Category: Liputan

Fahri Hamzah: Putusan MK Memastikan Otonomi Daerah Menjadi Lebih Bermakna

Partaigelora.id-Wakil Ketua Umum Partai Gelora Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah telah mengubah lanskap Pilkada 2024 di banyak daerah.

Hal ini memastikan otonomi daerah (otda) menjadi lebih bermakna, serta memperkuat partisipasi rakyat karena semua suara diperhitungkan, tidak hanya yang memiliki kursi saja.

Demikian disampaikan Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talk dengan tema ‘Pilkada, Otonomi Daerah dan Percepatan Pembangunan di Era Prabowo-Gibran, Rabu (4/9/2024) sore.

“Kotak kosong pecah menjadi suara-suara yang berserakan, dan kandidat bertambah banyak di mana-mana. Putusan Mahkamah Kontitusi tidak lain atau tidak bukan dalam rangka memperkuat partisipasi rakyat. Partisipasi ini juga adalah dalam rangka memastikan bahwa otonomi daerah itu lebih bermakna,” kata Fahri Hamzah.

Menurut Fahri, perubahan lanskap Pilkada 2024 usai putusan MK ini menjadi nafas penting bagi otda agar pembangunan dapat terselenggara lebih masif dan cepat di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Walaupun demikian, ia mengingatkan agar otda pasca-Pilkada 2024 tidak membuat perlambatan pembangunan, karena adanya ‘raja-raja kecil di daerah’ dalam rangka melakukan bergaining (tawar-menawar) dengan pusat yang dapat mengganggu pembangunan.

“Seharusnya pemimpin-pemimpin baru yang dipilih dari Pilkada 2024 dapat mewujudkan Indonesia untuk tumbuh menjadi negara industri yang lebih maju atau menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.

Selain itu, dia mengatakan pemimpin baru nantinya perlu memikirkan terobosan untuk mempercepat peningkatan pendapatan per kapita nasional.

Sehingga target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, bahkan dua digit pertumbuhan di era Prabowo-Gibran dapat tercapai.

“Pemerintah ke depan juga harus mewaspadai gejala pengelolaan otonomi daerah yang bisa menjadi faktor penghambat, karena kontrol partai politik terkandang berbeda dengan pemerintah pusat di daerah,” katanya.

Karena itu, Fahri mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada gubernur ke depan ditiadakan, cukup ditunjuk saja. Sebab, berdasarkan undang-undang, gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Sementara Pilkada di kabupaten/kota tetap diadakan.

“Karena pada dasarnya, gubernur merupakan elemen dari pemerintah pusat, dan memperbanyak membantu pemerintah pusat di daerah. Sekarang ini banyak gubernur yang tidak kompak dengan walikota atau bupatinya. Sehingga Pilkada gubernur sebaiknya ditiadakan,” katanya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini, berpandangan akibat tidak harmonisnya hubungan antara gubernur dengan bupati/walikota, banyak pembangunan dan pelayanan publik di daerah menjadi terbengkalai.

“Posisi gubernur ini dilematis, terkadang juga menggangu pemerintah pusat seperti di Jakarta, karena beda partai. Sekarang oposisi di pilkada gubernur di Jawa Tengah juga sudah mulai bergerak. Pilkada gubernur yang berbau politis, seharusnya bisa dikurangi. Pemerintahan Prabowo ini akan berlari kencang. Kalau sopirnya berlaring kencang, maka gandengannya juga harus sama, sehingga ada percepatan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.

Distribusi Kewenangan dan Percepatan Pembangunan

Sementara itu, pengamat politik Andi Alfian Malarangeng mengatakan, pada dasarnya pelaksanaan otda dalam rangka mendistrisbusikan kewenangan dan memperpecepat pembangunan di daerah, serta memberikan kesempatan rakyat untuk menyalurkan aspirasinya secara demokratis.

“Tren yang ada sekarang di dunia itu, membuat provinsi dan memilih gubernur seperti di Prancis. Tadinya tidak ada itu provinsi, yang ada kabupaten/kota, tapi kemudian dibentuk provinsi, dilakukan distribusi keuangan dan kewenangan,” kata Andi Malarangeng.

Sebagai salah satu anggota tim pakar penyusun Otda bersama Prof Ryas Rasyid, kata Andi Malarangeng, dan pelaksanaan pilkada gubernur tetap diperlukan dalam rangka distribusi kewenangan dan keuangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

“Menurut saya, jangan terus disalahin pemberian otonomi daerah kepada pemerintah daerah, sehingga terkadang menimbulkan perselisihan. Tetapi pemerintah pusat juga salah, karena norma-norma standarnya, pasal-pasalnya belum dibuat sampai sekarang, soal distribusi kewenangan itu,” tegasnya.

Andi Malarangeng yang kini menjadi politisi Partai Demokrat menilai gubernur yang dihasilkan dari pilkada di 38 provinsi, akan memudahkan pemerintah pusat berkoordinasi dengan bupati/walikota di 514 kabupaten/kota melalui gubernur, daripada pemerintah secara langsung mengurusi kabupaten/kota tersebut.

“Kalau pemerintah secara langsung mengurusi itu, agak susah membayangkan. Kalau mau meniadakan pilkada gubernur, pemilihannya bisa melalui DPRD. Judulnya tetap daerah otonom, tapi pemilihannya melalui DPRD. Itu memang ada wacana seperti itu, gubernurnya di DPRD, sedangkan kabupaten/kotanya langsung,” ujarnya.

Andi Malarangeng berharap agar Otda tetap dilaksanakan, namun dibarengi evaluasi secara berkala untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang ditimbulkan dalam konteks demokrasi dan desentralisasi, sehingga menjadi lebih baik lagi.

Sedangkan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermasyah Djohan mengatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri berbagai etnis dengan jumlah penduduk mencapai 280 juta jiwa, tidak bisa dikelola secara terpusat.

