Partaigelora.id – Kampanye akbar yang merupakan kampanye pamungkas pasangan 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2024), dihadiri ratusan ribu massa. Massa terlihat hadir memadati kawasan GBK, di dalam maupun di luar stadion.
Massa terus berdatangan semakin siang, hingga kawasan GBK dipenuhi lautan manusia. Akibat kepadatan massa yang terus membludak tersebut, kampanye pamungkas Prabowo-Gibran ini akhirnya dimajukan dari jadwal sebelumnya.
Jadwal kegiatan puncak kampanye akbar Prabowo-Gibran semestinya dilakukan pada pukul 15.00 WIB. Namun, satu jam sebelumnya, acara puncak kampanye akbar itu telah dimulai dengan pidato Prabowo.
Prabowo naik ke atas panggung kampanye sekitar pukul 14.00 WIB. Di atas panggung, capres nomor urut 2 itu langsung membacakan pidato dengan berapi-api untuk membakar semangat massa yang hadir di tengah teriknya matahari.
Dalam pidatonnya, Prabowo mengucapkan terima kasih kepada sejumlah tokoh yang datang. Di antara para tokoh itu, terdapat Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Lalu, ada Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, serta para ketua umum partai politik lainnya, dan lain-lain.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, antusias masyarakat dalam menghadiri kampanye akbar Prabowo-Gibran di GBK luar biasa. Massa membludak di mana-mana, dan terus berdatangan membanjiri GBK.
“Alhamdulillah kita sekarang berada dalam kampanye Pak Prabowo dan Mas Gibran. Seperti yang anda lihat di GBK, massa membludak, luar biasa,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (10/2/2024).
Menurut Anis Matta, hal ini membuat keyakinan dirinya semakin bertambah, bahwa pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran akan memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 pada 14 Pebruari mendatang.
“ini semua memberikan kita keyakinan, Insya Allah Pak Prabowo bersama Mas Gibran akan memenangkan Pilpres 2024. Dan bersamaan dengan itu, Insya Allah Gelora juga akan lolos ke Senayan,” tegas Anis Matta.
Seperti diketahui, Lembaga survei Media Survei Nasional (Median) merilis survei terbaru menjelang masa tenang Pilpres 2024, 4 hari sebelum pencoblosan pada 14 Pebruari 2024..
Median membagikan temuannya terkait elektabilitas partai peserta Pemilu 2024, termasuk Partai Gelora pada Sabtu (10/2/2024). Adapun data survei diambil pada 30 Januari-4 Februari 2024 dengan populasi survei seluruh warga yang memiliki hak suara.
Hasil survei Median menunjukkan, bahwa Partai Gelora berpotensi menembus Senayan. Median mencatat elektabilitas Partai Gelora terbaru mencapai 4 persen.
Survei lainnya, adalah hasil survei dari lembaga Survey and Polling Indonesia (SPIN) juga menyebutkan, bahwa Partai Gelora berpeluang tembus masuk ke Senayan dalam Pemilu 2024.
Partai Gelora, menurut SPIN, telah memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary treshold. Partai Gelora mendapatkan perolehan suara 4,1% dalam survei yang digelar dalam rentang waktu 5-8 Februari 2024.
Angka ini merupakan peningkatan dari data survei sebelumnya, yakni periode 28-31 Januari 2024. Saat itu, Partai Gelora mencatat elektabilitas 3,6%.
Dalam pengambilan sampel, SPIN melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Hasilnya, margin of error (MoE) kurang lebih 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95%.
Saat menghadiri kampanye akbar di Gelora Bung Karno, Anis Matta terlihat didampingi Bendahara Umum Partai Gelora Achmad Rilyadi, Ketua Bidang Seni dan Ekonomi Kreatif DPN Partai Gelora Deddy Mizwar, dan Ketua DPW Partai Gelora DKI Jakarta Triwisaksana dan Kepala Biro Gelora Media Centre Ahmad Sahal.
Juga hadiri para pengurus DPN lainnya, para calon anggota legislatif, para ketua DPD se- DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Dalam kampanye akbar pamungkas pasangan Prabowo-Gibran ini, Partai Gelora menghadirkan massa sekitar 5.000 orang.
Partaigelora.id – Dua lembaga survei merilis hasil survei terbaru menjelang masa tenang Pilpres 2024 atau empat hari sebelum hari pencoblosan pada 14 Pebruari 2024. Dua lembaga survei itu, memprediksi Partai Gelombang Rakyat (Gelora) lolos ke Senayan pada Pemilu 2024.
Kedua lembaga survei tersebut, adalah Lembaga survei Media Survei Nasional (Median) dan lembaga Survey and Polling Indonesia (SPIN). Mereka membagikan temuannya terkait elektabilitas partai peserta Pemilu 2024, pada Sabtu (10/2/2024).
Median dalam surveinya, menegaskan, bahwa Partai Gelora berpotensi menembus Senayan. Dalam survei diambil pada 30 Januari-4 Februari 2024 dengan populasi survei seluruh warga yang memiliki hak suara, itu Partai Gelora meraih 4 persen.
Dalam pemaparannya, peneliti senior Median, Ade Irfan Abdurrahman mengatakan, elektabilitas Partai Gelora mengalami kecenderungan naik menjelang pelaksana pemilu 14 Februari mendatang.
Meningkatnya elektabilitas Partai Gelora, menurutnya lebih disebabkan oleh kesadaran masyarakat terhadap janji dan program yang ditawarkan, seperti program kuliah gratis, peningkatan gizi ibu hamil, dan sebagainya.
“Beberapa program pro rakyat yang ditawarkan Gelora ternyata cukup tertanam masuk ke benak calon pemilih,” katanya.
Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka langsung terhadap 1.100 responden yang telah memiliki hak memilih. Margin of eror lebih kurang 2,95 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Hal senada disampaikan lembaga Survey and Polling Indonesia (SPIN) dalam suveinya. SPIN juga memprediksi Partai Gelora berpeluang tembus masuk ke Senayan dalam Pemilu 2024.
“Elektabilitas Gelora telah memenuhi ambang batas parlemen dan akan lolos ke parlemen pusat,” kata Igor Dirgantara, Direktur Eksekutif SPIN.
Menurut Igor, Partai Gelora mendapatkan 4,1% suara pemilih. , sementara Partai Gelora 4,1%. Angka ini merupakan peningkatan dari data survei sebelumnya, yakni periode 28-31 Januari 2024. Saat itu, elektabalitas Partau Gelora mencapai 3,6%.
Survei SPIN tersebut dilakukan dalam rentang waktu 5-8 Februari 2024, dengan menggunakan metode random digit dialing dan menggunakan bantuan kuesioner yang dilakukan oleh surveyor terlatih.
Dalam pengambilan sampel, SPIN melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Hasilnya, margin of error (MoE) kurang lebih 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95%.
Dengan demikian, dengan Partai Gelora dalam persentase parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4%, Median SPIN menyatakan, akan ada 10 partai yang lolos masuk ke Senayan dalam Pemilu 2024.
Berikut 10 elektabilitas partai politik terbaru menurut hasil survei Median:
Gerindra (20,4 persen)
PDIP (19,2 persen)
Golkar (10,0 persen)
PKB (9,0 persen)
Nasdem (7,1 persen)
PKS (5,8 persen)
Demokrat (4,3 persen)
PAN (4,2 persen)
PSI (4,2 persen)
Partai Gelora (4,0 persen)
Berikut 10 elektabilitas partai politik terbaru menurut hasil survei SPIN:
Partaigelora.id – Pernyataan calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang menyebut adanya jenderal mencla-mencle terkait arah dukungan di Pilpres 2024, kena ‘kick’ balik politisi Partai Gelora Fahri Hamzah.
