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan berharap Indonesia bisa mendorong penyelesaian konflik Rusia Vs Ukraina diselesaikan melalui jalur diplomasi atau perundingan antara kedua belah pihak.

“Indonesia harus memberikan solusi, bukan memberikan kecaman-kecaman. Meski saya tidak yakin, Indonesia memiliki power untuk memberikan solusi kedua belah pihak dalam diplomasi, tapi langkah-langkah itu tetap harus ditawarkan dan kita bisa menjadi tuan rumah negosiasi,” kata Imron Cotan.

Imron menilai, keberadaan PBB terutama Dewan Keamanan saat ini perlu dilakukan reformasi, karena kerap dijadikan upaya untuk menghambat solusi damai atas konflik di suatu negara atau digunakan sebagai alat negara tertentu melalui hak veto lima negara tetap DK PBB.

“Memang sudah tiba saatnya mereformasi PBB, karena pasti memihak. Jadi percuma kita membawa ini ke Dewan Keamanan PBB sebagai organ internasional tertinggi di bidang keamanan internasional. Paling kita bisa bicara di Sidang Majelis Umum PBB saja,” katanya.

Mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi meminta Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan politik bebas aktif, sebagai negara yang ditunjuk sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 dan pemimpin ASEAN.

“Sebagai pemimpin G20 ini, sejauh mana perannya, kira-kira anda enggak sih pengaruhnya pressing diplomasi dalam situasi seperti ini. Dan sebagai pemimpin ASEAN, sebagaimana di Eropa, pemimpin MEE 1 x24 bisa berkumpul di Brussel membicarakan hal itu. Apakah sebagai pemimpin ASEAN ini juga bisa membicarakan ini, menjadi suara ASEAN untuk menyelesaikan konflik Rusia Vs Ukraina,” kata Yudhi.

Indonesia, lanjutnya, perlu melakukan terobosan diplomasi yang efektif dan aktif. Yudhi mengaku sudah mendapatkan bocoran, bahwa pemerintah Indonesia sudah mendapat informasi bahwa Sekretariat Jenderal PBB pada Rabu (2/3/2022) untuk menjadi sponsor utama penyelesaian konflik Rusia-Ukraina di Majelis Umum PBB.

“Meski nanti di veto, tapi paling tidak sudah memberikan sikap yang bisa dilihat dunia. Kita harus aktif di percaturan politik dunia, Amerika membuat proposal, Rusia membuat propsoal dan Indonesia juga punya proposal sendiri. Itu juga sebuah terobosan, yang penting jangan pasif,” katanya.

Yudhi menambahkan, Indonesia bisa menjadi poros alternatif dengan memanfatkan perannya sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 yang akan digelar di Bali pada November 2022 mendatang.

“Kita harus menjadi poros alternatif, misalkan Rusia menginginkan pertemuan di Belarus, Ukraina minta di Israel dan Indonesia bisa menawarkan di Bali. Ini akan menjadi poros menarik,” katanya.

Pemerintah Diingatkan Indonesia Akan Hadapi Jurang Fiskal dan Ekonomi yang Berat Pada 2023

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Pemerintah diingatkan akan menghadapi ancaman jurang fiskal dan ekonomi pada 2023 mendatang, karena pemerintah saat ini tidak memiliki uang, sementara jumlah utang, serta beban bunga utang terus meningkat.

“Jadi sebenarnya, ada benarnya juga apa kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa titik kritis dan paling berat adalah pada 2023. Tahun 2023 itu, jurang sangat berbahaya bagi fiskal kita,” kata Said Didu, Sekretaris BUMN 2015-2010 dalam Gelora Talk bertajuk ‘Polemik JHT, Kemana Dananya?’, Rabu (23/2/2022) petang.

Diskusi ini juga menghadirkan Menteri Keuangan Tahun 1998 Fuad Bawazier dan Ketua Umum KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Jumhur Hidayat. Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik memberikan pengantar diskusi.

Said Didu menegaskan, ancaman fiskal dan ekonomi pada 2023 bagi Indonesia sangat nyata. Ia menjelaskan, dalam Perppu No.1 Tahun 2020, pemerintah hanya diizinkan menaikkan fiskal 3 persen, tapi faktanya sampai 6 persen.

“Jika publik ingin paham, kalau defisit fiskal sesuai UU 3 persen, maka pemerintah boleh menambah utang Rp 500 triliun dari PDB, dimana PDB diperkirkan sekitar Rp 1.700-1.800. Tapi utang sekarang mencapai Rp 1000 triliun,” ujarnya.

