Partaigelora.id – Hasil survei terbaru yang dirilis Media Survei Nasional (Median) menunjukkan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) mengalami tren peningkatan suara menjelang pemilu 2024.
Partai non parlemen itu dianggap mampu menembus posisi 10 besar dengan perolehan 2,8 persen, selisih tipis dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang meraih 2,9 persen di posisi 9.
Menurut peneliti senior Median, Ade Irfan Abdurrahman, perolehan positif Partai Gelora tersebut tidak terlepas dari masifnya program-program partai di akar rumput.
“Berdasarkan temuan survei, kami tanyakan alasan memilih partai kepada responden, dari pemilih Partai Gelora sebagian besar menjawab bahwa program-programnya sudah mulai terlihat dan terasa di tengah masyarakat,” katanya dalam pemaparan rilis survei Median via zoom, Senin (8/1/2024).
Menurutnya, konsistensi Partai Gelora dalam menjalankan program di tengah masyarakat itu, membuat partai baru tersebut mampu mendulang dukungan dari masyarakat.
Untuk itulah, Irfan menambahkan jika Partai Gelora terus konsisten merawat tren positif ini, maka tidak menutup kemungkinan akan mencatat sejarah lolos ambang batas parlemen, sekaligus memperoleh kursi di Senayan.
“Tren elektabilitas yang terus naik itu, bila terus berlangsung maka tidak menutup kemungkinan Partai gelora akan lolos ke Senayan,” katanya.
Berdasarkan temuan survei Median terbaru, terdapat dua partai politik non parlemen yang berpotensi lolos ke Senayan yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Gelora.
Para pemilih Partai Gelora beralasan partai ini memiliki program yang telah terasa di masyarakat.
Sedangkan alasan pemilih PSI karena identik dengan anak muda dan melanjutkan kepemimpinan Jokowi.
Survei yang dilakukan sebelum debat Pilpres 2024 ketiga itu, mengambil populasi sampel seluruh WNI yang memiliki hak pilih.
Target sampel sebesar 1.500 responden dengan margin of error sebesar +/- 2,53 persen pada tingkat kepercayaan 95%.
Partaigelora.id – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, pemilihan presiden (Pilpres) 2024 menjadi momentum bagi umat Islam untuk tidak lagi menjadi pendorong ‘mobil mogok’ calon presiden.
Yakni dengan mendukung pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) yang memiliki peluang menang lebih besar.
“Kalau mau mendukung dan tidak lagi menjadi pendorong mobil mogok, maka dukunglah pasangan yang peluang menangnya lebih besar. Menurut saya di 2024 ini, peluangnya lebih besar adalah pasangan Pak Prabowo dan Mas Gibran,” kata Mahfuz Sidik, Rabu (3/1/2024) sore
Hal itu disampaikan Mahfuz Sidik dalam diskusi Gelora Talk bertajuk “Pilpres 2024: Membedah Agenda Keumatan Prabowo-Gibran” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Gelora TV, Rabu (3/1/2024).
Diskusi ini dipandu Wakil Sekjen Partai Gelora Dedi Miing Gumelar, menghadirikan narasumber Dewan Penasehat TKN Prabowo-Gibran Fadli Zon, politisi dan akademisi Prof Dr Ali Masykur Musa, serta Katib ‘Aam PB Jam’iyyah Ahli Thoriqah Mu’tabarah Indonesia KH. Miftahul Huda.
Menurut Mahfuz, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah perpaduan dua kekuatan yang sebelumnya berseteru, dan kini bersatu. Mereka memiliki komitmen dan konsisten dalam memperjuangkan kepentingan umat Islam.
“Insya Allah umat ini, tidak akan lagi menjadi pendorong mobil mogok. Sekarang saatnya kita menggabungkan suara politik umat di tengah. Pak Prabowo mendapatkan dukungan luar biasa dari gabungan suara umat baik di tengah, kanan dan kiri,” katanya.
Karena itu, Mahfuz berpandangan dalam kontestasi Pilpres 2024, tidak diperlukan lagi Ijtima ulama, karena pada dasarnya suara umat dan ulama telah terdistribusi pada ketiga pasangan calon.
“Jadi kalau ada capres yang mengadakan Ijtima ulama, itu bukan Ijtima ulama, tapi hanya sekedar rukyat dari sekelompok orang saja atau sekelompok ulama di satu posisi saja. Jadi jangan bikin Ijtima yang tidak Ijtima,” katanya.
Sehingga ketika berbicara Ijtima ulama, kata Mahfuz, maka umat Islam harus sadar bahwa Ijtima itu pada dasarnya adalah berbicara masalah kepentingan umat Islam, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia, apalagi dalam situasi politik global yang sangat rentan sekarang.
“Pak Prabowo itu paling konsisten dan komitmen terhadap umat. Dalam masalah Palestina misalnya, Pak Prabowo langsung action tidak janji-janji seperti capres lain. Apalagi kalau beliau sebagai pemimpin negara, maka akan lebih besar lagi yang dilakukan, termasuk membebaskaan Palestina,” tegasnya.
Mahfuz menegaskan, Prabowo Subianto adalah sosok capres visioner yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara kuat, bukan hanya negara pertengahan. Tidak sekedar menjadikan Indonesia sebagai Macan Asia, tetapi juga menjadikannya sebagai kekuatan kelima dunia.
“Jadi jangan dipecah lagi dengan ijtima ulama yang tidak ijtima. Karena ketika berbicara tentang umat Islam, adalah bagian terbesar dari bangsa Indonesia. Beliau tidak ingin membuat dua kotak yang terpisah, antara umat dan bangsa. Jadi ketika beliau mengajukan agenda tentang bangsa, sesungguhnya adalah agenda untuk memajukan umat,” tegasnya.
Ia mengakui ada sekelompok orang yang sengaja memelihara situasi pengkotak-kotakan di masyarakat untuk kepentingan elektoral. Mereka menginginkan agar di masyarakat tetap ada pembelahan antara umat dan bangsa.
“Tetapi saya mau mengingatkan, untuk menentukan seorang pemimpin itu, adalah yang jelas komitmennya. Pak Prabowo ini tidak mewakili satu kelompok saja, tapi semua kelompok, baik umat dan bangsa,” katanya.
Mahfuz menambahkan, pasangan Prabowo-Gibran ingin memajukan ekonomi masyarakat dengan berbagai program yang akan dijalankan. Selain itu, Prabowo-Gibran juga akan menjamin keamanan negara di tengah situasi global yang sangat rentan sekarang.
‘Kalau dua hal ini ekonomi dan keamanan sudah bisa dibangun dengan baik, maka negara akan lebih muda menjadikan masyarakat dan bangsanya religius,” pungkasnya.