“Sehingga undang-undang mengamanatkan, Indonesia harus diurus dengan otonomi daerah, dan harus dibagi dengan pemerintah daerah. Konsepnya membangun Indonesia dengan tata kelola sendiri. Gampangnya, menumbuhkan demokrasi lokal di daerah, dan Pak Jokowi salah satu contoh kaderisasi yang tumbuh di daerah,” kata Djohermansyah.

Melalui konsep otda, maka sebagai daerah otonom, semua daerah yang terdiri dari provinsi, kabupaten/kota dibolehkan untuk memilih pemimpin di eksektuf (gubernur, bupati/walikota) dan di legislatif (DPRD). Sementara pemerintah pusat tetap melakukan pembinaan dan supervisi pelaksanaan pemerintahan.

“Sekarang yang perlu dirapikan adalah soal kepartaian, rekruitmen kepemimpinan yang maju di Pilkada. Agar pemimpin yang maju betul-betul pemimpin yang berkapasitas dan berkompeten, serta berintegritas, jangan hanya karena isi tas,” katanya.

Kemudian ketika terpilih dan menjalankan pemerintahan daerah, maka kepala daerah harus menjalankan prinsip meritokrasi dengan memilih bawahannya, karena prestasi. Bukan sebaliknya, karena suka atau tidak suka, atau bahkan mereka yang menjadi tim suksesnya selama pilkada.

Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira menambahkan, kunci utama keberhasilan pelaksanaan otda adalah ‘unity of the leader’ (kesatuan para pemimpin) seperti yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

“Pak Prabowo ingin semua elite bersatu, karena tanpa adanya persatuan, stabilitas dan solidaritas, nggak mungkin ada akselerasi pembangunan di daerah dan bisa tercapai dengan baik,” kata Anggawira.

HIPMI merekomendasikan agar ada perbaikan sistem sistem pemilihan kepala daerah dan revisi paket undang-undang politik agar terciptanya sistem meritokrasi. Sehingga hanya orang yang terbaik yang menjadi pemimpin.

“Kalau kami di HIPMI, membatasi ketua umum hanya bisa dipilih satu kali, tidak bisa dua kali. Karena kami ingin ada regenerasi dan menciptakan kader-kader pemimpin. HIMPI adalah organisasi kader, dan kami ingin memberikan contoh,” tandasnya.

Pasca Putusan MK, Mahfuz Sidik Dorong Pemerintah dan DPR Evaluasi, serta Harmonisasi Paket UU Pilkada

Partaigelora.id-Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, Partai Gelora tidak menduga jika gugatan yang ke Mahkamah Konstitusi (MK) bersama Partai Buruh soal ambang batas pencalonan kepala daerah menimbulkan turbulensi politik yang dashyat, mengubah peta Pilkada 2024.

“Ibarat orang naik pesawat lagi tenang-tenangnya mau disajikan makanan, tiba-tiba turbulensi. Pesawat turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 4.000 kaki. Anjloknya luar biasa, semua orang dan makanannya terhempas. Kami di Partai Gelora tidak memprediksi ini terjadi,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora dalam diskusi Gelora Talks, Rabu (28/8/2024) sore.

Dalam diskusi dengan tema “Pilkada 2024 Pasca Putusan MK: Kemana Kehendak Rakyat?” itu, Mahfuz mengungkapkan awal mula muncul ide untuk menggugat ambang batas pencalonan kepala daerah , usai Partai Gelora dinyatakan tidak lolos ke Senayan karena tidak memenuhi threshold parliamentary (PT) 4 persen.

“Usai Pileg dan Pilpres, Partai Gelora waktu itu sudah diputuskan oleh KPU tidak lolos 4%. Lalu, kita mikir apalagi yang harus kita kerjain agar segera beralih ke agenda Pilkada. Kita temukan ada klausul dalam pasal 40 ayat 3 UU Pilkada, bahwa yang berhak mencalonkan kepala daerah yang punya kursi. Itu yang kita gugat,” ujarnya.

Kemudian pada bulan April, Partai Gelora mengajak diskusi partai poltik yang tidak memenuhi ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 % kursi dan 25 % suara untuk mengajukan gugatan, karena mereka juga memiliki kursi di DPRD I dan DPRD II.

“Awalnya ada 4 partai yang mau ajukan judicial rewiew, tapi kemudian tinggal Partai Gelora dan Partai Buruh yang mengajukan. Tanggal 21 Mei kemudian kita ajukan gugatannya ke Mahhamah Konstitusi,” jelasnya.

Mahfuz tidak yakin dan pesimis gugatannya bakal dikabulkan, karena hingga bulan Juli, MK terus meminta perbaikan gugatan, sementara masa pendaftaran Pilkada pada bulan Agustus.

“Kita agak ragu-ragu berkaca dari hasil gugatan kita soal Pilpres, tapi kemudian kita diundang tanggal 20 Agustus untuk mendengar putusan. Ternyata, putusan yang kita dapatkan, melampaui apa yang kita minta. Kita mintanya, satu dikasih 10 oleh MK,” katanya.

Partai Gelora, Mahfuz, bersyukur sekaligus bingung terhadap putusan MK tersebut. Bersyukur bisa mencalonkan kepala daerah meski tidak punya kursi, sementara bingung karena MK membuat aturan baru di dalam UU Pilkada yang menjadi haknya DPR selaku pembuat Undang-undang (UU).

“Sehingga terjadilah turbulensi. Efek dari turbulensi ini, terjadinya perubahan peta pilkada, dan perubahan itu masih terasa sampai sekarang. Ada orang yang pindah tempat duduk, dari di depan ke belakang atau sebaliknya, bahkan ada yang terhempas,” ungkapnya.

Akibat Putusan MK ini, menurut Mahfuz, membuat peta pencalonan kepala daerah menjadi sangat dinamis. Partai Gelora yang pada awalnya hanya mengeluarkan surat rekomendasi B1KWK, SK pencalonan kepala daerah dari 55 rekomendasi menjadi lebih dari 300-an rekomendasi.