Sementara pendapatan negara pada 2022 ini diperkirakan Rp 1.800-1.900 triliun. Artinya, uang masuk sekitar Rp 2.300- 2.400 triliun, maksimun Rp 2.500 triliun pada 2023. Sedangkan belanja sekarang sudah mencapai Rp 2.800-2900 triliun, jika ditambah anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), maka pengeluaran menjadi Rp 3.000 triliun.

“Artinya, pemerintah terpaksa belanja hanya Rp 2.500 triliun yang dibolehkan di 2023. Sementara pengeluaran untuk bunga dan utang saja, perkiraan saya Rp 900-1.000 triliun pada 2023. Berarti yang tersisa Rp 1.100-1.200 triliun. Untuk bayar gaji dan lain-lain Rp 800 triliun, untuk transfer ke daerah Rp 200 triliun total jadi Rp1.000 trliun. Jadi uang yang tersisa hanya Rp 200 triliun, sementara pemeliharaan jalan dan subsidi pupuk Rp 400 triliun,” ungkapnya.

Said Didu menduga soal kebijakan pengambilan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 ada kaitannya dengan kondisi keuangan pemerintah tersebut, karena dana JHT ditempatkan di Surat Utang Negara (JHT).

“Kenapa 56 tahun, sepertinya BP Jamsostek membeli SUN yang periodenya panjang, karena kalau ditarik di depan pemerintah akan kewalahan,” katanya.

Perlu diketahui, kata Said Didu, SUN ini tidak laku dijual, tidak ada masyarakat dan asing yang membeli. SUN sebagian besar dibeli Bank Indonesia (BI) dan bank-bank Indonesia dengan nilai mencapai Rp 1.300. Hal ini sudah diingatkan Internasional Monetary Fund (IMF) agar BI tidak membeli SUN di pasar domestik.

“Saya juga menduga betul, penggunaan BPJS Kesehatan untuk pengurusan macam-macam ada kesulitanya dengan dana pemerintah. Sebab, harus menyedot uang sebesar-besarnya yang ada di masyarakat agar menutupi kesulitan fiskal yang dihadapi,” tegasnya.

“Jika uang JHT ditahan, dan bunganya ditanggung, karena SUN itu diterbitkan pemerintah dan bunganya dibayar pemerintah. Tetapi apakah manfaat bunganya linear untuk para pekerja?” imbuh Said Didu.

Hal senada disampaikan Menteri Keuangan Tahun 1998 Fuad Bawazier. Apabila pemerintah mengatakan, bahwa fiskal dan ekonomi Indonesia berjalan dengan baik (going to well) atau baik-baik (fine-fine) dinilai main-main saja.

“Sebetulnya, memang posisinya itu berat. Kalau di luar negeri sudah melakukan gerakan-gerakan kita akan terasa nanti, sekarang belum saja,” kata Fuad.

Fuad menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 3,6 persen saat ini, tidak bisa meningkatkan daya beli masyarakat, pertumbuhan konsumsi masyarakat masih 2 persen. Harusnya pertumbuhan ekonomi kita 4-5 persen di tengah inflasi global dan naiknya harga komoditas.

“Tapi soal minyak goreng yang harganya aneh dan langka saja pemerintah sudah kewalahan. Uang kita itu habis untuk pembayaran utang dan belanja rutin. Jadi tidak perlu nunggu sampai 56 tahun atau 30-40 persen, kasih saja semua. Nanti kalau mau, dimulai lagi yang baru. Daya beli masyarakat rendah, kenapa uangnya mesti ditahan,” katanya.

Menurut Fuad, pemerintah sebaiknya menunda pengeluaran yang tidak perlu untuk mengurangi beban utang seperti proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dan pemindahan IKN. Sebab, proyek dikhwatirkan akan mangkrak apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo akan berakhir di 2024 mendatang.

“Kalau soal Ibu kota baru, ya lihat saja nanti. Kalau presidennya baru, bagaimana, apakah diteruskan atau tidak ? Kalau presiden baru, nggak nerusin ya mangkrak. Itu contoh-contoh pengeluaran yang nggak perlu, sebaiknya distop,” katanya.

Fuad juga mengingatkan, kemungkinan terjadinya ledakan sosial dan politik pada 2023, jika melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini.