Tidak Perlu Diragukan
Sementara itu, Anggota Dewan Penasihat Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Fadli Zon menyebut capres nomot urut 2 Prabowo Subianto sudah sejak lama dekat dengan para kiai, ulama, hingga habaib di Tanah Air.
Bahkan Prabowo juga sudah sejak puluhan tahun lalu sowan menemui para kiai serta pesantren yang ada di Indonesia, sehingga bukan ujug-ujug kemarin sore, hanya karena menjadi capres.
“Pak Prabowo, saya kenal sudah lebih dari 30 tahun, tidak perlu diragukan lagi dari dulu beliau ini sangat dekat dengan para ulama, para kiai, para habaib. Pesantren-pesantren itu bukan baru-baru kemarin datangi pesantren tapi sudah puluhan tahun yang lalu nih,” kata Fadli Zon.
Ia mengungkapkan, Prabowo bersilaturahmi dengan para kiai, ulama, hingga habaib ini sudah dilakukannya sejak aktif sebagai tentara. Selain itu, kedekatan Prabowo dengan tokoh agama Islam juga tidak hanya di lingkup nasional, tetapi di tingkat internasional.
“Dari puluhan tahun ketika beliau masih berpangkat letnan kolonel bahkan mayor sudah datang kepada para kiai, ulama, tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU), dari Muhammadiyah, dari Dewan Dakwah, dari Persis, dari Tarbiah, dari mana-mana, jadi maksudnya beliau datang sowan,” ucap dia.
“Dekat sama Gus Dur, deket dengan banyak kiai-kiai, bahkan bukan hanya di level nasional, bahkan internasional,” tambah Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini.
Dia mencontohkan salah satu tokoh agama tingkat internasional yang juga disebut pernah dekat dengan Prabowo adalah Raja Abdullah dari Arab Saudi. Fadli kembali menekankan, Prabowo sudah sejak lama dekat dengan para kiai hingga ulama.
“Karena beliau deket sekali waktu itu dengan Pangeran Abdullah yang kemudian menjadi Raja Abdullah. Jadi bukan kemarin sore tapi sudah lama dan bekerja sama,” ucap Ketua BKSAP DPR ini.
Fadli juga menyebut Prabowo memiliki komitmen yang kuat terkait situasi di Palestina. Menurutnya, komitmen itu ditunjukkan dengan aksi Prabowo memberikan sumbangan serta bantuan kepada masyarakat di Palestina.
“Komitmen kepada Palestina mungkin orang bisa bicara-bicara tapi beliau diam-diam langsung menyumbang, ya kemarin menyumbang Rp 5 miliar rupiah langsung tanpa ba, bi, bu, konkret lah,” kata Fadli.
“Kemudian juga mengirim kapal, membangun rumah sakit dan juga menerima siswa beasiswa dari Palestina mungkin yang akan datang lebih banyak lagi untuk dididik di Unhan dan lain-lain,” imbuh dia.
Wakili Aspirasi Umat
Sedangkan politisi dan akademisi Prof Dr Ali Masykur Musa mengatakan, berpolitik dalam pandangan hukum agama itu adalah bagian dari maqashidus syari’ah, dimana aspirasi umat bisa terwakili dalam pengambilan keputusan di negara
“Karena menegakkan, menjalankan nilai-nilai agama di dalam proses penyelenggaraan negara adalah yang wajib, maka berpolitik adalah wajib. Maka umat, harus memikirkan siapa yang harus menjadi pemimpin negeri ini,” ujar Ali Masykur Musa.
Mantan politisi PKB ini menilai pendekatan Prabowo Subianto kepada umat Islam sejak Pilpres 2014 dan 2019 sangat luar biasa, bahkan pada Pilpres 2024. Sehingga umat Islam bisa menyampaikan aspirasinya kepada Prabowo.
“Prabowo menjadi titik temu aspirasi umat Islam dalam berpolitik menurut agama, yang jumlahnya, menurut saya ada 30 persen plus. Prinsip berpolitik menurut agama itu, telah diterjemakan Pak Prabowo dan Mas Gibran, diantaranya adalah tugas negara akan memberi makan rakyat yang dipersiapkan sejak anak-anak hingga pertumbuhan yang akan mempunyai brain, pemikiran, IQ tinggi dan seterusnya,” katanya.
Prinsip keumatan kedua yang dijalankan Prabowo, kata Ali Masykur, adalah memberikan rasa aman dari ketakukan-ketakutan, dimana ketakutan tidak hanya masalah ekonomi, tetapi juga keamanan sosial, ideologi dan sesuatu yang membahayakan republik ini.
“Yang bisa melakukan itu, menurut saya adalah Pak Prabowo. dengan dua jaminan itu, memberi makan dan rasa aman. Ini yang harus dibranding dan diyakinkan kepada publik, bahwa Pak Prabowo dan Mas Gibran yang bisa menjawab itu,” katanya.
Dalam visi pendidikan misalnya, Ali Masykur berpandangan, Prabowo tidak membedakan antara pendidikan umum di sekolah dan pendidikan agama di pesantren.
Sebab, hal itu hanya sekedar masalah penyebutan saja, di sekolah disebut murid, sementara di pesantren disebut santri, karena murid dan santri adalah sama-sama anak bangsa yang mempunyai hak untuk mempersiapkan diri.
“Dengan tiga hal itu, menurut saya sudah bisa mengatributkan bahwa kepentingan umat bisa disalurkan kepada Pak Prabowo dan Mas Gibran, karena action langkah-langkah bersama dengan umat. Selain itu beliau juga berkomitmen ada Dana Abadi Pesantren, ekonomi keumatan dan ekonomi syariah,” katanya.
Ali Masykur menegaskan, takzimnya Prabowo kepada para kiai dan pesantren itu sangat luar biasa, sehingga tidak salah apabila mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebut Prbowo sebagai orang yang paling ikhlas.
“Dalam konteks geopolitik Islam Pak Prabowo juga memiliki hubungan internasional yang baik. Hubungan Pak Prabowo dengan pemimpin negara lain tidak hanya negara Islam, tapi negara di dunia sangat baik. Ini diperlukan untuk jalan diplomasi yang obyektif, sehingga Pak Prabowo bisa menjadi jembatan massal umat, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia,” kata Wakil Ketua TKN Prabowo Gibran ini.
Atas dasar hal itu, Katib ‘Aam PB Jam’iyyah Ahli Thoriqah Mu’tabarah Indonesia KH. Miftahul Huda meminta umat Islam tidak ragu memilih pasangan nomor 2 Prabowo Gibran di Pilpres 2024. KH Miftahul Huda menilai Prabowo adalah contoh pemimpin yang harus mendapatkan dukungan penuh dari umat Islam.
