Tag: #FahriHamzah

Fahri Effect Dongkrak Elektabilitas Nur-Salam

, , , , , ,

MATARAM – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyebut keberadaan Fahri Hamzah atau Fahri Hamzah effect di barisan Nurdin Ranggabarani-Burhanuddin Jafar Salam (Nur-Salam) sangat berpengaruh dalam mendongkrak elektabilitas paslon itu di Pilkada Sumbawa 2020.

Dari hari ke hari elektabilitas pasangan Nur-Salam terus naik. “Fahri effect cukup signifikan dalam mendongkrak elektabilitas Nur-Salam,” ujar Ketua DPC PPP Sumbawa Rusli Manawari, Sabtu (10/10/2020).

Ia mengaku, kehadiran tokoh nasional itu di sejumlah kampanye Nur-Salam, kian menggelorakan semangat masyarakat untuk mendukung Nur-Salam. Terlebih Fahri adalah tokoh nasional yang sangat didengar serta dibanggakan masyarakat Sumbawa. Bukan saja karena Fahri putra Sumbawa, melainkan karena dia adalah tokoh bersih jujur dan tanpa cacat hukum. Sehingga masyarakat menilai Fahri tulus dalam bekerja dan memajukan Sumbawa.

“Arah dukungan Fahri di Pilkada Sumbawa tentunya akan menjadi pertimbangan warga Sumbawa dalam memberikan pilihan kepada Nur-Salam,” ucap Anggota DPRD NTB ini.

Hal itu terlihat dari bagaimana penerimaan masyarakat Sumbawa kepada Fahri yang cukup luar biasa, termasuk ketika Fahri mengajak warga mendukung Nur-Salam. Sebab itu, dukungan dari Fahri ini kian menguatkan optimisme pihaknya dalam memenangkan Nur-Salam.

“Dengan tampilnya Fahri untuk Nur-Salam, masyarakat Sumbawa makin antusias dan yakin dengan Nur-Salam,” bebernya.

Disinggung terkait cibiran dari kubu lawan yang meremehkan Fahri effect, pihaknya tidak mau ambil pusing. Pihaknya tak ingin terpancing dengan manuver kubu lawan. Karena Nur-Salam fokus blusukan menyapa langsung masyarakat.

“Kita tidak terpengaruh dengan pernyataan seperti itu. Fokus Nur-Salam terus turun dan menyapa masyarakat,” bebernya.

Selain Fahri effect, seluruh mesin politik parpol pengusung dan pendukung Nur-Salam juga terus bergerak; menguatkan barisan dalam pemenangan. Apalagi Nur-Salam sudah punya basis dukungan sendiri selama menjadi anggota DPRD. “Sehingga tak terlalu sulit bagi kami dalam menyosialisasikan Nur-Salam,” pungkasnya

Link terkait: http://Fahri Effect Dongkrak Elektabilitas Nur-Salam

Sumber: Radar Lombok

Pemerintah Harus Ambil Pelajaran Besar dari Aksi Massal Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja

, , , , , ,

JAKARTA – Mantan Anggota DPR Fahri Hamzah berharap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wakil Presiden Ma’ruf Amin bisa mengambil ‘pelajaran besar’ dari aksi penolakan pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja secara serentak di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia.

Ternyata maksud dan tujuan baik dari pemerintah untuk membangun perekonomian yang kuat di tengah pandemi Covid-19 dan krisis berlarut ini, tidak dimengerti publik atau rakyat dengan penolakan dimana-mana.

“Saya kira ada pelajaran besar yang harus dipetik hari-hari ini, karena maksud baik kadang dikotori oleh adanya maksud-maksudnya yang tidak baik. Maksud baik akhirnya bercampur dengan maksud yang tidak baik, sehingga menjadi keruh dan akhirnya rakyat menolak,” kata Fahri dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).

Menurut Fahri, UU Omnibus Law adalah UU yang unik, termasuk dalam penamaannya dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja, lanjutnya, mengatur semua kegiatan perekonomian dan lapangan pekerjaan.

“Siapa yang tidak mau lapangan kerja tercipta, siapa yang tidak mau bekerja, siapa yang tidak mau punya penghasilan, ngasih makan keluarga dan anak-anak. Siapa sih yang tidak mau, semuanya ingin kerja. Lalu, kenapa undang-undang yang maksudnya baik ditolak semua orang,” kata Fahri bertanya.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini, menilai banyaknya aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, karena pemerintah sejak awal menutup-nutupi isi yang tercantum dalam UU Omnibus Law tersebut, dan tidak mengkomunikasikan kepada publik hingga disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu.

“Kalau pemeritah menyatakan ini semua baik, maka sejak awal akan dikomunikasikan. Orang harus diberi tahu hal-hal yang tercatum dalam UU ini, dan pasti semua akan menerima. Karena sekali lagi tidak ada orang yang tidak mau kerja, tidak ada orang yang tidak ingin kehidupannya menjadi baik dengan bekerja dan terlibat dalam kegiatan perekonomian,” ujar Fahri.