“Kalau kayak begini berat betul, pengeluaran tidak perlu tidak ditunda, padahal itu mengurangi beban utang dan beban ledakan. Saya kira akan terjadi terjadi itu, ledakan tahun 2023,” tandas Fuad.

Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat berharap, perintah Presiden Jokowi kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah untuk merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang JHT bisa memberikan solusi bagi pekerja.

“Soal JHT sebaiknya ada opsi-opsi untuk pengambilan, tidak harus ditahan sampai 56 tahun. Karena dana itu, akan digunakan untuk menyambung hidup sampai dia (pekerja) dapat lagi pekerjaan,” kata Jumhur.

Jumhur mengingatkan, agar dana JHT tidak digunakan untuk membiayai proyek lagi seperti yang telah terjadi sebelumnya, dimana dana BPJS Ketenagakerjaan Rp 10 triliun diinvestasikan untuk pembangunan LRT Palembang.

“Sampai sekarang kita tidak tahu tindak lanjutnya, nah kita mengingatkan soal JHT ini, kalau tujuannya untuk edukasi sih bagus-bagus saja, tapi kalau digunakan untuk pendanaan proyek lagi, itu yang tidak boleh,” kata Jumhur.

Namun, Sekjen Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, isu JHT saat ini telah memasuki fase antiklimaks setelah Presiden Jokowi memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah untuk merevisi Permenaker No 2 tahun 2022.

“Meskipun isu soal Permenaker no 2 tahun 2022 telah memasuki antiklimaks, isu ini tidak bisa lepas begitu saja, ketika kita mencoba meletakkannya dalam konteks yang lebih besar,” katanya.

Konteks besar tersebut, Mahfuz melanjutkan, yakni situasi sosial dan ekonomi yang sedang dihadapi masyarakat luas. “Yang tentu saja tekanan dan himpitannya dari waktu ke waktu terus bertambah dan semakin merisaukan,” kata dia.

Mahfuz menilai informasi yang disampaikan narasumber memberikan warning atau peringatan kepada semua pihak, termasuk pemerintah untuk melakukan upaya mitigasi terhadap kondisi fiskal pada 2023.

“Kita tidak tahu, apakah pelemahan tren ekonomi global ini memperburuk situasi itu. Tetapi punya waktu untuk memitigasi ini, dan berani mengambil kebijakan pereventif atau korektif atas semua kebijakan program-proram yang sudah berjalan. Sebab, keresahan sosial semakin menjalar, dan hal ini perlu dibaca betul oleh pemerintah,” kata Mahfuz.

Sebagai penyambung suara masyarakat, Mahfuz berharap agar media ikut membantu menyuarakan situasi ini mengenai situasi kritis fiskal pada 2023.

“Kita mengangkat tema ini sebenarnya untuk menerangi jalan masyarajat di depan, bahwa ada ancaman serius, bukan berarti kita tidak punya harapan dengan kondisi yang tidak terus membaik. Tapi kita paling tidak telah menyiapkan upaya mitigasi untuk menghadapi situasi terburuk pada 2023,” katanya.

Mahfuz menegaskan, apa yang disampaikan tokoh-tokoh nasional seperti Said Didu, Fuad Bawazier dan Jumhur Hidayat bukan didasarkan pada ‘kebencian’ kepada pemerintah, melainkan sebagai upaya bersama mencari untuk solusi untuk mengakhiri krisis saat ini.

“Kalau pemerintah merasa situasi ini normal-normal saja, aman-aman saja, padahal tidak. Apalagi kalau ada kekuatan global yang bergerak dan situasi di Indonesia tidak dikelola dengan baik, bisa memicu revolusi sosial,” tegas Mahfuz.

Berikan Solusi Atasi Krisis, Rokhmin: Jokowi dan Anggota Kabinet Perlu Baca Buku Karya Anis Matta

, , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Menteri Kelautan dan Perikanan RI Periode 2001-2004 Rokhmin Dahuri menilai produktivitas bangsa Indonesia dalam menulis buku sangat rendah, kalah dari India.

Padahal produktivitas dalam menulis buku itu, salah satu indikator suatu bangsa dalam menguasai sains dan teknologi. Sebab, bangsa yang maju akan menerapkan sains dan teknologi dalam kesehariannya.

“Sedihnya bangsa Indonesia produktivitas menulis bukunya dalam kategori sangat rendah. Dengan India kita kalah. Hal ini mengindikasikan bangsa kita tidak sedang baik-baik saja,” kata Rokhmin dalam Bedah Buku ‘Pesan Islam Menghadapi Krisis’ karya Anis Matta yang diselenggarakan Majelis Gelora Cinta Rosul, Minggu (20/2/2022).