Mahfuz berharap pasca putusan MK soal ambang batas pencalonan kepala daerah ini, perlu dilakukan harmonisasi paket Undang-undang Politik dan mengevaluasi sistem ketatanegaraan sekarang.

“Sebab MK telah mengambil wilayah DPR selaku pembuat undang-undang, belum lagi soal sengketa Pilkada dan Pilpres sampai mengurusi hal teknis. Bahkan MK juga tidak konsisten dengan putusannya soal ambang batas pencalonan, di Pilpres kita ditolak dikatakan legal policy-nya DPR, tapi di Pilkada justru diterima dan membuat norma baru yang menjadi haknya DPR,” katanya.

Sekjen Partai Gelora ini menilai, MK justru semakin menciptakan demokrasi menjadi lebih substatif dan prosedural, membuat prilaku pemilih menjadi pragmatis dan permisif, biaya politik makin tinggi dan menyuburkan praktik korupsi. Sehingga bisa merusak, budaya politik dan demokrasi itu sendiri.

“Kita harus evaluasi perjalanan selama 25 tahun ini. Kita harus dudukan lembaga yang ada pada tupoksinya, tidak seperti sekarang carut-marut sampai ada lembaga membajak kewenangan lembaga lain. Semua regulasi harus kita harmonisasi dan konsolidasi,” tegasnya.

Keberadaan MK Bakal Dievaluasi

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan, DPR akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang, karena terlalu banyak urusan yang dikerjakan, padahal bukan menjadi urusan MK.

“Jadi nanti kita evaluasi posisi MK-nya, karena memang sudah seharusnya kita mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketetanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK,” kata Doli.

Contohnya misalkan soal sengketa pemilu, terutama pilkada yang juga ditangani MK. Padahal judul lembaganya adalah Mahkamah Konstitusi, tugasnya adalah merewiew UU yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi juga masuk pada hal-hal teknis.

“Disamping itu banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya pemerintah dan DPR, tapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ke-3. Meminjam istilahnya Pak Mahfuz, MK ini melampaui batas kewenangannya,” ujarnya.

DPR, lanjut politisi Partai Golkar ini, juga akan melakukan perubahan hirarki tata urutan peraturan perundang-udangan, karena keputusan MK ini suka atau suka bersifat final dan mengikat.

“Akibatnya putusan MK memunculkan upaya politik dan upaya hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis seperti halnya dengan putusan kemarin. Tetapi ketika DPR mau mendudukkan yang benar sesuai undang-undang, muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan. Karena itu, kita perlu melakukan penyempurnaan semua sistem, baik pemilu, kelembagan dan katetanagaraan” katanya.

Sedangkan pengamat politik Muhammad Qodari mengatakan, panasnya hubungan antara MK dan DPR hingga menyebabkan turbulensi politik, bukan hanya sekedar menerima atau menolak putusan MK soal ambang batas pencalonan di Pilkada.

“Tetapi DPR sudah jauh-jauh hari sudah banyak menolak putusan MK, karena MK itu yudikatif, tapi kerjanya legislatif. Ini berbahaya, bisa menimbulkan situasi anarkis. Karena memang konstitusi kita menyebutkan pembuat undang-undang itu pemerintah dan DPR, bukan MK,” kata Qodari.

Jika MK masih seperti ini, Qodari mengusulkan agar keberadaan Mahkamah Konstitusi dibubarkan, atau di dalam konstitusi ditulis, bahwa pembuat undang-undang itu MK, bukan DPR atau pemerintah.

“Putusan MK jadinya kayak TAP MPR, padahal MK bukan lembaga tertinggi negara, dan juga lembaga tinggi yang dipilih rakyat. Karena itu, ini menjadi gawat menimbukan turbulensi seperti sekarang,” katanya.

Direktur Eksekutif IndoBarometer ini menambahkan, turbulensi politik semakin-makin menjadi-jadi karena pelaksanaan Pilkada digelar menjelang penyusunan kabinet pada Oktober mendatang.

“Kalau Pilkadanya sebelum penyusunan kabinet atau jauh-jauh hari, tidak akan ada gejolak atau turbulensi, . mana ada di pilkada sebelumnya. Ini akibat efek dari pelaksanaan Pemilu seretak, dimana Pileg dan Pilpres dilakukan bersamaan dan berdekatan dengan Pilkada,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua KPU RI Periode 2021-2022 Ilham Saputra mengatakan, putusan MK soal ambang batas pencalonan kepala daerah ini sebagai keputusan di luar batas, meskipun putusan tersebut, mendapatkan dukungan dari masyarakat.

“Saya ingin menggaris bawahi pernyataan Bang Doli, sebenarnya evaluasi penyelenggaraan Pilkada ini sudah jauh-jauh hari sudah dilakukan pemerintah dan DPR. Sistem Pemilu, termasuk Pilkada memang harus dievalusi,” kata Ilham.

Evalusi tersebut, lanjutnya, perlu segera dilakukan jika melihat kondisi penyelenggaraan pemilu dan kondisi di masyarakat sekarang. Namun, evaluasi pemilu tidak harus dengan mengganti undang-undang setiap selesai pemilu.

“Evalusi itu tidak harus bongkar pasang ganti undang-undang setiap selesai pemilu. Pemilu itu pemikirannya harus demokratis, bersih, penyelenggaranya profesional mandiri, sesuai konstitusi dan lain-lain. Kalau sekarang tidak jelas, sehingga banyak menimbulkan komplain di masyarakat,” pungkasnya.

Partai Gelora Resmi Dukung Airin-Ade Maju di Pilgub Banten

Partaigelora.id-Pasangan calon gubernur dan calon Wakil Gubernur Banten Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi resmi mengantongi rekomendasi dari Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia untuk maju pada pemilihan gubernur (Pilgub) Banten 2024.

Hal itu ditandai dengan penyerahan Surat Keputusaan (SK) B1KWK yang diserahkan langsung Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta didampingi Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah kepada Airin Rachmi Diany di Gelora Media Center, Jakarta pada Minggu (25/8/2024) malam.