“Pak Prabowo memiliki komitmen terhadap umat Islam, hal itu bisa dilihat dari langkah beliau yang kalah terus maju, itu pasti adalah dia seorang pemimpin. Dia punya komitmen terhadap umat, hingga apa yang jadi aspirasi umat kepada dirinya bisa diperjuangkan. Saya kira pasangan Prabowo-Gibran tidak perlu diragukan lagi oleh umat,” kata KH Miftahul Huda
Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah membongkar kelemahan yang ada di kubu pasangan nomor usur 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Menurut Fahri, baik kubu Anies-Muhaimin dan juga Ganjar-Mahfud sama-sama dalam kondisi terjebak dalam satu sistem yang tidak mungkin membuat mereka merubah keadaan.
“Mereka tidak sadar kalau sekarang dijebak, karena sejak awal mereka sendiri terlibat menciptakan sistem treshold yang menyebabkan kita kesulitan mencari argumen dari koalisi antara parpol-parpol yang ada,” sebut Fahri dalam bincang-bincang bersama awak media di The Taliwang Heritage and Resto di kawasan Cibubur, Depok, Jawa Barat, Kamis (28/12/2023) malam.
Pasalnya, Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu menyebut, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud memiliki andil dalam terciptanya ambang batas pencalonan presiden atau president threshold/PT 20 persen tersebut.
Fahri mangaku kalau dirinya lah, yang sedari awal mendorong penghapusan PT 20 persen, karena sudah menduga pihak lain tidak ada yang berani bersuara, jika bersinggungan dengan pemimpin saat ini.
“Saya waktu itu sudah berargumen di Mahkamah Konstitusi (MK), saat menjadi saksi dan pengusul penghapusan trahold 20 persen itu. Saya sudah menduga juga calon-calon yang akan muncul itu tidak akan beralasan, kecuali apabila calon itu dikaitkan dengan pemerintahan yang sedang memimpin sekarang ini,” ujarnya.
Karena itulah, menurut Wakil Ketua DPR Periode 2019-2014, yang relevan apabila treshold-nya 20 persen itu, adalah bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), atau yang melawannya. Sedangkan pasangan nomor urut 1 dan 3 itu kesulitan menempatkan dirinya, karena mereka juga masih ada dalam kabinet.
“Itulah sebabnya acara real survei membuktikan bahwa pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran terus mengalami peningkatan karena satu-satunya yang posisinya jelas di mata rakyat,” tegas Wakil Komandan Bravo Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran tersebut.
Sehingga Prabowo Subianto-Gibran Rakabumin Raka dianggap satu-satunya pasangan yang memiliki argumen yang kuat sekarang ingin meneruskan pemerintahan Jokowi. Oleh karena itu, perkiraan Fahri, pasangan nomor urut 2 lah yang akan memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti.
“Saya kira argumen ini sangat sulit untuk dibantah. Mengapa? Karena terlalu kuat dan sekali lagi itu menjadi agenda kita kedepannya,” pungkas Caleg DPR RI Partai Gelora Indonesia untuk Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I itu.
Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ingin memberikan kesadaran kolektif kepada masyarakat, bahwa sekarang sedang ada arus gelombang perubahan kepemimpinan di Indonesia.
Fenomena tersebut, tidak hanya terjadi pada kepemimpinan di tingkat nasional, tapi juga di daerah yang menandakan adanya lompatan besar proses perpindahan kepemimpinan dari generasi tua ke generasi muda.
“Saya kira kita sepakat, bahwa Pemilu 2024 ini bukan hanya satu prosesi demokrasi 5 tahunan saja, tapi juga punya makna strategis yang lebih penting, yaitu adanya proses transisi kepemimpinan,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora dalam Gelora Talks dengan tema ‘Pilpres 2024: Gibran dan Fenomena Pemimpin Muda’, Rabu (27/12/2023) sore.
Menurut Mahfuz, ketika berbicara profil demokrasi di Indonesia, ada dua tren saat ini, yakni tren populasi dan tren pemilih muda.
Dimana 69 % penduduk Indonesia masuk kategori usia produktif dari usia 15-40 tahun. Kemudian dari 69 % tersebut, sekitar 66 juta berusia antara 0-14 tahun.
“Dalam jangka waktu 10-15 tahun ke depan, mereka akan menambah level piramid penduduk muda. Indonesia benar-benar akan mengalami bonus demografi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Mahfuz, 52 % pemilih di Pemilu 2024 merupakan pemilih pemula dan pemilih muda yang berusia 17-40 tahun.
“Artinya, mayoritas pemilih pada Pemilu 2024 tersebut, adalah dua profil tadi. Dan hal ini juga ada korelasi dengan kepimpinan politik di daerah, nasional dan global,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), ada 42 kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun dan ada 100 kepala daerah berusia antara 40-49 100.
“Jadi kalau kita total ada 142 kepala daerah yang usianya 50 tahun ke bawah. Sementara di legislatif, dari 580 anggota DPR RI hasil Pemilu 2019, ada 86 anggota DPR berusia 21-40 tahun, 165 anggota DPR RI yang berusia 41-50 tahun. Sehingga di legislatif sendiri lebih dari 40 % atau hampir 250 anggota DPR yang usianya 50 tahun ke bawah,” ujarnya.
Jika melihat data tersebut, maka kehadiran Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) merupakan fenomena atau tren sekarang, bukan merupakan linear yang terjadi begitu saja.
“Fenomena ini juga ada di banyak negara, munculnya pemimpin muda mulai dari Presiden, Perdana Menteri yang usia di bawah 40 tahun. Dan ada 33 negara yang memiliki regulasi yang mengatur syarat minimal untuk maju sebagai kepala negara, adalah 35 tahun,” ungkapnya.
Dengan demikian, kata Mahfuz, tren kehadiran pemimpin muda itu, tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga fenomena secara global.
“Saya mau sharing pengalaman di lapangan, saya sudah 4 kali ikut Pemilu, ketika saya dan teman-teman di dapil mau pasang spanduk khusus bertema pemimpin muda. Banyak warga yang datang, bukan karena keberatan, tapi justru meminta spanduk untuk dipasang di rumah mereka. Jadi masyarakat sangat antusias dalam menyosong kehadiran pemimpin muda di 2024,” katanya.
Layak Bersanding
Sementara itu, Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Mulya Amri mengomentari soal penampilan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat kemarin, yang dinilainya luar biasa.
“Ini merupakan surprise, ketika banyak yang underestime terhadap penampilan Mas Gibran. Justru menunjukkan, Mas Gibran sanggup dan layak bersanding dengan para cawapres lainnya yang lebih senior,” kata Mulya Amri.