Kata Fahri, Ganjar adalah petugas partai sehingga kesulitan menggunakan akal budinya secara merdeka.
“Ganjar itu petugas partai, jadi dia kesulitan menggunakan seluruh akal budinya secara merdeka,” kata Fahri Hamzah melalui keterangan tertulisnya, Jumat (9/2/2024).
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran itu lantas mempertanyakan kepada Ganjar terkait dukungan di Pilpres 2009 untuk Prabowo Subianto.
Menurut Fahri, pada 2009 lalu, eks Gubernur Jawa Tengah itu merupakan Tim sukses (timses) Prabowo Subianto.
“Kan bisa tanya Pak Ganjar, kenapa beliau dulu (Pilpres 2009) mendukung Pak Prabowo dalam tim sukses saat jadi wakil ibu Mega tahun 2009,” kata dia lagi.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu juga mengungkit Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mendukung Prabowo agar rekonsiliasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan Megawati juga sempat hadir saat Menteri Pertahanan atau Menhan Prabowo membangun patung Soekarno di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
“Ibu Mega mendukung Pak Prabowo dan Pak Jokowi rekonsiliasi dan menjadi Menteri Pertahanan, serta hadir di Kementerian Pertahanan untuk kegiatan yang dibuat oleh Pak Prabowo, termasuk ketika Pak Prabowo membangunkan Bung Karno patung berkuda di depan halaman Kemenhan,” jelasnya.
Sebelumnya, Ganjar Pranowo dalam sambutannya saat menghadiri deklarasi dukungan PP Polri, di De Tjolomadoe, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Rabu (7/2/2024) berbicara terkait adanya sikap mencla-mencle dari 3 orang jenderal.
Ganjar menyoroti pada Pemilu 2019, ada tokoh jenderal yang mengatakan untuk tidak memilih calon tertentu, karena latar belakangnya. Namun di Pilpres 2024 ini, mereka para jenderal tersebut berada di kubu calon tersebut.
“Dua pemilu lalu, jenderal bintang 4 mengatakan ‘dia saya yang mecat’, begitu katanya. Satu dalam diskusi kecil disampaikan, ‘bagaimana orang memilih itu, catatan sejarahnya begini psikologinya begini dan dipecat’. Itu mereka menyampaikan,” jelasnya.
“Bahkan satu lagi mengatakan, ‘hei pensiunan TNI, anda bodoh kalau milih orang yang kita pecat’. Dan tiga-tiganya orang yang ngomong itu sekarang berada pada kubu di sana,” sambung Ganjar lagi.
Bahkan, Ganjar terang-terangan menyebut nama para jenderal yang dimaksudnya adalah Jenderal (Purn) Wiranto, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, dan Jenderal (Purn) Agum Gumelar.
“Ada Pak Wiranto, ada Pak Agum, terakhir Pak Luhut kalau tidak salah menyampaikan dukungannya dan beliau-beliau ada rekamannya menyampaikan itu,” ungkapnya.
Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia optimistis bakal mendulang kesuksesan seperti Partai Demokrat, Partai Gerindra dan Partai Nasdem yang bisa langsung duduk di Senayan saat pertama kali mengikuti pemilu legislatif (Pileg) sebelumnya.
“Kalau kita merujuk ke sejarah pemilu legislatif pasca reformasi, tercatat ada tiga partai, yang ketika berdiri ikut pemilu dan langsung bisa duduk di Senayan, itu ada Partai Demokrat, Partai Gerindra dan kemudian Partai Nasdem. Dan Partai Gelora punya tren yang baik, mudah-mudahan akan memberikan kejutan dalam Pemilu 2024,” kata Mahfuz Sidik.
Hal itu disampaikan Mahfuz Sidik dalam Gelora Talk bertajuk ‘Menanti Kejutan Partai Baru pada Pemilu 2024’ , Rabu (7/2/2024). Diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif SPIN Igor Dirgantara dan Peneliti Ahli Utama BRIN Prof Dr Siti Zuhro.
Menurut Mahfuz, Partai Gelora sebenarnya memiliki ciri yang relatif sama dengan Demokrat, Gerindra dan Nasdem, yakni pada ceruk atau pasar yang sama.
“Tapi yang membedakan, Partai Gelora ini pasarnya atau kolamnya ini tidak sekedar dari kanan ke tengah. Dan perlu diingatkan, juga bahwa Partai Gelora ini dari unsur pimpinan pusat dan provinsi, hampir seluruhnya politisi senior yang pernah lolos ke Senayan,” katanya.
Karena itu, kata Mahfuz, meski pada saat pendirian berada dalam situasi Covid-19 dan tidak memungkinkan melakukan konsolidasi yang masif, Partai Gelora berhasil melalui situasi tersebut dan menjadi peserta Pemilu 2024.
“Partai Gelora punya satu kekuatan teritorial untuk menggerakkan mesin politik partai. Dari hasil survei, alhamdulillah ada tren kenaikan elektabilitas terus menerus,” katanya.
Mahfuz mengungkapkan, dari survei internal yang diadakan pertahun ada tren kenaikan signifikan. Pada tahun pertama elektabilitas masih sekitar 0,3 %, tahun kedua mencapai 1 %, tahun ketiga sudah mencapai 1,6 % dan memasuki tahun keempat sudah diangka 3 persen.
“Tren kenaikan elektabilitas ini, sebenarnya menujukkan kekuatan teritorial Partai Gelora terus berkembang, meski dengan berbagai keterbatasan. Tetapi komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan struktur dan para caleg kita berhasil membangun jaringan dibawah,” katanya.
Sehingga berbagai program unggulan Partai Gelora, termasuk narasi membangun Indonesia sebagai superpower baru, mulai diterima dengan baik oleh masyarakat.
Narasi Partai Gelora tersebut, juga sejalan dengan ide pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadikan Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045, sehingga memberikan coattail effect bagi Partai Gelora.
Hal inilah, yang kemudian menyebabkan, tren elektabilitas Partai Gelora naik terus menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
“Kami bersyukur selama tiga tahun trennya naik terus, sekarang sudah diatas 3 %. Sekarang pandangan mata kita, semua energi sedang kita fokuskan dalam beberapa hari ini untuk mencapai 4 %. Mudah-mudahan Partai Gelora akan memberikan kejutan di 2024, lolos ke Senayan,” pungkasnya.
Strategi Sudah Tepat
Sementara itu, Direktur Eksekutif lembaga Survei and Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan, strategi yang digunakan Partai Gelora agar tembus ke Senayan sudah tepat, melalui berbagai program yang disampaikan.
“Strategi Partai Gelora juga ada kesamaan dengan apa yang diampaikan Prabowo dalam pidatonya, bahwa Prabowo-Gibran dan koalisinya punya strategi transformasi bangsa ini, yang disebut superpower seperti dalam Pembukaan UUD 1945 ikut melaksanakan ketertiban dunia, dan ingin memerdekakan Palestina,” kata Igor.
Igor menegaskan, program Wajib Belajar 16 Tahun, termasuk di dalamnya kuliah gratis mendapatkan sambutan positif di masyarakat, termasuk program pemberantasan buta huruf baca Al’Qur’an.
“Jadi ketika ditanyakan ke responder, program apa yang paling anda ingat, programnya Partai Gelora, Wajib Belajar 16 Tahun. Kalau bahasanya Pak Anis Matta, kuliah gratis. Sebenarnya memperpanjang wajah belajar dari SD/SMP/SMA sampai 9 tahun jadi 16 tahun, ditambah kuliah gratis. Itu diingat masyarakat,” katanya.