Fahri menegaskan, sejak awal pemerintah tidak terbuka soal UU Omnibus Law Cipta Kerja, sehingga publik mengesankan UU ini tidak berpihak kepada rakyat, tetapi berpihak kepada pengusaha, kelompok dan golongan tertentu saja yang ingin mengusai perekonomian Indonesia.

“Kalau kata alm WS Rendra, maksud baik saudara untuk siapa?, Maksud baik saudara ada di pihak yang mana?. Pertanyaan-pertayaan ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan dari awal,” ungkap Fahri.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk secara terus menerus memberi penjelasan ke publik di tengah maraknya aksi unjuk rasa di berbagai daerah menolak UU Cipta Kerja.

Pemerintah menurutnya, harus bisa meyakinkan publik bahwa UU Cipta Kerja ini berpihak kepada rakyat, bukan berpihak kepada yang lain.

“Ini waktu yang tepat berbicara dengan masyarakat, waktu berbicara kepada rakyat agar maksud baik kita, maksud baik pemerintah itu diketahui rakyat. Dan maksud baik itu ada dipihak rakyat,” tegas Fahri.

Fahri juga meminta DPR memberikan penjelasan ke publik, dan tidak cuci tangan usai mengesahkan UU Cipta Kerja dengan menyerahkan bola panasnya ke pemerintah.

Sebab, DPR yang berisi perwakilan partai politik (parpol) adalah pihak yang dianggap paling bertanggungjawab, karena telah membahas dan mengesahkan UU tersebut secara cepat.

“Itu saran saya kepada pemerintah dan DPR, semua anggota DPR yang sejak awal semua partai politik sebenarnya menyetujui pembahasan, meski diujung berbeda pendapat diakhirnya. Tetapi sejatinya mereka setuju, termasuk partai politik yang menolak,” tandas Fahri.

Seperti diketahui, RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan DPR dan Pemeritah dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10/2020) lalu. Sebanyak 7 fraksi setuju, yakni Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PAN dan PPP.

Sementara dua fraksi menolak, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat. Bahkan Fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walkout dari Ruang Paripurna sebbagai bentuk penolakan pengesahan UU Cipta Kerja. Sedangkan Fraksi PKS memilih diam ditempat dan mengamini pengesahan UU tersebut, meskipun menolak menandatangani persetujuan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Omnibus Law Ditolak di Mana-mana, Fahri Beri Nasihat ke Pemerintah

, , , , , , , ,

JAKARTA – Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berharap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin bisa mengambil pelajaran besar dari aksi penolakan pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law secara serentak di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia. Niat baik pemerintah, menurut dia, tidak dimengerti publik dengan adanya penolakan di mana-mana.

“Saya kira ada pelajaran besar yang harus dipetik hari-hari ini karena maksud baik kadang dikotori oleh adanya maksud-maksudnya yang tidak baik. Maksud baik akhirnya bercampur dengan maksud yang tidak baik sehingga menjadi keruh dan akhirnya rakyat menolak,” kata Fahri kepada wartawan, Jumat 9 Oktober 2020.

Menurut Fahri, Omnibus Law adalah UU yang unik termasuk dalam penamaannya dalam bahasa Indonesia disebut sebagai UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja lanjutnya, mengatur semua kegiatan perekonomian dan lapangan pekerjaan.

“Siapa yang tidak mau lapangan kerja tercipta, siapa yang tidak mau bekerja, siapa yang tidak mau punya penghasilan, ngasih makan keluarga dan anak-anak? Siapa sih yang tidak mau, semuanya ingin kerja. Lalu kenapa UU yang maksudnya baik ditolak semua orang?” kata Fahri

Fahri menilai banyaknya aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja karena pemerintah sejak awal menutup-nutupi isi yang tercantum dalam Omnibus Law tersebut. Pemerintah tidak mengkomunikasikan kepada publik hingga disahkan pada Senin 5 Oktober 2020.

“Kalau pemerintah menyatakan ini semua baik maka sejak awal akan dikomunikasikan. Orang harus diberi tahu hal-hal yang tercatum dalam UU ini dan pasti semua akan menerima. Karena sekali lagi tidak ada orang yang tidak mau kerja, tidak ada orang yang tidak ingin kehidupannya menjadi baik dengan bekerja dan terlibat dalam kegiatan perekonomian,” ujar Fahri.

Fahri menegaskan, sejak awal pemerintah tidak terbuka soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, sehingga publik mengesankan UU ini tidak berpihak kepada rakyat. Publim menilai UU ini berpihak kepada pengusaha, kelompok dan golongan tertentu saja yang ingin mengusai perekonomian Indonesia.

“Kalau kata alm WS Rendra, maksud baik saudara untuk siapa? Maksud baik saudara ada di pihak yang mana? Pertanyaan-pertayaan ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan dari awal,” ujar Politikus Partai Gelora ini.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk secara terus-menerus memberi penjelasan ke publik di tengah maraknya aksi unjuk rasa di berbagai daerah menolak UU Cipta Kerja. Pemerintah menurutnya, harus bisa meyakinkan publik bahwa UU Cipta Kerja ini berpihak kepada rakyat, bukan berpihak kepada yang lain.