Ia mengatakan, Gibran tidak hanya sekedar hadir dan tampil saja, tapi juga menguasai semua materi debat, mulai dari persoalan hukum dan HAM, sosial dan ekonomi. Artinya, berbagai topik dikuasai oleh Wali Kota Solo itu.
“Mas Gibran tidak sekedar mengimbangi, tapi juga memberi warna dan memikat hati kepada pemirsa dan pemilih, tapi beliau benar-benar menguasai materi debat,” katanya.
Selain itu, lanjut Mulya, satu hal yang menjadi kekuatan Gibran dalam debat cawapres kemarin adalah sikap hangatnya menyapa anak muda.
“Ketika anak muda menyapa anak muda itu terdengar otentik. Dan Terbukti Mas Gibran yang paling baik bicara tentang masa depan, tidak seperti cawapres lainnya,” jelas Mulya.
Sedangkan Komandan Tim Fanta TKN Prabowo-Gibran Arief Rosyid mengatakan, kemenangan pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, tidak hanya kemenangan seluruh rakyat Indonesia, tetapi juga menjadi kemenangan anak muda.
“Ini adalah pasangan kombinasi yang sempurna, antara generasi senior dan generasi junior. Prabowo-Gibran memperjuangkan peran anak muda, dan akan dipastikan jumlah anak muda di ruang-ruang publik semakin bertambah terus,” kata Arief.
Ketua Umum KNPI Ryano Panjaitan menilai, pasangan Prabowo-Gibran yang paling komitmen melanjutkan kemajuan pembangunan yang telah dicapai Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari sisi investasi dan pembangunan di daerah.
“Di era Pak Jokowi , kemajuan yang sudah dialami dari sisi ekonomi, terutama pemerataan investrasi di luar pulau Jawa sudah mencapai 53 persen, dari tadinya 35 persen. Dan hanya Pak Prabowo yang betu-betul berkomitmen melanjutkan apa yang dilakukan Pak Jokowi, terutama hilirisasi,” kata Ryano.
Prabowo, kata Ryano, berjanji akan melanjutkan kebijakan Presiden Jokowi untuk melawan organisasi perdagangan dunia (WTO), karena dianggap semena terhadap Indonesia selaku pemilik sumber daya alam.
“Pak Prabowo adalah pemimpin yang tegas, berani dan tidak gampang didekte sama siapapun, apalagi orang asing. Besar harapan kami agar anak-anak muda mendukung Prabowo-Gibran, selain akan menurunkan stunting, juga akan meningkatkan kecerdasan anak muda. Hanya Prabowo yang konsen dengan pemuda,” pungkasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 kali ini sangat penting, sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih.
Ia memberikan cacatan kecil agar bisa membuka wawasan dan pengetahuan semua pihak mengenai pentingnya Pileg kali ini, bukan hanya pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres).
“Kali ini kita memang melihat ada krisis besar akibat kekeliruan yang massal terkait fungsi dan kedudukan legislatif di antara cabang-cabang kekuasaan yang lain,” kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Rabu (27/12/2023).
Menurut Fahri, partai politik (parpol) sendiri sebagai suplier politisi juga salah sangka atas fungsi legislasi. Ditambah oleh adanya pemilu serentak, makin sulitlah dibedakan.
“Kekeliruan cara kerja legislatif, dimulai dari bagaimana mereka memperkenalkan diri sebagai calon anggota legislatif. Kebanyakan mereka masih menghadapi rakyat dengan janji akan membawa program-program eksekutif,” katanya.
Mereka, kata Fahri, tidak pernah berjanji untuk memperbaiki kualitas legislasi, anggaran dan pengawasan kepada lembaga lembaga negara lainnya.
“Maka dengan janji semacam itu, rakyat pun menangkap bahwa tidak ada bedanya antara memilih anggota legislatif dan anggota eksekutif (bupati, walikota, gubernur dan presiden). Intinya adalah mereka yang akan membawa proyek proyek ke kampung halaman mereka,” katanya.
Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Karena komunikasinya salah sejak awal maka kesalahan ini, dikompensasi dengan materi.
“Rakyat melihat bahwa memilih anggota legislatif seperti akan memilih pimpro proyek-proyek pemerintah. Maka layaklah kalau mereka diminta bayar di depan,” ujarnya.
Di sisi lain, para calon anggota legislatif (caleg) pun berpikir yang sama. Mereka sudah tahu bahwa menjadi anggota legislatif nanti tidak lain, adalah para petugas yang mendeliver apa yang mereka sebut sebagai bantuan ssosial (bansos), aspirasi dan proyek kepada rakyat yang akhirnya membuka ruang kongkalikong dengan eksekutif yang makin parah.
“Di sinilah kita melihat secara kasat mata hilangnya fungsi perencanaan, pengaturan, penganggaran dan pengawasan sekaligus yang menghancurkan seluruh sendi dari penyelenggaraan negara. Sebab akhirnya perencanaan dan penganggaran itu se-mau-maunya eksekutif dan pengawasan tidak perlu dikhawatirkan oleh eksekutif,” kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini
Karena itu, Partai Gelora lahir untuk memperbaiki sistematika kerja seperti ini yang sudah kacau sejak awal.
“Fungsi legislatif sebagai pengendali perencanaan penganggaran dan pengawasan harus diperkuat sehingga apapun yang dilaksanakan oleh pemerintah akan semakin sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Selanjutnya, segala anggaran yang direncanakan untuk dibelanjakan akan betul-betul bagian dari ketelitian untuk menggunakan setiap rupiah anggaran negara yang akhirnya sebagai pengawas legislatif akan memeriksa rupiah demi rupiah yang digunakan dalam penyelenggaraan negara.
Hanya dengan cara in, lanjut Fahri, kita bisa mengembalikan penyelenggaraan negara yang benar.
“Dan untuk itulah partai Gelora berdiri karena kami ingin negara ini kembali diselenggarakan dengan konsep penyelenggaraan negara yang benar,” katanya.
Fahar berharap agar seluruh rakyat Indonesia membantu dan mendukung usaha Partai Gelora agar bisa menjadi bagian dari penyelenggaraan negara mulai tahun depan.
“Karena kami berjanji, kami ingin membalikkan kembali fungsi fungsi cabang cabang kekuasaan secara efektif,” ujarnya.
Sekali lagi, menurutnya, hanya dengan ini cara memperbaiki negara ini. Yakni kembalikan fungsi Trias Politika sebagaimana seharusnya dan peliharalah keterbukaan serta kebebasan umum untuk mengetahui bagaimana negara dijalankan.