Karena itu, menurut Igor, mudah sebenarnya bagi Partai Gelora untuk lolos ke Senayan dan melampaui ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4%, selain programnya diterima masyarakat, Partai Gelora juga mendapatkan coattail effect atau efek ekor jas skor tertinggi dari dukungan politik ke capres, selain Partai Gerindra dan PSI.
“Dari data survei kami terakhir yang belum kami publikasikan, elektabilitas Partai Gelora sudah 3,8 % dari sebelumnya 3,6 % pasca debat terakhir. Keyakinan kami, Partai Gelora mampu melewati ambang batas parlemen 4 %,” katanya.
Igor menjelaskan, pemilih loyal Partai Gelora terbanyak ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Sumatera Utara. “Dari data kami juga terkonfirmasi banyak pemilih partai lama akan memilih partai baru, Ini peluang bagi Partai Gelora, karena pemilih inginkan ada partai yang berbeda,” paparnya.
Selain itu, Direktur Eksekutif SPIN ini menambahkan, masyarakat mengetahui, bahwa program rekonsiliasi nasional antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto yang disuarakan pertama kali oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dan Wakil Ketua Fahri Hamzah juga mendapatkan respon positif.
“Program tentang rekonsiliasi itu menjadi daya tarik di masyarakat itu pertama kali di kumandangkan Pak Anis Matta, sehingga terjadilah rekonsiliasi Pak Jokowi-Pak Prabowo. Dan Pak Fahri Hamzah yang pertama kali menyebut nama Gibran untuk melanjutkan rekonsiliasi tersebut,” ujarnya.
Capaian Luar Biasa
Sedangkan Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro mengakui, capaian Partai Gelora dalam perpolitikan di Indonesia saat ini luar biasa.
Dimana pengelolaan manajemen organisasinya sangat modern, bukan bertumpu pada permodalan, tapi ditekankan pada kualitas seperti Parti ID, sehingga ada rasa saling memiliki diantara kader partai.
“Saya kira Partai Gelora akan menjadi partai modern, bukan partai dinasti, itu sudah kuno, sehingga partai politik akan menjadi showroomnya para politisi handal,” kata Siti Zuhro.
Ia yakin Partai Gelora akan menjadi partai yang paling matang ke depannya dalam membangun infrastruktur partai, apalagi dikuatkan dengan program pendidikan Wajib Belajar 16 tahun.
“Saya senang Gelora ini pro pendidikan, meskipun bentuk partainya religius nasionalis. Tapi saya sarankan agar Partai Gelora perlu ada benchmark baru seperti misalnya Golkar. Infratruktur yang terbangun sudah bagus, meski ceruk Golkar diambil dan partainya beranak-pinak, tetap nomor 2 atau 3,” katanya.
Siti Zuhro optimistis Partai Gelora akan lolos ke Senayan, meskipun persyaratan ambang batas parlemen 4 persen bagi partai baru tidak mudah. Namun, dengan ketokohan Anis Matta dan Fahri Hamzah, elektabilitas Partai Gelora naik terus.
“Syarat untuk lolos ambang batas yang 4 persen itu ada tiga syarat. Pertama adalah ketokohan, karena masyarakat Indonesia suka mengikuti tutur dari pimpinan. Kedua adalah segmen basis massa yang jelas, dengan ideologi Pancasila,” katanya.
Adapun syarat ketiga adalah modal. Namun, meski Partai Gelora memang tidak punya modal besar, tetapi komunikasi politik yang dilakukan Partai Gelora sangat efektif, bukan sekedar memberikan janji palsu kepada masyarakat.
“Ini yang harusnya dilakukan partai kita agar masyarakat tidak minta uang terus, sekarang saatnya mengubah organisasi partai, menjadi partai modern seperti yang dilakukan Partai Gelora, kualitasnya dulu dibangun, ini luar biasa,” katanya.
Sebelum menjadi partai, kata Siti Zuhro, pendirian Partai Gelora sudah disiapkan terlebih dahulu melalui sebuah organisasi masyarakat (ormas), ormas Garbi, seperti halnya ormas Nasdem milik Partai Nasdem.
“Sekarang bagi Partai Gelora tinggal memetakan ceruk-ceruk dukungannya melalui benchmark. Agar kehadiran partai Gelora memberikan makna kebaruan, di terima oleh pemilih muda, untuk mengantiisipasi bonus demografi. Benchmark ini misalnya, ketika nanti sudah duduk di legislatif, Partai Gelora tidak akan diam saja melihat kesulitan masyarakat ketika barang-barang naik dan seterusnya,” tegasnya.
Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, gagasan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden atau wapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tentang makan gratis bukan saja orisinil dan baru bagi Indonesia, tapi ini adalah gagasan yang strategis.
“Makanya dalam debat, sulit dibantah. Tak ada statement yang tegas dari kedua lawan debat untuk mengatakan tidak setuju,” kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Senin (5/2/2024).
Pernyataan Fahri yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Periode 2014-2019 ini mengomentari debat keempat Pilpres 2024 yang digelar KPU RI di JHCC, Jakarta, Minggu (4/2/2024) malam.
Tentang kritik capres 03 Ganjar Pranowo yang mengatakan, bahwa penanganan stunting terlambat dengan makan gratis, Fahri menilai kalau yang bersangkutan kurang memahami inti persoalan.
Inti persoalan anak-anak Indonesia adalah ‘kekurangan gizi kronis’, yang menyebabkan mereka mengalami stunting dan gizi buruk.
“Stunting merujuk pada pertumbuhan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya (pendek) dan gangguan perkembangan otak. Sedangkan gizi buruk merujuk pada pertumbuhan berat badan yang tidak sesuai usianya (kurus),” terangnya lagi.
Bagaimana mengintervesinya, kata Fahri, dicegah dengan cara memberikan asupan makan bergizi untuk ibu hamil sampai melahirkan dan membesarkan. Oleh sebab itu, program Prabowo-Gibran adalah memberi bantuan makan bergizi untuk ibu hamil.
“Apakah yang sudah terlanjur stunting didiamkan saja? Tidak ada kata terlambat, karena pada dasarnya stunting adalah masalah kekurangan gizi. Ketika mereka masuk usia sekolah, program bantuan gizi melalui makan gratis di sekolah harus tetap dilakukan,” ujarnya.
Karena, menurut Fahri dengan gizi yang baik, selain akan membuat anak tumbuh sehat, juga akan menunjang perkembangan otak anak, dan pada akhirnya akan menperbaiki kinerja belajar anak.
Apalagi, banyak literatur akademik dan pengalaman empiris banyak negara yang telah membuktikannya.
“Makan siang gratis di sekolah ini juga akan mengurangi beban ekonomi orang tua, terutama dalam upaya memberikan makanan yang bergizi tinggi. Realitanya, sebagian besar keluarga miskin dan pra sejahtera tidak mampu menjangkau akses makanan bergizi,” bebernya.
Lebih jauh, Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, itu mengatakan, program makan siang gratis ini akhirnya menjadi program yang praktis dalam mengatasi kemiskinan dan strategis bagi pembangunan generasi muda mendatang.
“Dari sisi demografi, saat ini kita memiliki peluang ‘bonus demografi’, dimana penduduk usia produktif kita lebih besar akan tetapi kualitas mereka masih sangat rendah. Kemampuan akademik rata-rata anak Indonesia begitu rendah dalam tes PISA (Programme for Interntional Student Assesment). Prevalensi Stunting masih 21,6%, di atas batas 20% yaitu angka darurat yang ditetapkan WHO,” kata Fahri memaparkan.