“Partai Gelora sudah memberikan rekomendasi dukungan kepada Airin Rachmi Diany maju di Pilgub Banten. Kita sudah mendukung, tidak hanya PDIP dan Golkar,” kata Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora usai penyerahan SK Pilkada kepada pasangan Ridwan Kamil di Gelora Media Center, Jakarta, Selasa (27/8/2024).

Menurut Anis Matta, dalam kontestasi Pilkada 2024 terdapat fleksibilitas yang cukup tinggi, sehingga semua pihak di Koalisi Indonesia Maju KIM) Plus tidak mempermasalahkan, soal gugatan Partai Gelora yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada.

“Nggak, nggak ada teguran dari KIM ke Gelora. Kita tetap solid, KIM tetap solid,” ujarnya.

Ia juga pun mencontohkan berbeloknya Partai Golkar mendukung Airin Racmi Diani maju sebagai cagub Banten, padahal sebelumnya mendukung pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah yang diusung KIM Plus.

“Bahkan misalnya kita lihat sekarang Partai Golkar juga berbalik lagi dukung bu Airin, kita juga dukung bu Airin di Banten. Jadi tidak ada masalah,” jelasnya.

“Seperti yang dikatakan Pak Prabowo, disini ada kelenturan, fleksibilitas, karena dinamikanya tidak mungkin untuk dipaksakan,” pungkasnya.

Elektabilitas Airin Lebih Unggul

Sementara itu, Sekretaris DPW Partai Gelora Banten Junaidi Fajri, rekomendasi tersebut diberikan lantaran elektabilitas Airin yang unggul di masyarakat Banten dibandingkan pasangan lain.

Hal ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong Partai Gelora memberikan dukungan penuh kepada pasangan Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi di Pilkada Banten 2024.

Selain itu, prestasi gemilang yang telah diraih Airin selama menjabat Wali Kota Tangerang Selatan dan Ade Sumardi selama menjadi Wakil Bupati Lebak juga semakin mengukuhkan keduanya sebagai sosok yang kapabel dan layak memimpin Provinsi Banten.

“Dukungan terhadap Ibu Airin dan Pak Ade semakin menguat dengan adanya banyak dukungan dari masyarakat Banten. Mereka meyakini bahwa Airin-Ade adalah sosok yang tepat untuk membawa Banten lebih sejahtera,” ujarnya.

Usai mendapatkan dukungan dari Partai Gelora, Arin Rachmi Diany menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh Partai Gelora.

“Dukungan dari Partai Gelora ini merupakan suntikan semangat bagi saya dan Pak Ade untuk terus berjuang membangun Banten yang lebih baik,” ujar Airin.

Airin mengatakan dukungan Partai Gelora ini merupakan bentuk sinergi antar partai Politik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Banten.

Ia berharap dukungan ini dapat menjadi momentum bagi seluruh elemen masyarakat Banten untuk bersatu padu mewujudkan Banten Maju Bersama.

Pasangan Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi maju di Pilkada Banten 2024 diusung oleh PDIP, Partai Golkar, Partai Gelora dan Partai Buruh. Pasangan Airin-Ade resmi dideklarasikan di ICE BSD, Tangerang Selatan pada Minggu (25/8/2024).

Partai Gelora Resmi Dukung RK-Suswono di Pilkada Jakarta, Anis Matta: Jakarta Mengajarkan Politik itu Seharusnya Menyatukan

Partaigelora.id-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia secara resmi menyerahkan surat rekomendasi B1KWK kepada pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RK-Suswono) maju di pemilihan gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Jakarta 2024, Selasa (27/8/2024).

Rekomendasi tersebut, diserahkan langsung oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta kepada pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) Jakarta dengan singkatan Rido dan tagline Jakarta Baru, Jakarta Maju itu.

“Alhamdulillah, hari ini kita telah menyatakan dukungan kita secara resmi kepada pasangan Rido (Ridwan Kamil-Suswono,” kata Anis Matta di Gelora Media Center, Jakarta, Selasa (27/8/2024).

Anis Matta menambahkan pesan yang telah disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah saat deklarasi pasangan RK-Suswono oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024) lalu, yakni Jakarta telah mengajarkan satu makna dalam politik.

“Bahwa politik itu seharusnya menyatukan. Apa yang tidak bersatu di Pilpres, di Pilkada Jakarta ini bisa bersatu. Dan kalau kita bersatu, Insyaallah kita akan diridhoi oleh Allah SWT dan diberikan kemenangan,” tegasnya.

Menurut Anis Matta, Partai Gelora sejak awal mengusung politik rekonsiliasi, yang telah berhasil menyatukan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berseteru dalam dua kali Pilpres, pada 2014 dan 2019.

Sehingga Pilpres 2024 yang diikuti tiga pasangan calon itu, menjadi Pilpres yang paling damai dan berlangsung satu putaran saja.

“Semua damai berkat rekonsiliasi. Rekonsiliasi itu adalah makna dari politik yang selalu menyatukan. Sehingga ketika kampanye untuk memenangkan pasangan Rido, kita harus selalu mengedepankan makna politik yang menyatukan,” katanya.

“Jadi kita semuanya adalah satu keluarga besar. Yang kita pilih ini, hanyalah kepala rumah tangga dan wakil kepala rumah tangga. Maka ketika pemilihan selesai, kita harus kembali sebagai keluarga,” imbuhnya.

Anis Matta menegaskan, Ridwan Kamil akan menjadikan Jakarta sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta akan menjadikan Jakarta sebagai contoh pemerataan keadilan sosial di Indonesia.

“Mudah-mudahan inilah yang akan menjadi model bagi Indonesia, menjadi lima besar dunia. Karena Jakarta menjalankan makna politik yang menyatukan. Dengan bersatu, kita diridhoi Allah SWT,” katanya.

Menu Solusi Jakarta

Sedangkan Ridwan Kamil dalam sambutannya, mengatakan, pasangan Rido akan memberikan menu-menu solusi dalam mengatasi permasalahan di Jakarta dalam 5 tahun ke depan apabila diberikan mandat untuk memimpin Jakarta.