Legislatif, lanjut dia, adalah pembawa peran terpenting dalam menjaga agar negara dan pemerintah berada di jalan yang benar. Jangan lupakan Pemilu Legislatif kali ini, karena legislatif harus dipulihkan kembali.
“Tanggal 14 Februari 2024 adalah tanggal terpenting negara kita. Sekali lagi mohon Bantu dan doakan Partai Gelora bisa hadir menperbaiki keadaan,” pungkasnya.
Partaigelora.id-Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, bahwa Indonesia bisa menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh dunia, jika Indonesia sebagai negara Superpower.
“Sebab, dari semua negara-negara adidaya dunia, hanya kaum muslimin yang tidak terdaftar dan tidak masuk sebagai negara adikuasa atau negara adidaya,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (26/12/2023).
Hal itu disampaikan Anis Matta dalam program Anis Matta Menjawab Episode 26 dengan tema ‘Bagaimana Memperjuangkan Agenda Umat Dalam Politik?’ yang telah tayang di kanal YouTube Gelora TV pada Senin (25/12/2023) malam.
Program Anis Matta Menjawab ini, dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi DPN Partai Gelora Dedy Miing Gumelar yang juga Caleg DPR RI Dapil Jabar VI Bekasi dan Depok.
Menurut Anis Matta, negara-negara Islam harus menjadi negara adidaya, karena memiliki seluruh sumber daya alam seperti minyak, nikel, emas dan lain-lain.
Namun, sumber daya alam tersebut, ternyata tidak menjadikan karunia bagi Islam memimpin dunia, malah jadi bangsa yang dijajah negara lain.
“Nah, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia punya potensi menjadi negara adidaya. Selain jumlah populasinya besar, juga memiliki sumber daya alam yang besar,” katanya.
Artinya, Indonesia tinggal meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang teknologi dan ekonomi.
“Syarat untuk menjadi negara adidaya, itu adalah punya kekuatan militer, kekuatan ekonomi dan budayanya, Indonesia bisa menebarkan rahmat kepada seluruh dunia, jika menjadi negara adidaya. Hal itu akan terjadi, jika menjadikan indonesia sebagai negara Superpower,” katanya.
Karena itu, Anis Matta menegaskan, bahwa Partai Gelora dan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memberikan fokus yang sangat kuat pada peningkatan sumberdaya manusia Indonesia.
“Makanya kenapa kita punya program memberikan bantuan gizi, makan siang gratis di sekolah dari SD sampai SMA dengan sistem fullday dan dilanjutkan kuliah gratis, sehingga nantinya akan tercipta generasi yang unggul di masa yang akan datang,” katanya.
Politisi senior Partai Gelora Deddy Mizwar yang lebih dikenal sebagai Jenderal Naga Bonar mengatakan, impian untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Superpower baru itu bukan mengada-ada, tetapi memang sedang dipersiapkan.
“Jadi apa yang disampaikan Pak Anis Matta, Partai Gelora mencoba untuk menterjemahkan impian kita menjadi negara Superpower, bukan dengan mengada-ada,” kata Deddy Mizwar, yang juga Ketua Bidang Seni Budaya & Ekraf DPN Partai Gelora ini.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menambahkan, upaya Prabowo Subianto untuk mewujudkan Indonesia Superpower itu, dilakukannya dengan cara politik jalan tengah, yakni merangkul semua pihak agar tercipta persatuan dan kesatuan bangsa.
“Bangsa ini jangan terus menerus menggunakan ekstrem kanan, ektrem kiri untuk berpecah belah. Karena di kiri ada penanggoknya, di kanan kita pecah. Kita harus jadi kekuatan tengah, yang moderat. Partai Gelora akan terus mengkonsolidasikan kekuatan kelompok tengah,” kata Fahri Hamzah.
Anis Matta mengatakan, persatuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melalui rekonsiliansi nasional terbukti telah menjadi berkah bagi Indonesia.
“Indonesia bisa melalui Covid-19, ekonomi Indonesia relatif stabil dibanding negara lain di saat krisis global sekarang. Itu artinya apa, rekonsiliasi nasional menjadi berkah bagi Indonesia,” tegas Anis Matta.
Rekonsiliasi nasional tersebut, lanjut Anis Matta, saat ini dilanjutkan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan inilah yang bisa melalui tahapan krisis global berlarut dalam tiga tahun mendatang yang akan mencapai puncaknya.
“Prabowo-Gibran akan membawa Indonesia keluar dari puncak krisis. Itu semua tercipta, kalau rekonsiliasi nasional dilanjutkan, dan yang jadi Presiden Pak Prabowo. Rekonsiliasi nasional sudah terbukti menjadi berkah Indonesia. Jika Indonesia menjadi Superpower baru akan menjadi rahmat bagi seluruh dunia, dan tidak ada lagi saudara-saudara kita sesama muslim seperti Palestina yang dijajah dan dibantai Israel setiap hari di depan mata kita, tanpa kita bisa berbuat apa-apa,” pungkasnya.
Partaigelora.id – Menjelang akhir tahun 2023 dan memasuki awal tahun baru 2024, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengajak rakyat Indonesia untuk membulatkan tekad, serta memantapkan hati mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Fahri, memang ini waktunya bagi Prabowo-Gibran untuk menjadi pemimpin masa depan Indonesia. Karena itu, seluruh rakyat Indonesia secara aklamasi memilih Prabowo-Gibran di pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
“Sekali putaran saja, 50 hari lagi. Tuntaskan transisi ini untuk memasuki Indonesia Emas 2045. Ini saatnya negeri kita. Ayo sahabat, ajak semua kerabat menjemput martabat!” seru Fahri Hamzah dalam keterangan persnya, Senina (25/12/2023).
Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu, menyampaikan alasan kenapa Prabowo-Gibran yang harus dipilih, karena sangat pantas menjadi presiden dan wakil presiden (wapres) di 2024.
Sebab, karena hanya paslon nomor urut 02 yang sejak awal mempunyai konsep jelas tentang arah masa depan bangsa Indonesia.
“Prabowo-Gibran, bukan hanya akan melanjutkan pembangunan yang sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi sebelumnya, tetapi juga akan melengkapi dan menyempurnakan program-program pembangunan yang sudah ada, salah satunya melanjutkan mega proyek Ibu Kota Negara (IKN),” sebut Fahri yang juga menggaungkan Tagar #AklamasiPrabowoGibran Jelang 2024.
Sementara konsep yang disampaikan dua paslon lainnya, yakni paslon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskanda dan nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Fahri menyebut kalau konsep awal yang mereka bawa salah. Sehingga rakyat tidak mungkin memilih yang sejak awal salah konsep.