Dampaknya, kata Fahri adalah angkatan kerja sebagian besar (60%) hanya mampu meluluskan pendidikan sampai SMP, sehingga produktifitas mereka tidak maksimal. Padahal bonus demografi yang dinikmati diperkirakan akan berakhir pada tahun 2035 nanti.
“Makanya perlu kebijakan yang cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita. Sehingga program makan siang gratis ini perlu didukung dan menjadi agenda nasional, yang tentunya disinergikan dengan program pendidikan dan kesehatan yang sudah ada, seperti peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga kesehatan,” katanya.
Dengan program yang tepat dan menusuk jantung persoalan tersebut, insyaAllah akan lahir Generasi Emas yang siap membangun ekonomi dan mencapai Indonesia maju tahun 2045, demikian Caleg DPR RI dari Partai Gelora Indonesia untuk Dapil NTB I itu.
Partaigelora,id – INILAH situasi dari pergerakan kampus sekarang. Gagal di tingkat mahasiswa, lalu naik ke tingkat Guru Besar. Fenomena apakah ini? Ini pengalaman pribadi saya.
Kaum Kanan
Saya adalah seorang kader yang sering diistilahkan kaum kanan. Saya dibesarkan oleh Masjid kampus di zaman Orde Baru, dan memiliki kegemaran untuk berkeliling dari kampus ke kampus. Tidur di Masjid kampus, untuk kemudian mendiskusikan apa yang terjadi di dalam kampus, termasuk di luar kampus, pada masa penghujung Orde Baru.
Di kalangan kaum kanan, kami punya kode-kode tentang peta kampus, khususnya peta mahasiswa di kampus. Kami disebut juga sebagai anak Mushola, anak-anak yang saban hari bikin pengajian. Memang ini adalah semacam eksklusivisme, tetapi pada dasarnya pada usia seperti itu, adalah sesuatu hal yang lumrah.
Gara-gara eksklusivisme, soal penampilan saja, misalnya, sebagai pengurus Masjid, saya berkali-kali dipanggil pihak Dekanat, bahkan Rektorat, dan juga Ketua Masjid Kampus, untuk diinterogasi karena dianggap sedang menyebarkan aliran garis keras.
Pada waktu itu, di awal tahun 90-an, memang banyak penampilan yang dianggap aneh di dalam kampus. Teman-teman yang cewek mulai berjilbab dan sebagian yang cowok, mulai berjenggot tipis. Lucu sih, saya juga termasuk. Ada juga yang bercelana cingkrang, tapi belum banyak kayak sekarang. Waktu itu mengucap salam saat bertemu orang lain, belumlah terbiasa. Ucapan salam saja bisa dianggap aneh dan mendapat perhatian.
Dalam sistem represif Orde Baru pada waktu itu, semua kecurigaan negara pada penampilan mahasiswa di dalam kampus ditumpahkan kepada Pembantu Dekan III dan Pembantu Rektor III yang mengurusi kemahasiswaan. Tapi saya memang punya kegemaran ngobrol dan berbicara dengan para dosen, sehingga alih-alih menjadi lawan, malah saya bisa berteman.
Kegemaran saya berdialog tidak saja lintas usia, tetapi juga lintas pergerakan. Ini membuat saya bisa membaca seluruh peta di dalam kampus, mulai dari teman-teman yang hanya belajar atau yang disebut kutu buku, para aktivis kampus, sampai pada teman-teman yang tidak ada anasir ideologis atau politik seperti peminat olah raga, seni, Menwa, pencinta lingkungan, dan lain-lain.
Secara umum, teman-teman yang lebih cenderung menjadi mahasiswa yang rajin belajar ini biasanya menjadi sumber massa mengambang, kalau terjadi Pemira (Pemilu Raya) Mahasiswa untuk Senat Mahasiswa atau Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) istilah saat ini. Sementara, saya sebagai kader kaum kanan terus berdialog dengan seluruh spektrum kaum kanan yang ada. Akibat dialog yang intensif dan panjang, akhirnya saya mulai bergerak ke tengah.
Kaum Kiri
Nah, siapakah kaum kiri? Bagi kami (kaum kanan), semua mahasiswa yang dianggap punya kecenderungan untuk berpikir liberal dan terlihat berani (berani membangun narasi perlawanan, termasuk terhadap kaum kanan), kami sebut saja sebagai kaum kiri atau kelompok kiri.
Setelah keluar dari kampus dan banyak membaca sejarah, saya jadi tahu bahwa politik mahasiswa di dalam kampus hanyalah turunan dari politik aliran yang ada di luar kampus. Mereka yang berada di kanan, langsung maupun tidak, anak cucu dari politik Masyumi di masa lalu. Sementara mereka yang berada di kiri adalah anak cucu dari politik PKI, PSI (Partai Sosialis Indonesia), dan sebagian PNI.
Sebagaimana kaum kanan, kaum kiri pun terbagi dalam berbagai spektrum yang menggambarkan tingkat kekentalan ideologinya. Yang paling kiri dari kaum kiri adalah yang mengambil gagasan yang sangat radikal seperti anti-agama. Biasanya ini menjadi ‘lawan perang’ secara terbuka dengan anak-anak Masjid atau Mushola.
Sementara yang paling kanan dari kaum kanan adalah mereka yang berjalan dengan ideologi agama yang sangat kental dan puritan. Bermimpi atau bercita-cita menegakkan sistem Islam (anak Tarbiyah dan HTI) dan berikhtiar untuk menjalankan perintah agama pada level pribadi secara menyeluruh alias kaffah.
Tetapi, sejauh tidak ada kompetisi Pemira Mahasiswa, maka kaum kiri dan kanan ini damai-damai saja dan tidak ada pertengkaran berarti, karena tidak ada yang diperebutkan. Namun kalau sudah ada Pemira Mahasiswa, maka ketegangan muncul dan tak jarang memercikkan api.
Memang, mahasiswa sekarang terlihat lebih netral, seperti tidak lagi terbawa oleh pakem politik aliran. Dunia sekarang ini sudah terlalu bebas dan memungkinkan kita melihat kenyataan dengan kacamata yang lebih lebar. Sehingga provokasi terhadap mahasiswa di kampus relatif gagal mengkonsolidasikan hubungan tradisional mereka dengan politik aliran seperti dulu.
Mungkin inilah yang menjelaskan kenapa gerakan mahasiswa tidak tampak memberikan respon yang kuat terhadap provokasi dan kampanye negatif kepada pemerintah. Apalagi pada dasarnya partai politik juga tumbuh tanpa ideologi yang jelas atau tanpa warna. Tidak terlalu jelas apa beda antara satu partai (kelompok) dengan partai (kelompok) lain. Ide-ide besar tidak lagi didiskusikan sehingga mempersulit mereka masuk menggalang kelompok mahasiswa sekarang.
Maka yang terjadi adalah kampus tidak lagi bergerak atau benar-benar digerakkan oleh mahasiswa. Mahasiswa sekarang digerakkan oleh sisa-sisa pergerakan yang dulu terjadi di tingkat dosen dan guru besar yang masih terjangkiti oleh politik aliran. Mereka sebetulnya korban dari politik di zaman Orde Lama dan Orde Baru yang tidak bisa lagi menularkan ideologinya kepada mahasiswa. Tadinya mereka berharap mahasiswa bisa tetap bergerak, sehingga mereka bisa tampil lebih elegan. Harapan mereka salah dan salah juga membaca dunia yang terus berubah.