“Kita akan mewujudkan masyarakat yang adil makmur melalui suasana adem dalam politik. Sebab, Jakarta sekarang menuju kota global, sehingga butuh lompatan besar. Kita sudah siapkan program-programnya” kata Ridwan Kamil.

Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil mengatakan, telah menyiapkan program infrastruktur besar untuk menahan banjir di utara Jakarta dan menjadikan Kali Ciliwung seperti sungai di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

“Kita juga akan menyelesaikan banjir di selatan Jakarta. Kita akan bicara pengembangan aglomerasi, karena 4 juta warga yang malam hari tidak tinggal di Jakarta, tapi siang hari bekerja di sini,” katanya.

Sebagai mantan kepala daerah di Jawa Barat, bersama Suswono, yang merupakan mantan Menteri Pertanian di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan memberikan kemaslahatan untuk masyarakat Jakarta.

“Jadi ini kombinasi yang sempurna. Kombinasi usia, keilmuan dan pengalaman dalam memimpin pemerintah daerah dan pusat. Dimensi kami semua terwadahi, kapasitas kami berdua punya kapasitas dalam membangun Jakarta secara merata,” ujarnya.

Pasangan Rido ini, kata Kang Emil, mempunyai prinsip DKI. Yakni konsep ‘D’ adalah disentralisasikan anggaran di RW melalui program satu arsitek per kecamatan, sehingga semua Jakarta rapi.

Kemudian konsep ‘K’ adalah kolaborasi, dimana sebagai pengambil kebijakan akan melibatkan para pelaku kepentingan dalam setiap keputusan.

“Terakhir adalah konsep ‘I’ adalah inovasi. Saya sudah membuktikan selama 10 tahun menjadi kepala daerah, menghadirkan dari yang tidak ada menjadi ada dengan political will,” katanya.

Sementara Suswono mengatakan, Kang Emil selaku cagub Jakarta telah merancang lebih dari 70 program untuk Jakarta. Karena itu, sebagai cawagubnya, ia akan menyukseskan program-program tersebut.

“Sebagai wakil gubernur tentu saja saya sifatnya mensupport untuk mensukseskan agar apa yang digagas oleh Kang Emil semua terealisasi. Karena Kang Emil ini masih muda gasnya kenceng, saya ini remnya. Lebih dari 70 program yang dibuat Kang Emil akan membawa maslahat bagi Jakarta,” kata Suswono.

Seperti program penataan Kota Jakarta, dimana Jakarta telah dinobatkan sebagai kota terpolusi nomor 3 di dunia, maka arsitektur kotanya akan digabungkan dengan penanaman mohon untuk menekan polusi udara.

“Kita juga akan menangani persoalan pangan di Jakarta, misalkan membuatkan RPH modern. Kemudian juga kita akan meminta Garuda memberikan insetif untuk pengiriman Sapi dari NTB dan NTT, supaya transportanya lebih mudah dan murah ke Jakarta, sehingga kita bisa mendapatkan daging segar,” katanya.

Selain itu, kata Suswono, Asosiasi Warteg siap mendukung program makan gratis pasangan Rido, yang diberi nama program Warteg.

“Banyak saudara-saudara saya yang satu kampung siap mendukung program Warteg. Warteg ini sudah siap akan mendukung Rido, nanti akan ada makan gratisan. Mudah-mudahan ini bisa terwujud. Semua gagasan kami gagasan besar dan bagus untuk Jakarta,” pungkasnya.

Dalam penyerahan SK Pilkada kepada pasangan Ridwan Kamil-Siswono ini dihadiri Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik, para ketua bidang DPN, Ketua DPW Jakarta Triwisaksana dan fungsionaris Partai Gelora.

Partai Gelora Usung Andi Sudirman-Fatmawati dan Ruksamin-Sjafei Kahar di Pilgub Sulsel dan Sultra

Partaigelora.id-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta secara resmi mengusung pasangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi dan pasangan Ruksamin-LM Sjafei Kahar di Pilkada 2024 Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Tenggara (Sultra).

Hal itu ditandai dengan penyerahan Surat Keputusaan (SK) B1KWK yang diserahkan langsung Ketua Umum partai Gelora Anis Matta kepada kedua pasangan tersebut, di Gelora Media Center, Jakarta, Sabtu (24/8/2024) malam.

Dalam penyerahan rekomendasi itu, Anis Matta didampingi Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.

Sedangkan pasangan Andi Sudirman Sulaiman didampingi Ketua DPW Sulsel Syamsari Kitta, sedangkan pasangan Ruksamin-LM Sjafei Kahar didampingi Ketua DPW Sultra Tumaruddin.

Dalam penyerahan itu, Andi Sudirman tampak mengenakan baju kemeja lengan pendek berwarna biru langit khas Partai Gelora sedangkan Fatmawati mengenakan pakaian serba hitam.

Sementara Ruksamin terlihat mengenakan kemeja putih, sedangkan LM Sjafei mengenakan t-shirt putih dikombinasikan dengan jaket berwarna putih.

Dalam SK B1KWK Andi Sudirman diusung sebagai calon gubernur (cagub), sedangkan Fatmawati sebagai calon wakil gubernur (cawagub) di pemilihan gubernur (Pilgub) Sulsel. Sebaliknya, Ruksamin diusung sebagai cagub dan Sjafei Kahar sebagai cawagub Sultra.

Pasangan Andi Sudirman-Fatmawati diusung 9 partai. Selain Partai Gelora, diusung Partai Gerindra, Nasdem, Golkar, Demokrat, PAN, Hanura, PKS dan PSI. Sementara pasangan Ruksamin-LM Sjafei Kahar didukung Partai gelora dan PBB.

Wakil Ketua Bidang Pengembangan Kepemimpinan DPN Partai Gelora, Irwan mengatakan, alasan Partai Gelora mengusung pasangan Andi Sudirman-Fatmawati, karena mengingat kerja nyata yang telah dilakukan semasa menjabat dahulu.