Menurut Rokhmin, buku yang ditulis Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) tersebut sangat relevan untuk diimplementasikan di Indonesia.

Sebab, ketika pemimpinnya memiliki iman dan takwanya kuat, maka umatnya akan berjaya.

Hal itu, sebagaimana bisa dilihat dari zaman Rasulullah SAW, Khulafaur Rosyidin. Kemudian masa Umar bin Abdul Aziz, Harus Al Rasyid, kemudian Muhammad Al Kahfi umat Islam berjaya selama 10-11 abad.

“Jadi pemimpin memang harus punya kapabilitas, ipteknya kuat, juga imtak nya membara. Maka jika kita ingin menjadikan Indonesia sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur (negeri yang baik dengan Rabb (Tuhan) yang Maha Pengampun). Spiritualitas adalah kuncinya,” katanya.

Karena itu, sebagai negara penduduk muslim terbesar di dunia, kondisi Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Kesenjangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia, setelah Rusia dan Thailand, dimana 1 persen orang kaya menguasai 49 persen kekayaan negara.

“Mohon maaf, 1 persen orang kaya di Rusia itu semuanya pribumi. Begitu juga di Thailand. Sedangkan di Indonesia menurut Pak Jokowi nasionalismenya rendah. Ada 11 Ribu Triliun uang konglomerat disimpan di luar negeri,” katanya.

Hal ini mengindikasikan, konglomerat kita nasionalismenya masih rendah. Jika nasionalismenya tinggi, maka Rp 11 triliun atau sekitar tiga kali APBN saat ini, akan diivestasikan untuk membangun pabrik di Indonesia.

Rokhmin mengatakan, buku ‘Pesan Islam Menghadapi Krisis’ yang ditulis berdasarkan Alquran dan Al Hadits menjadi alasan rasional, bahwa sistem kehidupan yang dibuat manusia seperti komunisme misalnya, tidak sesuai dengan fitrah manusia.

“Secara rasional, komunisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Bagaimana sistem ekonomi harus dibangun atas dasar sama rata sama rasa. Seharusnya orang cerdas, orang yang saleh, bekerja kerjas mendapat reward dunia, tidak sama dengan orang yang malas, preman, mabok dan lain sebagainya,” ujar Rokhmin.

Ia mengatakan, hampir 1.000 tahun umat Islam pernah menguasai sepertiga dunia. Ketika umat Islam menguasai dunia, kehidupan manusia sangat adil, sains dan teknologi sangat berkembang.

Rokhmin berharap umat Islam agar selalu berpedoman pada Alquran dan Hadits, karena memberikan solusi dalam mengatasi krisis dan musibah saat ini, diantaranya adalah kesabaran.

Rokhmin menegaskan, apa yang ditulis Anis Matta mengenai cara mendeteksi krisis, memfirasati zaman dalam dinamika geopolitik dan siklus perubahan dunia, harus dibaca oleh semua pihak, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para anggota Kabinet Indonesia Maju.

“Harusnya bedah buku ini, diikuti juga Pak Jokowi. Pak Jokowi dan anggota kabinet harus baca buku ini. Kalau Pak Jokowi dan seluruh anggota kabinetnya membaca buku ini, sesungguhnya menggapai dunia Indonesia Emas tahun 2024, atau dalam bahasa Anis Matta bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ke 5 di dunia,” tegasnya.

Pemerhati Dinamika Gerakan Islam Nasiwan mengatakan, buku ‘Pesan Islam Menghadapi Krisis’ memberikan inspirasi dan solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi sekarang.

“Saya sudah membaca buku ini, tidak terlalu berat. Apa yang disampaikan membawa inspirasi, bahwa Islam tetap menjadi solusi terhadap berbagai persoalan yang kita hadapi sekarang,” kata Nasirwan.

Lektor Kepala FISIP Universitas Negeri Yogyakarta ini menilai, Anis Mata memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pikiran orang, tidak hanya orasi tapi juga sebagai penulis.

“Ustad Anis Matta menawarkan cara pandang Islam dengan narasi menghadapi krisis bermula dari pembenahan ekosistem. Menawarkan narasi dalam menyelesaikan masalah bangsa sebagai revolusi saraf atau pemikiran. Ini sangat mempengaruhi, tapi buku ini tidak sedang menyebabkan perlawanan massal terhadap kekuasaan segera. Ini penting sekali,” katanya.