Profesor Kiri dan Jokowi
Karena itu, dapat dibayangkan, selama Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden dan birokrasi negara dipengaruhi oleh ideologi kiri atau disimbolkan dengan warna merah. Kampus sangat dikangkangi oleh kegiatan dan kebebasan kaum kiri liberal merah ini. Inilah yang kita rasakan lebih kurang delapan tahun belakangan, sampai mereka meninggalkan Jokowi yang tidak mereka duga, justru bergerak ke tengah.
Selama itu, di bawah pengaruh ide kiri merah, kampus begitu ditekan dan terkekang. Bahkan, saya pernah menjadi korban karena tidak boleh berceramah di kampus UGM hanya karena pada waktu itu saya bukan pendukung pemerintah. Meskipun saat itu saya adalah Pimpinan DPR RI yang justru menangani sektor pendidikan. Bukannya disambut secara baik oleh UGM, saya malah ditolak begitu saja tanpa seorang pun pembela.
Kebebasan kampus benar-benar dimatikan. Tidak ada cerita kritis kepada pemerintah. Para guru besar pun seperti menikmati permainan politik untuk mengatur agar aparat-aparat kampus dalam tugas-tugas birokrasi, berada dalam satu komando.
Mereka mencurigai kelompok kanan yang sudah lama bertugas. Sehingga ada banyak sekali orang-orang yang pintar dan potensial disingkirkan dari tugas-tugas penting karena alasan doktrin bahwa kampus telah disusupi oleh kaum radikal kanan.
Saya sendiri yang dulu bertugas sebagai pengawas dunia pendidikan banyak sekali mendengar gerakan mereka ini dengan slogan, “sSya Pancasila Saya Indonesia”. Dengan slogan ini mereka babat habis kelompok-kelompok kritis, sehingga hampir tidak ada lagi para mahasiswa kritis yang keluar dari kampus-kampus besar.
Para dosen begitu tertekan dan memilih diam seribu bahasa. Inilah pesta pora besar kaum kiri dan merah ekstrim, yang menjadikan kampus-kampus, serta semua lembaga pendidikan sebagai cara mengontrol negara atas kebebasan.
Bahkan, mereka juga berhasil mengubah lembaga penelitian yang begitu banyak, sehingga berada dalam satu induk organisasi yang terpusat. Setelah sukses mendirikan lembaga yang dimaksud, mereka mengontrol ideologi negara. Mereka juga merencanakan lahirnya Undang-Undang yang mereka sebut sebagai Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Semua ini tidak lain dan tidak bukan adalah kerja untuk mengekang kebebasan dan keberagaman yang sudah berkembang seperti jamur di musim hujan, dalam tradisi kita berdemokrasi, pasca runtuhnya Orde Baru 1998.
Sekali lagi, pesta kaum kiri merah ini hampir tuntas sampai kemudian kita kembali ke tengah. Kaum kiri merah menjadikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam politik Indonesia yang banyak diwarnai oleh kaum kanan untuk distorsi atau bahkan dihapus. Mereka menganggap itu sebagai membahayakan ideologi negara dan oleh sebab itu, mereka bergerak cepat dengan alasan “menyelamatkan ideologi negara”. Mereka melakukan pengecekkan terhadap kebebasan, terutama di kampus dan lembaga pendidikan serta penelitian.
Dengan menggunakan Undang Undang ITE, kegiatan melawan kebebasan mereka lakukan. Media, termasuk menjadi objek dari serangan mereka dan ketika negara secara langsung atau tidak langsung melakukan eksekusi kepada banyak ulama dan aktivis Islam, para guru besar ini dapat diduga ikut terlibat secara langsung atau tidak langsung, melalui keahliannya.
Pesta Berakhir
Inilah akhir dari rencana mereka untuk menutup segala peluang Indonesia menjadi maju dan mandiri. Karena ideologi kiri merah ini telah bersekutu dengan kekuatan global untuk mengontrol pertumbuhan dan kemajuan Indonesia, serta mengendalikan kegiatan perekonomian dan investasi yang merupakan kepentingan dari negara-negara lain.
Sekarang, pesta pora itu akan berakhir. Sebuah kekuatan nasionalis tengah sedang dalam proses mau memenangkan pertarungan. Mereka tentu tidak rela, jika Indonesia punya jati diri. Mereka tidak mau Indonesia seolah terisolir dari pengaruh kekuatan-kekuatan luar yang selama ini menjadi sponsor mereka.
Kampus yang mulai normal karena tumbuh juga kelompok-kelompok mahasiswa yang berpikir lebih moderat tak lagi bisa diandalkan sebagai kaki tangan pergerakan elit kampus. Oleh sebab itu, mereka terjun sendiri atas nama Universitas. Padahal sesungguhnya mereka adalah pendukung pasangan calon tertentu yang ditinggalkan oleh Presiden Jokowi, setelah Jokowi mulai bergerak ke tengah dan bergabung dalam koalisi rekonsiliasi yang secara sadar dilakukan bersama Prabowo.
Kita semua berharap bahwa ini akan benar-benar berakhir, polarisasi politik aliran yang sudah usang sebagai ideologi yang tidak sehat bagi bangsa kita.
Kepada Pak Prabowo nanti kita titipkan agenda persatuan agar politik aliran yang buta dan tidak sehat ini, kita akhiri. Kita mulai mendesain satu sistem politik baru yang lebih ramah terhadap gagasan dan ideologi Negara Indonesia Pancasila untuk kemajuan Bangsa kita sendiri. Sekian.
Fahri Hamzah
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia
Partaigelora.id – Temuan survei terbaru lembaga Survey and Polling Indonesia (SPIN) menunjukkan elektabilitas partai-partai pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengalami peningkatan signifikan.
Selain Partai Gerindra, partai nonparlemen seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan partai baru seperti Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) juga mengalami peningkatan elektabilitas dan bahkan berpeluang lolos ke Senayan.
“Selain PSI ada Partai Gelora juga mendapatkan apresiasi yang cukup tinggi sehingga berkesempatan lolos ke Senayan,” kata Direktur Eksekutif Spin Igor Dirgantara dalam rilis surveinya secara daring, Jumat (2/2/2024).
Igor menyebut, elektabilitas dua partai tersebut naik karena dampak capres-cawapres yang mereka dukung, yakni Prabowo-Gibran.
Apalagi, elektabilitas Prabowo-Gibran terus mengalami peningkatan secara signifikan dan partai pendukungnya mendapatkan efek ekor jas (coattail effect).
“Alasan utama publik memilih partai politik mayoritas beralasan karena capres yang diusung oleh partai tersebut,” ujarnya.
Igor mengakui, bukan hanya PSI dan Gelora yang mendapatkan coattail effect dari dukungan politik ke capres. Hampir semua partai politik yang mendukung capres-cawapres mendapatkan dampak tersebut, bahkan termasuk Gerindra yang mendapatkan skor tertinggi.
“Ada pola kecenderungan diffused coattail effect, terlihat misalnya partai-partai yang berkumpul dalam koalisi Prabowo-Gibran terdampak elektabilitasnya akibat mendukung capres Prabowo. Di samping Gerindra, tampak jelas terlihat PSI dan Gelora,” ungkap Igor.
Dalam surveinya itu, PSI mendapatkan elektabilitas 4%, sedangkan Partai Gelora mendapat 3,6%. Posisi Gelora berada di atas PPP yang mendapatkan 3%.
Padahal partai berlambang Ka’bah tersebut merupakan salah satu partai yang menempatkan wakilnya di DPR saat ini.
“Sementara PPP masih terpuruk, belum mampu melewati ambang batas parlemen,” ucapnya.
Selain karena faktor dukungan politik ke capres-cawapres, ada beberapa alasan mengapa dua partai tersebut cenderung mendapatkan elektabilitas tinggi. Pertama adalah Partai Gelora. Igor menyebut ada 5 (lima) alasannya.