“Bahkan kesalahan konsep dari paslon nomor urut 01, dipertahankan sampai sekarang. Bilang perubahan atau opposisi, tapi masih aja nyambi jadi penguasa. Ya salah itu kontradiksi. Ini ganjil rakyat nggak bisa!” sindir Fahri.
Termasuk paslon nomor urut 03 dan partai pengusung utamanya, PDIP, menurut Fahri amat sangat aneh, karena selama 9 tahun selalu memuji dan bertekad ingin melanjutkan program pemerintahan sekarang ini, tapi diujung malah ngomel-ngomel.
“Capresnya jadi bingung mau ngapain? Dia juga dari awal disuruh-surih aja kok. Lah cawapres-nya menteri yang 4 tahun puji-puji bosnya (Presiden Jokowi) kemana-mana, terus sekarang masih ngomel? Kan rakyat bingung!” katanya lagi.
Karena kesalahan konsep dua paslon 01 dan 03 tersebut, menurut Fahri menjadi serius kalau rakyat pada akhirnya akan memilih paslon nomor urut 02, Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, karena terlalu kuat argumennya.
Dan ini yang menjadi kayakinannya, kalau Pilpres 2024 akan berlangsung sekali putaran, mengingat rakyat mustahil milih pemimpin negara yang konsep awalnya sampai sekarang membingungkan.
“Rakyat itu perlu kemantapan sebagai jaminan masa depannya. Jadi, mohon maaf kalau teman-teman emosi dengan fakta ini. Masalahnya, yang 01 dan 03 tidak mau perbaiki posisinya yang salah sejak awal,” ujar Fahri seraya menambahkan, belajar dari politik NKRI ini, memang kalau sejak awal persepsi yang dibangun salah, maka seterusnya salah.
Kecuali, kata Fahri, ada keberanian untuk berubah! Makanya, ia mengajak semua rakyat aklamasi pilih Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, karena yang dua paslon lainnya tidak ada juga alasan yang kuat dan mendasar.
“Kalau mereka sekedar obat kecewa, sayang sekali. Jangan pertaruhkan masa depan, Kali ini kita kompak menatap Indonesia Emas 2045. Ini giliran Indonesia!” tutup Caleg DPR RI Partai Gelora Indonesia dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I tersebut.
Partaigelora.id – Endy Junaedy Kuniawan, calon anggota legislatif (caleg) DPR RI Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dari daerah pemilihan (Dapil) IV Jawa Timur meliputi Kabupaten Jember dan Lumajang, meluncurkan program ‘Gelora Peduli Petani’.
Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bedadung, Kecamatan Pakusari, Jember, Jawa Timur pada Minggu (24/12/2023) siang, bersama caleg DPRD Provinsi Jawa Timur, serta DPRD Kabupaten Jember dan Lumajang.
“Program Gelora Peduli Petani ini befokus untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan mengembangkan kreativitas petani dalam mengolah lahannya, di mana Jember juga dikenal sebagai lumbung pangan,” kata Endy Kurniawan dalam keterangannya, Senin (25/12/2023).
Menurut Endy, kegiatan dimulai dengan pelatihan dan penyuluhan untuk meningkatkan kualitas pertanian. Salah satunya membagikan tips pengaplikasian pupuk cair pelengkap G-7, yang merupakan hasil temuan dari seorang kader Partai Gelora di kabupaten setempat bernama Aris.
Pupuk cair G-7 diyakini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Bahkan hingga berkali lipat apabila digunakan sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
“Satu botol formula ajaib ini bisa digunakan untuk satu hektar, Sehingga dapat membantu petani untuk meningkatkan hasil tanamnya, bahkan memperbaiki produksi dari gagal panen yang sering dialami petani,” katanya.
Endy mengatakan, pupuk cair G7 ini ada dua jenis, yakni pupuk cair generatif dan pupuk cair vegetatif. Nantinya, melalui program ‘Gelora Peduli Petani’ ini, Partai Gelora akan melakukan pendampingan pelatihan penggunaan pupuk cair G7 yang benar, terutama pupuk cair pelengkap..
Selain itu, Endy mengatakan, Partai Gelora juga mendistribusikan pupuk cair G-7 kepada para petani setempat. Selanjutnya Partai Gelora juga membentuk Relawan Petani Gelora yang terdiri dari pemilik maupun pekerja lahan untuk kepentingan penyuluhan dan pelatihan.
“Kita akan dampingi terus para petani agar dapat mengoptimalkan hasil pertaniannya,” tegas Endy Kurniawan, caleg Partai Gelora dapil IV Jawa Timur ini.
Endy menambahkan, program ‘Gelora Peduli Petani ini’ sangat tepat dilakukan untuk para petani, terutama di Jember dan Lumajang yang merupakan salah satu lumbung pangan nasional.
“Jadi program seperti ini adalah program lokal sesuai kebutuhan masyarakat Jember dan sekitarnya,” pungkas Ketua Bidang Rekruitmen Anggota DPN Partai Gelora ini.
Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menyoroti dua isu penting yang kerap muncul di tiap gelaran pemilihan umum (Pemilu). Yakni isu keumatan dan isu kebangsaan yang selalu dipertentangkan.
Meski situasi sekarang dirasa jauh lebih tenang dan lebih kondusif, namun kondisi Pilpres 2024 tetap ada bibit ketegangan yang bisa mengancam disintegrasi bangsa.
“Sebenarnya semangat kebangsaan dan keumatan ini tidak perlu kita polarisasi. Kita bisa menyatukannya, kalau kita punya kedewasaan kesadaran berbangsa,” kata Anis Matta dalam Gelora Talks bertajuk ‘Pilpres 2024: Menyatukan Semangat Keumatan dan Kebangsaan’, Rabu (20/12/2023) sore.
Diskusi yang dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gelora Dedi Miing Gumelar ini, dihadiri Tokoh Nasional Agum Gumelar dan Pakar Komunikasi Effendi Gazali sebagai narasumber.
“Jadi disinilah peran para tokoh sesepuh bangsa seperti Pak Agum Gumelar ini, memposisikan dirinya sebagai pemersatu bangsa. Karena konsep mereka memang untuk memastikan bagaimana bangsa ini agar on the track,” katanya.
Hal ini menurutnya, menjadi kata kunci dalam kesatuan dan keutuhan sebagai bangsa. Anis Matta menilai pembelahan di kanan, kiri dan tengah merupakan warisan politik jauh sebelum Indonesia merdeka.
“Warisan pembelahan ini diperkuat lagi di zaman Orde Baru, karena partai-partai kanan dilebur menjadi satu, PPP. Sedangkan yang kiri dilebur menjadi PDIP, dan tengah ada Golkar,” katanya.
Persoalan fundamental yang harus diselesaikan dalam jangka menengah dan jangka panjang terkait pembelahan, adalah masalah polarisasi politik. Polarisasi terjadi, pada dasarnya karena tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah.