Tgk Muhammad Yusuf A Wahab, Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh menambahkan, Islam telah memberikan rumusan bagi manusia untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat, termasuk juga rumusan revolusi politik dan teknologi.

“Jadi untuk memperbaki kondisi sekarang, para pemimpinnya harus punya kapasitas. Kalau tidak punya kapasitas, tunggulah kehancurannya. Pemimpin yang punya kapasitas itu adalah pemimpin yang bisa memperbaiki umatnya,” kata Tgk Yusuf.

Buku karya Anis Matta ini, ia harapkan dapat memberikan inspirasi bagi para pemimpin-pemimpin di Indonesia untuk memperbaiki kondisi bangsa dan membawa Indonesia menuju 5 besar dunia.

“Cita-cita kita membawa Indonesia menuju kekuatan 5 besar dunia itu bukan hal mustahil, tapi bisa menjadi sebuah keniscayaan,” kata Imam Besar Barisan Muda Ummat ini menutup.

Atasi Kelangkaan Minyak Goreng, Fahri Hamzah: Libatkan Perum Bulog atau Diversifikasi Minyak Kelapa

, , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mempertanyakan kemampuan pemerintah mencegah terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasaran. Sebab, kelangkaan produk penting seperti minyak goreng menandakan barang keperluan lainnya bisa juga terjadi kelangkaan.

“Inikan kalau minyak goreng saja terjadi (kelangkaan, red), kemungkinan terjadi juga di produk lain,” kata Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelora dalam Gelora Talk bertajuk ‘Minyak Goreng Langka, Ada Apa?’, Rabu (16/2/2022) petang.

Fahri menilai kelangkaan minyak goreng terjadi akibat kurangnya antisipasi dari pemerintah. Seharusnya, kata dia, pemerintah melibatkan Perum Bulog untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.

“Pemerintah kita melalui BUMN yang bernama Bulog itu disiapkan untuk melakukan kesigapan pangan secara nasional,” katanya.

Selain itu, Fahri menyarankan pemerintah membuat suatu regulasi yang kuat terkait dengan kebutuhan pokok dalam negeri.

“Pemerintah harus meramu keputusan agar kita memiliki daya tahan yang kuat dari sektor pangan terutama barang-barang konsumsi yang strategis ini. Sehingga masyarakat tidak terus menjadi korban ketidakstabilan,” terangnya.

Fahri kembali menegaskan, minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat yang akan berefek domino pada kebutuhkan pokok lainnya. Kebutuhan pokok saat ini, kata dia, menjadi problem struktural yang tidak diselesaikan pemerintah Indonesia.

“Tentu (kelangkaan ini) punya efek dan berkaitan dengan produk-produk lainnya atau kegiatan-kegiatan di sektor lainnya, seperti rumah tangga maupun bidang industri,” ujarnya.

Karena itu, Fahri heran dengan kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Sebab, kelapa sawit sebagai bahan baku produk tersebut diproduksi secara masif dan surplus di tanah air.

“Kenapa barang yang kita produksi dalam jumlah yang masif dan surplus justru mengalami kerawanan tadi,” katanya.

Misalnya, pemerintah bisa melihat potensi peningkatan permintaan atau demand terhadap crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.

Sebab, CPO yang dahulu dipakai sekadar konsumsi sekarang secara masif digunakan untuk keperluan energi terbarukan.

“Kita tahu presiden juga barusan meresmikan biofuel (biodesel) di Kalimantan Selatan yang salah satunya memakan banyak produk CPO,” tutur Fahri.

Perluasan permintaan biofuel tersebut, lanjutnya, membuat potensi kelangkaan minyak goreng bisa terjadi. Hal seperti itu, seharusnya bisa diantisipasi pemerintah dengan menempuh diversifikasi.

“Sementara itu, diversifikasi dengan minyak kelapa, kita punya garis pantai terpanjang di dunia, itu tidak ada keseriusan melakukan antisipasi,” ujarnya.

Hal senada disampaikan ekonom senior Faisal Basri menilai kenaikan harga minyak goreng yang berujung pada kelangkaan stok barang seperti saat ini adalah ulah pemerintah sendiri lewat kebijakan yang dibuat.

Akibatnya terjadi pergeseran besar dalam konsumsi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di dalam negeri.