“Ada beberapa argumentasi mengapa Partai Gelora mendapat apresiasi dukungan dari publik,” katanya.
Program kerja yang dikampanyekan Partai Gelora cenderung bisa diterima masyarakat. Apalagi semuanya merupakan kebutuhan masyarakat seperti kuliah gratis, subsidi daging, telur dan susu gratis bagi ibu-ibu hamil, berantas buta huruf Al-Qur’an.
Faktor lainnya adalah ketokohan dua petinggi Partai Gelora, yakni Anis Matta sebagai ketua umum dan Fahri Hamzah yang menjabat sebagai wakil ketua umum. Igor menyebut dua tokoh ini menjadi representasi dari sosok tokoh Islam moderat.
Apalagi, kata dia, dua tokoh Partai Gelora tersebut cenderung rajin berkomunikasi dengan semua kalangan sehingga mendapatkan apresiasi yang tinggi dari para pemilih.
“Ketokohan Anis Matta dan Fahri Hamzah sebagai tokoh Islam nasionalis yang moderat. Kemudian, program road show ke elite-elite di daerah dan ke grass root atau umat yang dilakukan langsung kedua tokoh ini menuai apresiasi yang tinggi,” tuturnya.
Di sisi lain, perjuangan Gelora yang sama dengan Prabowo Subianto dalam keberpihakannya terhadap masyarakat Palestina saat ini.
Apalagi kata Igor, Prabowo yang menyumbangkan uang pribadi Rp 5 miliar pada acara Dialog Keumatan untuk Solidaritas Palestina dengan tema ‘We Love Palestine’ di Djakarta Teater, Kamis (9/11/ 2023), dinilai telah memberikan diffused coattail effect kepada Partai Gelora.
Terakhir, faktor yang menjadi penunjang mengapa Partai Gelora mendapatkan tingkat keterpilihan tinggi karena narasi persatuan dan kesatuan setelah Pemilu 2024.
Partai Gelora telah menyuarakan wacana rekonsiliasi usai pemilu berlangsung, termasuk ketika Prabowo Subianto menang Pilpres 2024.
“Narasi rekonsiliasi nasional merupakan narasi yang selalu digaungkan Partai Gelora mengingat pentingnya persatuan nasional demi menjawab tantangan global,” ujarnya.
Terkait PSI, kata Igor, elektabilitasnya telah melaju cukup tinggi, bahkan sukses masuk dalam parliamentary threshold yang disepakati yakni 4%.
“Temuan survei ini juga menunjukkan PSI berhasil menembus ambang batas parlemen. PSI yang juga peserta pemilu 2019 berhasil menembus secara signifikan dan menggeser PPP,” tutur Igor.
Faktor penyebab mengapa elektabilitas PSI tinggi karena program kerakyatan yang dikampanyekan dalam Pemilu 2024 ini cukup efektif diterima publik. Selain karena aspek Joko Widodo yang merupakan presiden saat ini.
“Di samping programnya, PSI cukup berhasil mengidentikkan diri dengan Jokowi. Apalagi setelah Kaesang Pangarep menjadi ketua umum PSI,” pungkas Igor.
Survei Spin dilakukan pada 28-31 Januari 2024 terhadap 1.200 responden yang tersebar di 34 provinsi seluruh Indonesia. Kriteria responden adalah penduduk berusia 17 tahun ke atas atau sudah memiliki KTP.
Metode yang digunakan random digit dialing. Survei melalui telekomunikasi tersebut, dilakukan surveyor terlatih dengan bantuan kuesioner. Hasilnya, margin of error sekitar 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengajak seluruh pemilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di dua pemilihan presiden (Pilpres) lalu, yang masih ada di pasangan calon (paslon) 01 dan 03 segera merapat ke paslon 02.
Sebab, berbagai lembaga survei telah merilis hasil survei terbarunya yang memprediksi kemenangan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan elektabilitas lebih dari 50 persen.
Sehingga Pilpres 2024 diprediksi akan berlangsung satu putaran. Bahkan mayoritas pemilih, sekitar 84 persen ingin agar Pilpres 2024 diselesaikan dalam satu putaran.
“Saya sudah membaca semua survei, dan kemarin LSI telah menyampaikan surveinya. Paparan ini semakin menguatkan bahwa madzab, aliran atau semacam pandangan bersatunya Pak Prabowo dan Pak Jokowi adalah game changernya,” kata Fahri Hamzah dalam Gelora Talk bertajuk ‘Pilpres Satu Putaran, Pilihan Mayoritas Pemilih’, Rabu (31/1/2024) sore.
Hal ini juga menguatkan hasil temuannya di lapangan, dimana ia telah berkeliling di desa-desa di seluruh Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga ke kaki Gunung Tambora, menginginkan Prabowo-Gibran yang menjadi pemimpin di 2024.
“Saya sudah mutar-mutar, dan alhamduillah mereka berpandangan sama. Kita punya pemimpin-pemimpin yang bisa mengantarkan terjadinya rekonsiliasi. Sehingga apapun upaya yang ingin merusak Pak Prabowo dan Pak Jokowi, sulit dilakukan, dan bisa dibantah” katanya.
Menurut Fahri, Islam pada dasarnya juga telah mengajarkan hal yang menyatukan, bukan ideologi yang memecah belah. Sebab, Islam diciptakan sebagai umat pertengahan, sehingga apabila ada ektremis agama itu bukan berasal dari Islam.
Ia menyadari adanya kekecewaan dan mendadak radikal dari pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti budayawan Butet Kartaradjasa, karena tidak mendukung Ganjar Pranowo, calon presiden 03, padahal mereka mengklaim telah mengantarkan Jokowi menjabat selama dua periode.
Begitupun di Prabowo, dimana pendukung militan yang mengalihkan dukungan ke capres 01, Anies Baswedan, karena adanya kemarahan dari mereka melihat Prabowo bersatu dengan Jokowi sebagai hal yang tidak dapat diterima.
“Tapi rekonsiliasi ini sekarang terbukti, menjadi platform terbesar bangsa kita. Menurut saya, inilah cara kita membaca jiwa masyarakat kita dan rakyat menyambut gagasan ini,” katanya.
Dalam situasi sekarang, kata Fahri, menggabung elite nasional memang ada keperluan yang mendesak, agar bangsa Indonesia tidak terpecah belah dalam lingkaran konflik dan menjadi negara gagal.
“Saya menyakini ini adalah jalan yang benar tapi untuk memanggil kembali semua yang lari ke kanan dan kiri itu untuk kembali ke tengah dengan mendukung pasangan Prabowo-Gibran,” katanya.
Fahri mengungkapkan, dukungan dari basis-basis Jokowi dan Prabowo dalam dua Pilpres lalu ke pasangan Prabowo-Gibran, jelang hari pencoblosan pada 14 Pebuari 2024 semakin deras.
“Kenapa survei Prabowo-Gibran sudah 50,7 persen seperti disampaikan LSI, karena adanya perpindahan dukungan Pak Jokowi yang ada di Ganjar. Sementara basis-basis Pak Prabowo juga mulai kembali, setelah kita ajak diskusi dan beri penjelasan, dan mereka kembali,” katanya.
Saat ini, lanjut Fahri, masih ada basis pendukung Prabowo yang belum kembali adalah mereka yang militan, karena mereka menutup diri untuk berdiskusi dan berdebat mengenai rekonsiliasi.