“Tapi kalau kita lihat dalam masyarakat yang berpendidikan tinggi, rata-rata masyarakatnya lebih toleran, karena mungkin orangnya lebih sejahtera,” katanya.
Karena itu, kata Anis Matta, masalah pendidikan dan kesejahteraan menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Agar dapat memiliki masyarakat yang berpengetahuan dan sejahtera penduduknya secara ekonomi.
“Kalau kualitas masyarakat ada pada sisi pendidikan dan sisi kesejahteraannya sudah kita perbaiki, mungkin masyarakat tidak akan terlalu gampang lagi dipolarisasi dan akan mengedepankan semangat kebangsaan,” katanya.
Selain itu, Ketua Umum Partai Gelora ini, memberikan catatan mengenai perbaikan sistem Pemilu yang bisa menyerap identitas atau keragaman di masyarakat, misalkan dengan menghilangkan threshold atau ambang batas.
“Dengan perbaikan sistem ini, supaya energi kita semuanya tersalurkan, semua orang puas dengan pilihan-pilihanya, walaupun tidak akan mencapai tujuannya. Tapi paling tidak akan menjaga kita semua sebagai bangsa,” katanya.
Catatan lainnya adalah mengenai perdebatan soal batas usia capres/cawapres 35 tahun. Hal ini perlu menjadi diskursus dan bahasan ke depan, dimana apa yang sebenarnya menjadi dasar penetapan batas usia tersebut.
“Menarik juga kalau kita bongkar, karena di dalam Islam hanya dikenal soal batas usia, sebelum baligh dan setelah baligh. Begitu orang mencapai baligh, dia punya hak seluruhnya. Kalau di kita gampangnya sudah 17 tahun, itu sudah punya hak memilih dan dipilih. Ini masalah filosofi yang harus kita bahas,” katanya.
Jauh Lebih Konsdusif
Sementara itu, Tokoh Nasional Agum Gumelar mengatakan, untuk menyelesaikan masalah keumatan dan kebangsaan diperlukan kesepakatan yang mendasar tentang kebersamaan kita sebagai bangsa.
“Ada tonggak sejarah yang bisa kita lihat, dimana Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 1945. Setelah itu, para pejuang kemerdekaan mencari kebersamaan bersama setelah kita merdeka,” kata Agum Gumelar.
Yakni mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikan Pancasila sebagai alat pemersatu. Sehingga ketika ada upaya untuk mengganti Pancasila dengan paham lain, harus diluruskan karena tidak menghargai para pejuang kemerdekaan.
“Janganlah Pancasila ini dipermasalahkan lagi dan dikatakan tidak perlu kebersamaan. Butir-butir Pancasila itu harus dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Ketua Umum DPP Pebabri ini mengatakan, dua masalah keumatan dan kebangsaan ini akan selalu muncul terutama di dalam momen-momen bangsa seperti Pilpres.
“Kita harus menentukan satu langkah ke depan yang lebih kreatif, karena Pilpres 2019 lalu, adalah Pilpres yang sangat tidak kondusif, membuat masyarakat dan bangsa ini terpecah dan terpolarisasi,” katanya.
Kegaduhan-kegaduhan selama ini, sebaiknya diakhiri dan mulai kembali merajut persatuan. Kemudian menyongsong Pemilu 2024 dengan semangat persatuan, menjadikan pemilu sekarang lebih kondusif dan demokratis.
Menurut Agum, ada tiga unsur utama yang berperan menjaga agar Pemilu 2024 lebih kondusif. Pertama adalah partai politik (parpol) yang menciptakan kaderisasi dan koalisi-koalisi. Dimana lebih dewasa dalam menentukan calon dan membaca aspirasi rakyat.
“Unsur kedua adalah KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Kita berharap agar KPU lebih profesional, lebih netral dan tidak berpihak,” kata Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas ini.
Unsur ketiga, kata Agum, adalah rakyat pemilih punya kewajiban moral untuk mendewasakan dalam proses berdemokrasi. Berbeda pilihan itu merupakan hal wajar, dan sifatnya adalah sementara.
“Dan ini harus berakhir ketika Pilpres selesai, begitu selesai tidak ada perbedaan lagi. Hormati apapun yang menjadi keputusan demokrasi, realita politiknya. Itulah sikap dewasa yang harus kita tonjolkan, Insya Allah Pemilu 2024 tidak akan separah 2019. Itu harapan kami,” katanya.
Namun, Agum berharap agar rakyat Indonesia dalam memilih pemimpin di 2024, hendaknya memperhatikan kriteria capres yang kecintaannya kepada NKRI tidak diragukan.
Lalu, punya tekad kuat melanjutkan pembangunan yang baik dilakukan pendahulunya, dan meninggalkan yang tidak baik tanpa caci maki.
“Kemudian seseorang yang berani meminimalisir kegaduhan-kegaduhan agar pembangunan bisa berjalan sesuai harapan rakyat, dan Indonesia menjadi negara maju, negara adidaya seperti yang diharapkan Partai Gelora,” pungkas Agum.
Tidak Perlu Threshold
Sedangkan Pakar Komunikasi Effendi Gazali mengatakan, untuk menyatukan semangat keumatan dan kebangsaan, sudah sepatutnya menghilangkan threshold atau ambang batas pemilihan presiden dalam Pemilu Serentak.
“Sehingga orang tidak perlu masuk dalam tanda petik, melakukan manipulasi terhadap dirinya sendiri, pemilih, KPU, serta sikap-sikap kita sebelum dan sesudah Pemilu,” katanya.
Ketika semua kelompok di masyarakat dan partai diberikan kebebasan untuk mengajukan calon presidennya. Jika acuannya berdasarkan Pemilu 2019, maka semuanya boleh, partai atau gabungan partai bisa mengajukan capresnya, serta tidak menutup kemungkinan partai baru mengajukan capres juga.
“Saya tidak berkeberatan Mas Gibran jadi cawapres, tapi kalau MK dulu mengabulkan gugatan kita tidak ada threshold, maka yang muncul orang bisa milih. Dan dasar kita adalah 17 tahun, sudah bisa dipilih dan memilih, bukan dasar 35 atau 40 tahun,” katanya.
Usulan yang disampaikannya ini adalah bentuk pendekatan sistemik dengan memberikan kebebasan semua parpol bisa mengusung calon. Sebab, dampak pembelahan dari pemberlakuan threshold bisa merusak pertemanan, keluarga dan lain-lain.