Faisal mengatakan konsumsi CPO di dalam negeri yang sebelumnya didominasi oleh industri pangan, kini menjadi industri biodiesel. Lonjakan tajam terjadi sejak 2020 dengan diterapkannya Program B20 (20% kandungan CPO dalam minyak biosolar).

“Biang keladi yang bikin kisruh minyak goreng ini pemerintah karena meninabobokan pabrik biodiesel,” kata Faisal.

Konsumsi CPO untuk biodiesel naik tajam dari 5,83 juta ton tahun 2019 jadi 7,23 juta ton tahun 2020. Di sisi lain, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton pada 2019 jadi 8,42 juta ton di 2020.

Pola konsumsi CPO dalam negeri seperti itu dinilai akan terus berlanjut dan diperkirakan porsi untuk biodiesel akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan porsi CPO dalam biodiesel lewat Program B30 atau bahkan lebih tinggi lagi.

“Jadi karena wajib, konsumsinya naik, sawitnya kan tidak meningkat secepat kebutuhan biodiesel (jadi) diambil dari minyak goreng ini, industri pangan ini,” bebernya

Faisal menyebut pengusaha lebih cenderung menyalurkan CPO-nya ke pabrik biodiesel karena pemerintah menjamin perusahaannya tidak bakal merugi.

“Sekarang pemerintah lebih mengedepankan buat energi, buat perut urusan belakangan. Makanya buat energi dimanja, buat perut tidak dimanja,” imbuhnya.

“Jadi jangan cepat menyalahkan pengusaha juga karena pengusaha tidak dilarang untuk dapat untung, tentu saja pengusaha akan mencari bidang yang untungnya lebih banyak. Untungnya lebih banyak kalau dia jual ke biodiesel. Yang membuat seperti itu siapa? Ya pemerintah. Jadi pemerintah ini salah kelola, pemerintah yang tidak bisa memerintah,” tambahnya.

Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) Hasan Basri mengatakan, upaya pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng dan kelangkaannya di pasaran, hanya bertujuan menekan kegaduhan saja.

“Ini hanya siasat menekan kegaduhan, kita disuapi sedikit digunakan untuk mengurai kegaduhan. Sementara permintaan banyak, pemasokan terbatas, sehingga menimbulkan kelangkaan,” kata Hasan Basri.

Hasan menolak pedagang disalahkan dalam hal kelangkaan minyak goreng, apalagi sampai ada tuduhan melakukan penimbunan. Padahal ada pasokan yang dibatasi, sehingga tidak berimbang dengan permintaan, akibatnya barang langka atau sulit ditemukan.

“Minyak goreng mahal itu yang dipermasalahkan pedagang, sementara kita pedagang itu kan hanya menjual dengan keuntungan yang sangat tipis. Jadi kalau kita sebagai pedagang tidak akan mungkin menyetok minyak goreng yang berlebihan, artinya hari ini paling 2, 3 hari stok kita habis lalu belanja lagi,” katnya.

Akibat permasalahan ini, Hasan cerita banyak pelanggan pasar tradisional lebih memilih membeli minyak goreng di ritel modern. Sebab barang dan harga di ritel moden lebih pasti yakni sebesar Rp 14.000/liter.

Dengan adanya kelangkaan minyak goreng di pasar tradisional, para konsumen memburu pasar-pasar modern seperti Alfamart, Indomaret, dia lebih suka berbelanja ke sana. Ini tentu menjadikan kita pasar tradisional kehilangan pelanggan akibat diskriminatif pemerintah dalam menentukan (harga) minyak goreng,” tuturnya.

Tidak sedikit juga pelaku ritel modern disebut memanfaatkan momentum ini untuk menarik konsumen dari pasar tradisional. Pemerintah diharapkan memberikan perlindungan kepada pelaku pasar tradisional yang notabene adalah rakyat kecil.

“Namun sepertinya tidak seperti itu yang kami rasakan di lapangan. Lagi-lagi ritel modern yang dimiliki kapitalis-kapitalis besar itu mengambil peran pasar tradisional dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini efeknya sangat buruk bagi kita pasar tradisional,” tuturnya.

“Tidak berfungsinya pemerintah sehingga distributor minyak goreng atau produsen minyak goreng itu semaunya saja meletakkan harga. Nah ini yang jadi beban bagi kami, pasar tradisional yang selama ini jadi bulan-bulanan dari masyarakat, kita selalu dianggap sebagai pemicu naiknya harga komoditi minyak goreng, padahal minyak goreng itu naiknya dari sumber utamanya, produsennya,” pungkasnya.