“Mereka menolak secara militan, mereka marah sama Pak Prabowo, karena gabung sama Jokowi. Mereka merasa umat dihina. Sehingga saya katakan, jadi menurut anda pemimpin itu tidak boleh bersatu. Dia harus terus berperang, tidak ada lagi jalan damai. Tidak ada lagi namanya perdamaian, rekonsiliasi dan sebagainya. Jadi menurut anda pemimpin itu lebih baik bersengketa daripada gotong royong? Mereka tidak bisa menjawab” jelasnya.
Intinya pada basis militan pendukung Prabowo yang ada di 01 itu, menurut Fahri, didalam dirinya telah ditanamkan bibit-bibit kebencian, sehingga tidak menerima apabila ada perdamaian.
“Umat ini menurut mereka, kalau bisa ada dalam tekanan terus menerus, ada dalam ancaman dan tuduhan-tuduhan macam-macam. Tidak mau menerima kalau umat pada akhirnya seperti dalam perjanjian Hudaibiyah di zaman Rasulullah SAW. Jadi memang di kanan ini ada yang parah,” katanya.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini terus berusaha mengajak pemilih militan Prabowo pada dua Pilpres lalu ini untuk berdialog, namun apabila masih bersikukuh dengan sikapnya, apa boleh buat.
“Kita lebih baik fokus menyusun agenda ke depan, karena krisis ada di depan mata kita. Kita harus berpikir kepentingan nasional, tanggal 14 Februari adalah hal yang strategis buat kita, sehingga kita berharap tidak ada gangguan. Itulah kenapa Partai Gelora mengkampanyekan satu putaran dan aklamasi karena dunia tidak sedang baik-baik saja,” pungkasnya.
Pilpres Satu Putaran
Sementara itu, peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan, hasil survei LSI Denny JA yang menyebut pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran berpotensi memenangi pilpres satu putaran, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
“Semua temuan survei di lapangan, metodenya bisa dipertanggungwabkan secara ilmiah. Mau satu putaran atau dua putaran, akan ditentukan oleh pemilik suara tanggal 14 Pebruari nanti. Tapi memang ada potensi, kandidat atau calon presiden yang memperoleh hasil dukungan diatas 50 persen,” ungkap Adjie Alfaraby.
Dengan dukungan mencapai 50,7 persen itu, kata Adjie, maka Pilpres berpotensi berlangsung satu putaran yang dinginkan oleh 84 persen pemilih, dan dimenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
“Ada keinginan mayoritas publik agar Pilpres berlangsung satu putaran, supaya pemerintah fokus mengurusi kebutuhan masyarakat, dan menghindari terjadinya konflik,” katanya.
Adjie mengatakan, ada tren kenaikan siginifikan dari elektablitas nasional dari tiga survei yang dilakukan LSI Denny JA, terutama dalam survei terakhir di Desember 2023 hingga akhir Januari 2024.
“Ada tren kenaikan sebesar 7 persen dalam rentang satu bulan, dan apabila dalam kurun waktu 15 hari menuju tanggal 14 Pebruari, konsisten kenaikan antara 5-7 persen, maka memang pasangan 02 berpotensi menang satu putaran,” katanya.
LSI Denny JA, lanjut, sedang melakukan survei terakhir untuk periode terakhir, 15 hari menjelang penclobosan, untuk memastikan Pilpres akan berlangsung satu putaran.
“Kalau trennya masih terjaga, potensi satu putaran sangat besar. Kita tunggu tanggal 7 atau 8 Pebruari, nanti kita rilis hasil survei,” katanya
Sementara terkait elektablitas pasangan 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, karena tingkat kepuasan terhadap Jokowi 80 persen, semakin lama elektabilitasnya semakin merosot hingga 19,7 persen.
“Pemilih 03 banyak yang berpindah ke 02, karena ada dalam satu isu atau ekosistem, apalagi Gibran diasosiakan dengan Jokowi,” katanya.
Sedangkan pasangan 01, Anies Baswedan-Muhamin Iskandar, memang ada kenaikan dengan elektabilitas 22,0 persen karena membawa isu perubahan. Namun, kenaikan elektabilitasnya itu, tidak signifikan
“Kecil suaranya, karena pemilih yang mengangkat isu perubahan lebih kecil dibanding pemilih yang menangkat isu keberlanjutan, karena memang tingkat kepuasan terhadap Jokowi tinggi. Jadi sejauh tidak terjadi hal-hal yang luar biasa, maka memang 01 sangat sulit untuk menang,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran Hasan Nasbi. Ia mengatakan, mayoritas publik ingin pilpres satu putaran, berdasarkan survei internal, datanya jauh diatas 50,7 persen seperti yang ditemukan LSI Denny JA.
“Dari dulu saya sudah berteori, akan ada migrasi besar-besatan pemilik suara Pak Jokowi dari 03 ke 02. Tadinya saya berpikir akan berhenti pada 7 Januari, pasca debat justru ada gempa susulan,” kata Hasan Nasbi.
Pemilik suara Jokowi ini, kata Hasan, rupanya lama-lama tidak tahan dengan paslon 03, karena lama-lama ikut-ikutan menjadi ‘kaum pemuja negara api; menjadi pemarah seperti paslon 01.
“Paslon 03 sekarang isinya jadi marah-marah seperti 01, ‘pemuja negara api’. Padahal secara natural masyarakat kita itu, bukan pemarah, bukan membeci orang setiap hari, memaki-maki Pak Jokowi di mana-mana. Lama-lama mereka nggak tahan,” ujarnya.
Migrasi besar-besaran pemilih 03 ke 02 ini, kata Hasan, menyebabkan potensi menang satu putaran makin terbuka lebar, karena sikap pendukung paslon 03 tidak mencerminkan peradaban orang timur.
“Pak Jokowi sampai disebut binatang dalam kampanye terbuka, oleh orang yang mengaku budayawan. Ini menambah daftar migrasi dan gempa susulan terus,” katanya.
Pendiri Lembaga Survei Cyrus Network ini mengatakan, pemilih 03 yang melakukan migrasi besar-besar ke 02 adalah pemilih PDIP, namun pilihan partainya tetap sama. Tetapi hasil suara 03 di Pilpres 2024, diprediksi akan kalah jauh dari suara PDIP yang dihasilkan di Pemilu 2024.
“Ini memang temuan paling unik dari survei, pilihan capresnya ke 02, ke Prabowo, tetapi pilihan partainya yang beda, tetap ke PDIP. Artinya, suara Ganjar kalah jauh dari PDIP, suara PDIP akan jauh lebih besar dari suara Ganjar,” pungkasnya.
Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah, mengajak masyarakat untuk menggunakan akal sehat dan kepala dingin saat memilih presiden pada pemilihan presiden (pilpres) yang akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024.
Menurutnya, Indonesia saat ini membutuhkan jalan tengah berupa rekonsiliasi dan persatuan nasional, yang akan menjadi penentu sejarah bangsa ke depan.
Fahri menjelaskan bahwa jalan tengah yang dimaksudnya adalah upaya untuk bersatu tanpa kecenderungan ekstrem ke arah kanan atau kiri, dengan memprioritaskan kepentingan rakyat.
Ia menekankan bahwa pendekatan tersebut terlihat jelas dalam proses bersatunya Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
“(Mereka) ini adalah dua tokoh besar. Orang hebat dua-duanya, yang selama ini oleh politik dibuat saling bertengkar, sekarang kita buat mereka bersatu,” ujar Fahri dalam keterangannya, Selasa (30/1/2024).
Menurutnya, efek dari persatuan kedua tokoh tersebut sangat luar biasa karena telah menghasilkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi pengubah permainan, menciptakan dampak positif pada perekonomian dan masyarakat secara keseluruhan.