Andi Sudirman, kata dia, dikenal sebagai salah satu sosok pemimpin yang berkinerja baik .Irwan mengatakan ada sejumlah kerja nyata yang telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Sulsel.

“Di antaranya pembangunan sejumlah jalan di Sulsel seperti ruas Pattalassang di Gowa dan sebagainya, penyelesaian pembangunan Masjid Kubah 99 Asmaul Husna, dan lainnya,” katanya.

Selain itu, Partai Gelora juga mempertimbangkan prestasi yang diraih Andi Sudirman. Kemudian sosok Sudirman yang dinilai merakyat dan dekat dengan masyarakat.

Sementara Ketua DPW Partai Gelora Sultra Tumaruddin, mengatakan, alasan mengusung pasangan Ruksamin-LM Sjafei karena Partai gelora bisa berkoalisi dengan PBB pasca putusan MK Nomor 60 tentang syarat pencalonan dukung Pilkada.

Di mana dari hasil pemilu legisltif 2024 lalu di Sultra, Partai Gelora memiliki 12.933 (0,86) persen suara sah. Sedangkan PBB memiliki 144.057 (9,62) persen. Jika digabungkan suara dukung mencapai 156.990 suara.

Sementara syarat pengusung calon di Pilgub Sultra 2024 berdasarkan putusan MK nomor 60 tahun 2024, adalah sebanyak 149.798 suara sah

“Kalau digabungkan suara sah Partai Gelora dan PBB maka memenuhi syarat jumlah suara sah untuk mengusung Pilgub,” kata Tumaruddin.

Tumarudin menyampaikan keputusan mendukung Ruksamin-Sjafei Kahar melihat rekam jejak kedua politisi ini saat masih menjabat kepala daerah.

“Apalagi sosok Ruksamin dan Sjafei Kahar mewakili figur kedaerahan. Dan masing-masing punya track record bagus saat Ruksamin Bupati di Konawe Utara, sementara Sjafei bupati Buton,” jelasnya.

Terlepas Ubah Aturan Pencalonan Pilkada, Fahri Hamzah: Putusan MK Mengakomodir Kepentingan Rakyat Banyak

Partaigelora.id-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 telah menimbulkan ketidakpastian hukum, akibat membuat Ultra Petita baru.

Sebab, MK menghapus ambang batas (treshold) syarat pencalonan kepala daerah, yaitu 20% kursi dan atau 25% suara, atas sesuatu yang tidak dimohonkan Partai Gelora selaku penggugat.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora mengatakan, permohonan uji materiil UU Pilkada yang diajukan Partai Gelora bertujuan mengakomodasi suara rakyat ketika rakyat mencoblos di pemilu, maka suaranya menjadi bermakna.

“Selama ini yang boleh mengajukan calon ini hanya partai yang punya kursi (DPRD), sekarang yang tidak punya kursi pun bisa mengajukan calon, sejauh persentasenya dicukupkan,” kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Kamis (22/8/2024).

Karena itu, Fahri menyebut kalau keputusan MK, tersebut bagus, akomodasi bagi kepentingan rakyat banyak. Ia juga menegaskan bahwa gugatan ini tidak terkait dengan calon tertentu, tapi bagian dari akomodasi terhadap suara rakyat pemilih Partai Gelora.

“Saya kira karena gugatan ini baru bulan Juni, bulan lalu menjelang pilkada, karena kita ingin sebagai partai yang penting rakyat memilih kita maka seharusnya suaranya dihitung,” pungkas politisi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Seperti diketahui, MK melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) syarat pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah di Pilkada.

Dalam putusannya MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.

Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora Indonesia itu di Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusional Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Dalam pasal itu, partai politik yang bisa mengajukan calon hanya yang memiliki kursi di DPRD wilayah tersebut.

Sedang pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusional yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1).

Dengan demikian, MK memutuskan Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijabarkan MK.

MK Memutuskan Hal yang Tidak Dimohonkan

Partaigelora.id-Pada Selasa (20/8/2024), Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait uji materi Undang-undang (UU) Pilkada yang dimohonkan oleh Partai Buruh dan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia.

MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

“Kami menghargai putusan MK soal ini yang memberikan kesempatan pada partai yang tidak punya kursi (non seat) untuk mencalonkan,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora dalam keterangannya, Rabu (21/8/2024).

Selama ini, kata Mahfuz, hanya partai politik yang punya kursi di DPRD yang bisa mencalonkan, sementara yang tidak punya kursi, tidak bisa.

“Sekarang yang tidak kursi juga dikasih kesempatan. Kami menyampaikan apresiasi putusan MK soal ini,” katanya.

Namun, dalam putusannya, MK yang mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian, justru memutuskan norma baru pengaturan persyaratan pendaftaran calon kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.

Mahfuz mengatakan, Partai Gelora sebagai salah satu pihak pemohon menyikapi putusan tersebut. Partai Gelora menyampaikan 5 sikap terhadap putusan MK itu.

Pertama menerima putusan MK tentang dihapusnya ketentuan dalam UU Pemilihan Kepala Daerah pasal 40 ayat 3 yang mengatur bahwa pengusulan pasangan calon kepala daerah “hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di DPRD”.

“MK menyatakan hal ini bertentangan dengan konstitusi. Hal ini adalah pokok materi gugatan dari Partai Gelora,” kata Mahfuz.

Kedua, Partai Gelora ⁠mempertanyakan putusan MK yang menghapus ketentuan ttg ambang batas (treshold) syarat pencalonan kepala daerah, yaitu 20% kursi dan atau 25% suara.

Kemudian MK membuat norma pengaturan baru ttg syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai. “Hal ini sama sekali tidak ada dalam permohonan uji materi,” katanya.

Ketiga Partai Gelora menilai bahwa MK telah melakukan tindakan Ultra Petita dengan memutus obyek perkara yang tidak diajukan oleh pemohon (pada pasal 40 ayat 1 UU Pilkada).