Namun sayangnya, pertanyaan-pertanyaan publik tersebut tidak bisa dijawab oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dianggap bertanggungjawab pada distribusi minyak goreng.

Partai Gelora telah berusaha melakukan cover both side, dengan memberikan forum kepada pemerintah untuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai kelangkaan minyak goreng yang terjadi di berbagai daerah, meski harga telah diturunkan.

Diskusi bertema ‘Minyak Goreng Langka, Ada Apa?’ yang disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV dan Transvision Satellite Channel SERU: 333 ini, rencananya menghadirkan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Oke Nurwan sebagai narasumber.

Bahkan Kemendag menurunkan timnya dari Humas untuk mengikuti diskusi yang digelar secara daring tersebut. Sayangnya hingga diskusi berakhir, Oke Nurwan tidak bisa bergabung. Ia beralasan tidak bisa meninggalkan tugasnya, sehingga tidak bisa hadir sebagai narasumber diskusi tersebut.

Elektabilitas Partai Gelora Sudah 3,4 Persen, Fahri Hamzah: Kita Punya Proyeksi Hadapi Pemilu 2024

, , , , , ,

Partaigelora.id – Elektablitas Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia saat ini hampir mendekati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen. Jika pemilu digelar hari ini, maka elektablitas Partai Gelora sudah mencapai 3,4 persen.

Hal ini terungkap dari hasil survei lembaga survei Trust Indonesia yang dilakukan pada 3-13 Januari 2022 lalu, dengan jumlah responden 1.200 orang dan margin error 2,83 persen.

“Terkait dengan elektabilitas Partai Gelora, jika elektabilitasnya 0,6 persen. Maka dengan margin error 2,83 persen, berarti plus minusnya kita ambil margin error maksimal, yakni 2,83 persen. Jadi 0,6 persen ditambah 2,83 persen. Sehingga bisa kita duga bahwa elektabilitas Partai Gelora itu, sebenarnya 3, 4 persen,” kata Ahmad Fadhli, Direktur Research Trust Indonesia dalam Gelora Talk bertajuk ‘Pemilu 2024: Daulat Parpol Vs Daulat Rakyat, Membedah Survei Nasional’ pada Rabu (9/2/2022) lalu.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022) mengatakan, bahwa Partai Gelora sudah mempunyai proyeksi-proyeksi untuk menghadapi Pemilu 2024.

Namun, proyeksi-proyeksi tersebut masih membutuhkan beberapa ikhtiar yang akan dilakukan ke depan. Sebab, Partai Gelora tidak ingin masuk Senayan hanya sekedar 5D (Datang, Duduk, Diam, Duit dan Ditangkap)

“Terus terang, kami di Partai Gelora itu sudah punya proyeksi proyeksi. Makanya saya sering bilang sama teman-teman, kita ini udah tahu cara menang, juga tahu cara curang, gitu. Tapi Insya Allah, kita nggak akan curang, tapi kita tahu siapa yang bisa mencurangi,” tegas Fahri.

Karena itu, apabila melihat hasil survei Trust Indonesia sudah sesuai dengan proyeksi-proyeksi yang dibuat Partai Gelora. Fahri memprediksi akan ada 8-10 partai yang akan lolos ke Senayan pada Pemilu 2024 mendatang, salah satunya adalah Partai Gelora.

“Kalau kita melihat proyeksi-proyeksi dan melihat hasil survei, maka Dewan nanti isinya ada 8-10 partai, mudah-mudahan Partai Gelora masuk. Dan per hari ini, Partai Gelora sudah masuk Senayan sebenarnya. Jumlahnya berapa, nanti kita lihat,” katanya.

Menurut Fahri, Partai Gelora akan menfaslitasi kehendak rakyat untuk memilih pemimpin yang baik, yang akan membawa angin segar perubahan bagi sistem demokrasi Indonesia.

“Pemilu pada dasarnya adalah sarana untuk mengubah nasib rakyat. Kalau rakyat boleh memlih pemimpinnya di Pemilu karena difaslitasi dengan baik, tentu akan membaik juga hasilnya,” kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini.

Fahri menegaskan, kritik yang disampaikan Partai Gelora terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 pada prinsipnya agar publik mewaspadai adanya ‘jebakan demokrasi’ yang seolah-olah di ujungnya baik, padahal di depannya ada lubang dan jurang menganga yang sangat dalam.