“Dibuka dulu sesuai dengan UUD kita, sehingga nggak banyak yang seperti sekarang. Ketika kalah dia, maka mau tak mau mendukung calon lain di putaran kedua. Dan yang terpenting, presiden yang diusung tidak meninggalkan partai pengusung atau karena ingin dengan partai yang lain,” katanya.
Selain itu, Effendi juga mengusulkan agar mekanisme Pemilu Serentak juga diubah menjadi dua kali, Pemilu Serentak nasional dan daerah.
Pemilu Serentak nasional digelar untuk Pemilu Legislatif (Pileg) DPR dan DPD, serta Pilpres. Sementara Pemilu Serentak daerah untuk memilih Pileg Anggota DPRD I dan II, serta Pilkada.
“Jadi sekarang kita berada dalam pilihan-pilihan seperti ini, karena memang tidak ada pilihan. Sehingga ketika ada tokoh yang dianggap ekstrem kiri dan ekstrem kanan dalam konteks kebangsaan dan keumatan, maka mereka menggunakan ceruk-ceruk yang ada,” tegasnya.
Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, agenda umat Islam pada 14 Pebruari 2024 mendatang, adalah pertama adalah bersatu dan kedua menang.
“Kita harus mengkonsolidasi kekuatan umat, untuk kembali menyadari bahwa agenda terpenting adalah bersatu dan menang. Jangan ikut agenda orang lain,” kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Rabu (20/12/2023).
Hal itu disampaikan Fahri Hamzah saat Bincang Keumatan dengan tokoh se-Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta di Hotel Hotel Holiday Inn, Jababeka, Cikarang Utara, Sabtu (16/12/2023) lalu.
Menurut Fahri Hamzah, agenda keumatan dan agenda kebangsaan adalah sama, yakni bersatu dan menang. Sehingga ia meminta kelompok ekstrem kanan dan eskstrem kini bersatu di tengah.
“Agenda umat itu, adalah bayi yang lahir jangan kurang gizi, anak-anak bersekolah gratis sampai kuliah. Lalu, militer kita kuat dan negara kita kuat,” katanya.
Jika militer dan negara Indonesia kuat, maka kata Fahri, Indonesia harus menjadi superpower baru agar bisa duduk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang memiliki hak veto.
“Ini kita perlukan untuk menghajar kezaliman kepada umat di seluruh dunia. Kita bisa bantu Rohingya, kita bisa bantu Palestina. Kalau sekarang cuma protes itu, iya bagus. Tapi itu selemah-lemahnya iman,” katanya.
Sehingga Pemilu 2024, lanjut Fahri, harus menjadi pintu masuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa maju secara militer dan negara kuat secara ekonomi melalui agenda keumatan dan kebangsaan tersebut.
“Kita harus luruskan pemahaman ini dan terjun ke basis-basis umat, bahwa agenda kita itu harus bersatu dan menang, bukan ikut agenda orang lain,” ujarnya.
Dengan bantuan gizi ibu hamil, sekolah dan kuliah gratis, menurut Fahri, generasi Indonesia akan memiliki otak kuat untuk memikirkan strategi-strategi yang rumit.
“Sedangkan untuk ekonomi rakyat, kita akan mengucurkan anggaran Rp 400-500 triliun yang ekonominya berbasis kepada kegiatan ekonomi rakyat,” katanya.
Fahri mengkritik ada partai yang tiba-tiba mengaku sebagai partai umat dan mengkonsolidasikan kekuatan umat Islam.
“Gara-gara partai ini, Partai Gelora tidak jadi partainya umat. Padahal Partai Gelora, ketua umumnya mengerti Al-Qur’an, mengerti hadist, seorang ulama dan alumni pesantren. Kok ada partai yang ngusung calon presiden dari kanan, tiba-tiba ngaku-ngaku jadi partainya umat,” katanya.
Fahri menegaskan, agenda keumatan tidak bisa diserahkan kepada partai tersebut. Karena partai itu, tidak mengerti dan serius untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam. Ia menilai umat Islam hanya dijadikan kendaraan politik partai tersebut.
“Saya ingin sampaikan supaya ini clear, karena umat sedang dikomporin orang-orang tertentu. Masa Viktor Laiskodat umat, Johnny G Plate umat, sejak kapan jadi umat. Agenda keumatan itu, tidak bisa diserahkan kepada orang-orang yang tidak pernah serius,” tegasnya.
Fahri mengungkapkan, Prabowo Subianto sejak zaman Orde Baru (Orba) telah membela umat Islam. Yakni dengan mendorong adanya dialog antara sipil dan militer melalui yayasan, serta lembaga studi yang dibentuk.
“Sampai-sampai Pak Prabowo punya panggilan di sekitar teman-temannya dengan panggilan Umar. Karena dia diberi gelar sebagai Umar Bin Khattab, berani membela mereka yang didzalimi,” katanya.
Karena memiliki kedekatan dengan umat Islam ini, kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, Prabowo sengaja dikorbankan ketika Orde Baru runtuh, karena dianggap memiliki agenda lain, yakni memperjuangkan eksistensi umat Islam.
“Jadi Pak Prabowo ini dianggap punya agenda lain, membuka diri dengan kalangan umat. Sikap Prabowo ini didukung Pak Harto (Presiden Suharto). Makanya Pak Harto berubah, pakai nama Haji Muhammad Soeharto, dan kemudian merestui pendirian ICMI yang diketuai Professor BJ Habibie, serta mendirikan Bank Muamalat Indonesia,” ungkapnya.
Jadi, menurutnya, kejatuhan Soeharto juga dipicu adanya perubahan sikap penguasa Orba itu yang dianggap membuka diri dengan kalangan umat Islam. Hal itu tidak disukai oleh kelompok tertentu ketika itu.
“Soeharto merestui usulan Prabowo untuk membuka diri dan dialog kalangan umat Islam. Ini sebenarnya bagus, ada model dialog antara Islam dan militer. Kita sebagai aktivitas gerakan mahasiswa waktu itu, tidak sadar. Dan sekarang kita mulai sadar, diantara sebab-sebab Pak Harto dijatuhkan pastilah ada kaitannya saat dia mulai mengkonsolidasi kekuatan umat,” jelasnya.
Dengan realita tersebut, lanjut Fahri, seharusnya Prabowo menjadi pahlawan bagi umat Islam, karena sejak dari dulu hingga sekarang konsisten dalam memperjuangkan agenda keumatan.
“Jadi kemenangan Prabowo-Gibran nantinya adalah kemenangan umat, kemenangan bangsa dan kemenangan persatuan yang tidak mau melihat umat terpecah belah,” katanya.
“Tahun 2024, adalah kemenangan Umat Islam yang moderat. Dan rekonsiliasi nasional yang kita rancang pada tahun 2019 akan mencapai kemenangan,” pungkas Fahri.