“Keempat ⁠pengaturan norma baru oleh MK ttg persyaratan pencalonan kepala daerah menimbulkan ketidakpastian hukum baru,” katanya.

Kelima, dalam menyikapi putusan MK yang membuat Ultra Petita baru tersebut, hingga menimbulkan ketidakpastian hukum, Partai Gelora mendorong DPR melakukan langkah-langkah legislasi.

“Menyikapi putusan MK tersebut, yang kami nilai Ultra Petita dan menimbulkan ketidakpastian hukum, maka Partai Gelora mengusulkan agar DPR RI dan KPU RI melakukan langkah-langkah legislasi segera,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Partai buruh dan Partai Gelora mengajukan permohonan uji materi pasal 40 Ayat 1 UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU (Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 130, tambahan Lembaran Negara RI No5898 terhadap UUDNRI 1945.

Permohonan uji materi disampaikan ke MK pada tanggal 20 Mei 2024, dengan menunjuk Said Salahudin MH dan Imam Nasef SH, MK dkk sebagai kuasa hukum.

Permohonan tersebut, mendapatkan tanda terima bernomor NO.68-1/PUU/PAN.MK/AP3. Diterima Rifqi Setiadi petugas pendaftaran perkara di MK pada Selasa, 21 Mei 2024 pukul 13.53 WIB.

MK Kabulkan Gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora Bisa Usung Kepala Daerah Meski Tak Punya Kursi di DPRD

Partaigelora.id-Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Ketua MK Suhartoyo yang membacakan Amar Putusan tersebut menyampaikan Mahkamah mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian.

Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

“Mahkamah menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur,” kata Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

Adapun isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu ialah:

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.

“Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” ucap hakim MK Enny Nurbaningsih.

“Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” sambungnya.

MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.

“Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016,” ucapnya.

Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Fahri Hamzah Titip Pesan kepada Ridwan Kamil untuk Tidak Tergoda Politik 2029 Saat Memimpin Jakarta

Partaigelora.id- Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengucapkan terima kasih kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), serta Partai Gerindra karena telah mengusung pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RK-Suswono) maju dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) 2024.

“Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Prabowo Subianto dan Pak Jokowi yang telah melakukan satu terobosan politik yang besar untuk membangun rekonsiliasi nasional,” kata Fahri Hamzah saat Deklarasi Ridwan Kamil-Suswono di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (19/8/2024).

Menurut Fahri, pasangan RK-Suswono yang diusung 12 partai politik (parpol) Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus diharapkan juga dapat bersatu di masa akan datang. Sehingga keinginan untuk bersatu harus diutamakan demi kepentingan bangsa daripada bercerai-berai.

“Saya berbicara ini, tidak lain dan tidak bukan adalah karena dua anak bangsa (Prabowo dan Jokowi) yang dua kali bertempur dalam pemilu yang berdarah-darah, rela untuk melepaskan semua keegohannya dan bersatu menyusun kekuatan besar bangsa ini yang bercerai-berai,” katanya.

“Dalam rekonsiliasi dan akhirnya memenangkan pemilu presiden dan wakil presiden, mengantarkan menjadi presiden kita yang akan datang dalam membangun rekonsiliasi besar itu. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Prabowo dan Jokowi, hingga akhirnya Jakarta menjadi Jakarta baru dan insya Allah akan menjadi Jakarta Maju,” sambungnya.

Fahri juga menyampaikan terima kasih kepada Partai Gerindra yang telah mencalonkan RK-Suswono sebagai calon gubernur dan wakil gubernur di Pilgub Jakarta, meskipun keduanya bukan kader Gerindra.

“Kedua saya ucapkan kepada teman-teman Partai Gerindra yang pada pencalonan di DKI ini, tidak ada calonnya dari Partai Gerindra, tapi berhasil membesarkan koalisi yang sudah terbentuk pada masa yang lalu, dengan semakin banyak partai,” katanya.

Kemudian semuanya bergabung mendukung Ridwan Kamil dari Partai Golkar, dan Suswono dari PKS dalam Pilgub Jakarta 2024 yang sebelumnya secara politik berseberangan di Pilpres 2024 lalu.

“Dalam pilkada kali ini, saya ingin menyatakan pandangan dari Partai Gelora, bahwa sebaiknya dengan adanya rekonsiliasi ini, sebenarnya Jakarta tidak memerlukan Pilkada. Harusnya kita bisa aklamasi untuk memilih pasangan ini,” tegasnya.

Sebab, pengusungan pasangan RK-Suswono oleh koalisi besar adalah bentuk kelanjutan rekonsiliasi dan keinginan kuat untuk bersatu pasca Pilpres 2024.

“Tadi Pak RK mengatakan singkatan-singkatan bagi calon kita ini, ada yang bilang Ridho, ada yang bilang Rawon, tapi saya liat ada rindu di sini. Rindu dari penduduk Jakarta yang melihat gubernurnya itu tidak fokus melaksanakan tugas-tugas sebagai gubernur Jakarta tapi lebih sibuk berpolitik dan bahkan berkompetisi dengan pemerintah pusat,” kata Fahri.

Fahri menegaskan gubernur memiliki tugas untuk meneruskan kebijakan dan program pemerintah pusat di tingkat daerah. Menurutnya, gubernur merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat.

“Gubernur menurut undang-undang kita dan menurut sistem pemerintahan kita adalah kepanjangan tangan dari presiden RI, dari pemerintah pusat. Tugasnya adalah menjadi pelaksana agenda pusat,” kata Fahri.

Namun, Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 itu menilai gubernur Jakarta sebelumnya memiliki kepentingan pribadi yang berbeda dengan pusat. Dia menganggap kinerja gubernur sebelumnya perlu diperbaiki.

“Kalau gubernur seperti masa yang lalu punya agenda sendiri, banjir tidak tertangani, polusi semakin parah, kebersihan kota semakin hancur dan isu-isu lokal yang menjadi hak warga Jakarta terabaikan. Jadi ini tolong dicamkan,” katanya.