“Oleh sebab itu, sejak awal kita harus membaca jebakan-jebakan demokrasi. Kita mengajak semua pihak untuk mengkritik, supaya tidak terjebak hal monoton di ujungnya saja. Padahal ada jurang yang siap menerkam,” tegasnya.

Fahri menilai, Pemilu adalah isyarat akan adanya demokrasi, bukan jaminan adanya demokrasi. Sehingga Pemilu harus dikelola dengan baik agar tidak melahirkan tirani dan otoritarianisme baru.

“Pemilu tidak boleh melahirkan demokrasi tirani dan otoritarianisme baru. Dan ini harus menjadi catatan penting kita untuk merubah nasib rakyat,” tandasnya.

Menurut Ahmad Fadhli, jika pemilu digelar hari ini, maka elektabilitas Partai Gelora hampir memenuhi persyaratan ambang batas parlemen Pemilu 2024 dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

“Elektablitas 3,4 persen itu, dengan quality control 20 persen dan kita cek kembali di lapangan melalui sambungan telepon. Dan perlu diketahui bahwa survei ini, kita lakukan secara offline tatap muka face to face di 34 provinsi yang ada di Indonesia,” ungkap Fadhli.

Survei ini, kata Fadhli, sebagian besar dilakukan di Pulau Jawa sebanyak 54,2 persen,karena basis pemilih Pemilu 2024 berdasarkan Daftar Pemilh Tetap (DPT) berada di Pulau Jawa.

“Kalau lihat sebaran survei jomplang sekali yang besar Pulau Jawa, meskipun bu kota negara akan dipindah ke Kalimantan. Tapi kalau kita mau menang, ya harus kuasai Pulau Jawa. Pulau Jawa itu ada dimana saja, ada di Jawa Barat, Jawa Tengah Jawa Timur, Yogyakarta, Jakarta dan Banten,” ujarnya.

Berdasarkan hasil survei Trust Indonesia tersebut, saat ini ada tiga partai yang memiliki tren kenaikan, diantaranya PDIP dan Partai Gerindra. Sementara partai lain ada kecenderungan penurunan elektabilitas.

“Ini survei banyak tidak terima, padahal ini survei kita lakukan hari ini. Kita enggak tahu kalau bulan Februari, Maret dan April, memang sangat dinamis. Jadi besok ada lembaga survei, ya pasti hasilnya tidak akan jauh berbeda, akan sama-sama saling mendekati,” jelasnya.

Fadhli mengatakan, dari 9 partai politik yang lolos parlemen pada Pemilu 2019 lalu, hanya Partai Demokrat dan PKS yang mengklaim diri oposisi, sementara 7 partai masuk dalam barisan koalisi pro pemerintah.

Namun, oposisi yang diterapkan Partai Demokrat dan PKS masih ambigu alias abu-abu tidak jelas hingga hari ini, sehingga publik masih menunggu ketegasan sikap kedua partai tersebut, untuk mengambil sikap dalam memberikan pilihan.

“Nah, catatan kritis kami terhadap Partai Gelora mau berada di mana, di barisan partai koalisi atau oposisi. Jadi tinggal memilih saja,” katanya.

Tetapi, menurut Fadhli, untuk meningkatkan elektabilitas, sebaiknya Partai Gelora masuk barisan koalisi di luar pemerintahan atau oposisi, meskipun saat ini belum masuk parlemen.

“Menurut kami, ini peluang yang sangat besar. Partai Gelora bisa memerankan peran oposisi disaat Partai Demokrat dan PKS masih setengah hati. Tinggal pandai-pandai Partai Gelora untuk mempertegas sikapnya dengan menggunakan data-data yang dimiliki, ditambah data-data hasil survei,” katanya.

Fadhli menambahkan, data hasil survei bisa disikapi secara rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara scientific, bukan sekedar luapan emosional.

“Survei adalah pendekatan ke kebenaran, mendekati kebenaran. Walaupun ada survei yang dilakukan melenceng dari kebenaran, tapi hasilnya tidak jauh berbeda, tetap mendekati kebenaran,” pungkasnya.

Partai Gelora sendiri mentargetkan elektablitas 4 persen saat pendaftaran peserta Pemilu 2024 pada Agustus 2022 mendatang, dan elektablitas 8-10 persen saat ditetapkan sebagai peserta pemilu pada Desember 2022.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X