Fahri juga menyoroti relevansi langkah-langkah program kerja yang diusung oleh pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran dalam melanjutkan upaya mendorong kemajuan negara.
Ia mengatakan, melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang diperhitungkan secara global.
“Hal seperti hilirisasi, serta rencana untuk memberikan intervensi nutrisi dan gizi pada rakyat Indonesia,” jelas Fahri.
Fahri menekankan bahwa program tersebut merupakan revolusi kebijakan yang mungkin tidak disukai oleh banyak negara.
Namun, kata dia, banyak negara lain yang melihat jejak Indonesia menuju kemajuan, menjadi negara kuat, bahkan negara superpower yang dapat terlihat jelas.
Lebih lanjut, Juru Bicara (Jubir) Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ini, menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari bangsa lain.
Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa menjadi berdaya merupakan bagian dari upaya menjaga kedaulatan, di mana setiap keputusan yang pro-rakyat hanya dapat diambil oleh pemimpin yang berani.
“Jika Indonesia ingin menjadi negara superpower, negara yang kuat, yang bisa menyejahterakan rakyatnya, itu tidak mungkin kita titipkan kepada negara lain,” ujar Fahri.
“Itu memerlukan intervensi, dan memerlukan keberanian untuk memimpin,” sambungnya.
Fahri mengajak semua elemen bangsa untuk tetap berpikir jernih dan fokus dalam memilih dengan pertimbangan yang melihat jauh ke depan.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini berharap agar cita-cita Indonesia menjadi negara yang kuat tidak hanya menjadi khayalan semata.
“Ayo kita (bergerak) ke tengah, meninggalkan yang lain. ‘Yang lain’ adalah pecahan-pecahan kemarahan dan kekecewaan. Tidaklah (bijak) bila kita berpolitik dan membuat keputusan tentang pemimpin (hanya) karena (terpengaruh rasa) marah dan kecewa,” ujar Fahri.
“Mari kita gunakan akal kita. Siapa pun kita, (yakinlah) bahwa insya Allah ini adalah momen bersejarah bagi bangsa, dan sejarah umat kita akan memimpin dunia ini,” pungkas Fahri.
Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta meminta para pendukung pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk tidak alergi dengan kata ‘aamiin ya rabbal alamin’.
Sebab, hal itu adalah bagian dari doa, sehingga tidak perlu menggantinya menjadi kata ‘qobul’.
Anis Matta menilai yang mendoakan pasangan Prabowo-Gibran agar bisa memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2024, justru lebih banyak dibandingkan pasangan calon (paslon) lain.
“Jadi kalau ada yang mendoakan beliau (Prabowo Subianto, red) untuk menang dalam Pilpres, apalagi sampai menang satu putaran. Kita juga bilang aamin ya robbal alamin (kabulkan ya Tuhan, kabulkanlah), tidak perlu mengubahnya menjadi qobul,” kata Anis Matta dalam Dialog Keumatan di Ronatama Graha & Convention Hall, Depok, Jawa Barat (Jabar), Minggu (28/1/2024) sore.
Menurut Anis Matta, tidak perlu bermain-main dengan hal-hal seperti itu, apalagi mempermainkan ayat dan agama untuk kepentingan politik elektoral dalam pemilihan.
“Kita milih pasangan Prabowo-Gibran itu dengan yakin, dan tidak bermain-main dalam hal hal seperti itu. Insya Allah kita teguh dengan pilihan kita, yakin bahwa pilihan kita yang tepat. Dan mudah-mudahan, karena tepat akan dimenangkan oleh Allah SWT,” katanya.
Prabowo, kata Anis Matta, akan memberdayakan umat, dari orang yang tidak berdaya menjadi berdaya. Dari orang tidak berpengetahuan menjadi berpengetahuan, serta mengubah orang lemah menjadi kuat.
“Itulah yang menjadi cita-cita Partai Gelora, dan kenapa kita mendukung Pak Prabowo. Karena kita ingin mengubah Indonesia menjadi pemimpin dunia, menjadikan Indonesia sebagai negara superpower baru,” katanya.
Namun, hal itu akan terwujud apabila situasi Indonesia stabil, dan tidak ada pembelahan di masyarakat. Kelompok kanan dan nasionalis, menurutnya, harus disatukan seperti yang telah dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019 lalu..
“Hal ini sudah terbukti. Kita berhasil melalui Covid-19 dan krisis yang lalu, dimana ekonomi Indonesia relatif stabil dengan menyatukan dua orang yang berseteru menjadi sekutu yang kuat,” katanya.
“Ini yang dilihat sebagai persatuan dalam menghadapi krisis besar. Bersatu pun sebenarnya, belum tentu bisa menghadapi krisis, apalagi tidak bersatu. Karena itu, saya tidak bisa membayangkan, apabila kita sebagai bangsa masih terbelah, sementara ancaman disintegrasi bangsa dan krisis di depan mata,” sambungnya.
Anis Matta menegaskan, bahwa semua agenda pasangan Prabowo-Gibran adalah memperjuangkan kepentingan umat Islam. Mulai dari pemberian gizi ibu hamil, makan siang gratis di sekolah, wajib belajar 16 tahun hingga kuliah gratis.
“Itu semua adalah sarana pemberdayaan bagi umat Islam. Dan Umat Islam akan mendapatkan keuntungan terbesar dari semua agenda yang diperjuangkan Pak Prabowo,” tegasnya.
Ketua Umum Partai Gelora ini menilai kesungguhan Prabowo dalam memperjuangkan kepentingan Islam, bisa dilihat dari semangat pantang menyerah dalam mengikuti kontestasi Pilpres, meskipun sudah pernah kalah dua kali.
“Kalau targetnya kursi biasanya sudah menyerah, apalagi sudah tua, orang akan berpikir begitu. Maknanya dia punya agenda dalam hidupnya yang ingin diperjuangkan. Pak Prabowo ini punya cita-cita besar,” jelasnya.
Prabowo, lanjutnya, memiliki pemahaman tentang situasi geopolitik dunia sekarang yang berada dalam ancaman krisis besar.
Sebab, informasi mengenai geopolitik ini, tidak banyak didapat elite-elite nasional, padahal hal itu sangat fundamental. Situasi geopolitik sekarang berbahaya bagi bangsa dan negara, karena ada ancaman perang kawasan dan perang global.
“Sehingga kita tidak sedang mencari pemimpin yang sempurna, tetapi pemimpin yang tepat pada waktunya, tepat pada tempatnya dan tepat pada situasinya. Pak Prabowo adalah adalah orang yang paling tepat memimpin kita saat ini. Prabowo adalah man of the moment,” pungkasnya.
Dialog Keumatan ini dihadiri kurang lebih 1.000an orang berasal tokoh alim ulama, kiai, ustad, ibu-ibu majelis taklim se-Kota Depok. Juga dihadiri pada pengurus, kader dan simpatisan, serta calon anggota legislatif DPR, DPRD Provinsi Jawa Barat, dan DPRD Kota Depok.
Mereka antara lain Dedi Miing Gumelar dan Ratu Ratna Damayani, caleg DPR Ri daerah pemilihan (dapil) Jabar VI (Kota Bekasi dan Kota Depok), serta Achmad Chudori, caleg DPRD Provinsi dapil Jabar VIII (Kota Bekasi dan Kota Depok).
Dialog Keumatan ini juga dihadiri Ketua Bappilu Partai Gerindra Jawa Barat Aries Marsudiyanto, perwakilan partai politik Koalisi Indonesia Maju, politisi senior Partai Gelora Deddy Mizwar, Ketua Bangter II DPN Partai Gelora dan lain-lain.