Fahri meminta agar Ridwan Kamil tidak tergoda seperti gubernur Jakarta sebelumnya, Anies Baswedan karena KIM akan mengusung Prabowo Subianto selama dua periode.

“Jadi saya minta anda tidak tergoda, karena godaan yang kuat untuk mengambil celah ini. Kami terus terang di Koalisi Indonesia Mau menginginkan agar Pak Prabowo jadi presiden dua periode,” katanya.

Fahri menambahkan, dengan kemampuan Ridwan Kamil sebagai seorang arsitek dan kurator Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, ia yakin mantan Gubernur Jawa Barat itu akan memimpin transformasi Jakarta menjadi kota bisnis dan kota maju.

“Banyak jejak perjuangan di sini yang harus menjadi ingatan kita bersama sebagai bangsa Indonesia. Mudah-mudahan momen rekonsiliasi terus dilanjutkan dan kepemimpinan Indonesia akan menjadi superpower baru, menjadi pemain global,” pungkasnya.

Pasangan Ridwan Kamil-Suswono diusung oleh 12 parpol, yakni 7 parpol KIM (Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, PSI, Partai Gelora dan Partai Garuda), serta 5 parpol Plus (PKS, Partai NasDem, PKB, PPP dan Perindo).

KIM Plus Deklarasikan Pasangan RK-Suswono Maju di Pilgub Jakarta 2024

Partagelora.id – Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Suswono resmi dideklarasikan maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta setelah diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Tak tanggung-tanggung, RK-Suswono langsung diusung koalisi besar yang terdiri dari 12 partai. Yakni 7 parpol KIM (Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, PSI, Partai Gelora dan Partai Garuda), serta 5 parpol Plus (PKS, Partai NasDem, PKB, PPP dan Perindo).

Koalisi ini mengambil nama Koalisi Jakarta Baru, Jakarta Maju, sesuai slogan yang diusung RK-Suswono untuk Pilkada 2024.

“Kami berdua menghaturkan terima kasih atas segala dukungan sampai ke panggung detik ini yang semua mencermati, sangat-sangat tidak mudah,” ujar Ridwan Kamil usai deklarasi di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).

Dalam sambutannya, RK menyatakan akan melanjutkan program-program gubernur Jakarta terdahulu yang dinilai baik, mulai dari program-program dari zaman Heru Budi Hartono, Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, hingga yang telah dilakukan oleh Joko Widodo saat masih di Jakarta.

“Semua punya jejak, prestasi, dan kebaikan. Jika, hal itu baik akan kami lanjutkan dan pertahankan. Jika, masih kurang kami akan sempurnakan,” ujar RK.

Pasangan dengan akronim Rido atau Rawon ini berjanji akan menyelesaikan sejumlah masalah yang telah menghantui Jakarta, mulai dari krisis iklim global yang berujung banjir hingga urusan polusi dan kemacetan abadi.

RK juga menyinggung soal sejumlah masalah yang diakibatkan oleh kepadatan di Jakarta. “Tipikal kota besar, isunya adalah pekerjaan. Stres karena mobilitas yang tidak produktif. Rumah dan tempat kerja mungkin terlalu berjauhan,” kata suami Atalia Praratya.

Tak hanya itu, RK berjanji akan menghadirkan sebanyak mungkin ruang terbuka hijau. Dia ingin anak-anak di Jakarta tidak menghabiskan masa kecil mereka di mal dan pusat perbelanjaan saja.

“Saya betul-betul akan kerja keras karena saya punya anak kecil, saya tidak mau anak-anak di Jakarta bahagianya hanya di shopping mall,” lanjut dia.

Kedekatan dengan Pusat Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka tampak hadir dalam acara deklarasi RK-Suswono. Gibran tidak bicara banyak dan hanya tersenyum saat namanya disebut oleh RK yang berada di atas panggung.

“Kami sangat bahagia ada Mas Gibran di sini, karena dengan UU yg baru, Wapres RI diberi tugas untuk mengoordinasikan aglomerasi Jakarta dan sekitarnya,” ujar Ridwan Kamil.

Dia menekankan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Jakarta dengan Pemerintah Pusat, khususnya wapres, setelah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DJK) disahkan.

Berkaca dari pengalamannya menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, RK menilai ada banyak masalah yang akan lebih mudah diselesaikan melalui kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia yang hadir dalam deklarasi RK-Suswono menyindir gubernur pendahulu yang dianggap sibuk berkompetisi dengan pemerintah pusat alih-alih mengurus Jakarta sebagai ibu kota.

Menurut Fahri, masyarakat Jakarta rindu dengan pemimpin yang fokus melayani warganya. “Tadi Pak RK mengatakan singkatan-singkatan bagi calon kita ini, ada yang bilang Ridho, ada yang bilang Rawon, tapi saya liat ada rindu di sini. Rindu dari penduduk Jakarta yang melihat gubernurnya itu tidak fokus melaksanakan tugas-tugas sebagai gubernur Jakarta tapi lebih sibuk berpolitik dan bahkan berkompetisi dengan pemerintah pusat,” kata Fahri.

Fahri menegaskan gubernur memiliki tugas untuk meneruskan kebijakan dan program pemerintah pusat di tingkat daerah. Menurutnya, gubernur merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat.

“Gubernur menurut undang-undang kita dan menurut sistem pemerintahan kita adalah kepanjangan tangan dari presiden RI, dari pemerintah pusat. Tugasnya adalah menjadi pelaksana agenda pusat,” kata Fahri.

Namun, eks Wakil Ketua DPR itu menilai gubernur Jakarta sebelumnya memiliki kepentingan pribadi yang berbeda dengan pusat. Dia menganggap kinerja gubernur sebelumnya perlu diperbaiki.

“Kalau gubernur seperti masa yang lalu punya agenda sendiri, banjir tidak tertangani, polusi semakin parah, kebersihan kota semakin hancur dan isu-isu lokal yang menjadi hak warga Jakarta terabaikan. Jadi ini tolong dicamkan,” katanya.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X