“Ini waktu yang tepat berbicara dengan masyarakat, waktu berbicara kepada rakyat agar maksud baik kita, maksud baik pemerintah itu diketahui rakyat. Dan maksud baik itu ada di pihak rakyat,” ujar Fahri.

Link terkait:

https://www.viva.co.id/berita/nasional/1310386-omnibus-law-ditolak-di-mana-mana-fahri-beri-nasihat-ke-pemerintah

Sumber: Viva

Fahri Hamzah Sebut MK Bisa Anulir Isi UU Cipta Kerja Omnibus Law

, , , , , , ,

JAKARTA – Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan melalui rapat paripurna DPR Senin 5 Oktober 2020, menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, UU tersebut dinilai sangat memberatkan kaum buruh.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah berpendapat, Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan semua isi undang-undang tersebut.

Dikatakan Fahri, Omnibus Law itu dianggap melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RUU Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

“Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu nggak boleh. Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, UU Cipta Kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja iti juga dinilai merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini (UU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini menambahkan, MK sebagai penjaga kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja, apabila ada judicial rewiew.

“Kalau di judicial rewiew di Mahkamah Kontititusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini,” pungkasnya.

Link terkait:

https://nasional.okezone.com/read/2020/10/07/337/2289898/fahri-hamzah-sebut-mk-bisa-anulir-isi-uu-cipta-kerja-omnibus-law

Sumber: Okezone

Fahri Hamzah: MK Bisa Batalkan Total Isi UU Cipta Kerja

, , , , , , , ,

JAKARTA – Konstitusi (MK) bisa membatalkan semua isi Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan melalui rapat paripurna DPR Senin 5 Oktober 2020. Karena, Omnibus Law itu dianggap melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RUU Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

“Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu nggak boleh. Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).

Dia berpendapat, UU Cipta Kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja iti juga dinilai merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini (UU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini.

Fahri mengaku tidak habis pikir dengan bisikan para penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.

“Mohon maaf, penasehat hukum dan tata negaraya Pak Jokowi kurang pintar. Pak Jokowi itu bukan lawyer atau ahli hukum, mestinya ahli hukum yang harus dengar Pak Jokowi. Ini Pak Jokowinya yang nggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi. Tapi kelihatanya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya,” kata Fahri.

Menurut dia, jika UU Cipta Kerja ini nantinya dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, maka bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait. Sebab, Omnibus Law itu bukan tradisi Indonesia dalam membuat regulasi, sehingga akan sulit diterapkan.

MK sebagai penjaga kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja, apabila ada judicial rewiew. “Kalau di judicial rewiew di Mahkamah Kontititusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini,” katanya.

Karena itu, Fahri berharap agar Presiden Jokowi tidak otoriter dalam menerapkan UU Cipta Kerja. Kata dia, Jokowi harus mengumpulkan semua pihak duduk satu meja dan berbicara mengenai UU Cipta Kerja, sehingga publik bisa memililiki pemahaman yang sama dengan pemerintah.

“Itu bisa disiasati. Tidak usah menjadi otoriter kalau sekedar mengajak rakyat berpatispasi dalam pembangunan. Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentigan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung,” katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah seharusnya tidak perlu melibatkan DPR sejak awal dalam menuntaskan permasalahan Omnibus Law. Cukup panggil seluruh stakeholder terkait selesaikan secara sepihak di internal pemerintah, dan tidak perlu menerebos banyak UU.

“Kalau ada aturan baru yang tidak melanggar hukum tentu akan didukung oleh publik. Enggak usah ajak DPR, enggak perlu repot-repot begini. Omnibus Law itu nanti akan dihajar terus karena bertentangan dengan publik dan buruh. Kasihan Pak Jokowi nanti diakhir jabatannya,” pungkasnya.

Link terkait:

https://nasional.sindonews.com/read/188742/12/fahri-hamzah-mk-bisa-batalkan-total-isi-uu-cipta-kerja-1602054618

Sumber: Sindonews

Fahri Hamzah: MK Berpotensi Batalkan Seluruh Pasal UU Cipta Kerja

, , , , , , ,

JAKARTA – Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR pada Senin (5/10/2020) lalu, berpotensi dibatalkan seluruh isinya oleh Mahkamah Konstitusi ( MK).

Penyusunan sebuah UU, menurut dia, harus mengikuti kaidah yang telah berlaku. Dalam hal ini, sebuah beleid baru tidak boleh serta-merta menghapuskan suatu aturan yang telah diatur di dalam peraturan lainnya.

“Omnibus law itu, otomatis jelas melanggar konstitusi. Karena prinsipnya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang (lain), itu tidak boleh,” kata Fahri dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020), seperti dilansir dari Tribunnews.com.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu menjelaskan, UU Cipta Kerja yang proses penyusunannya dikebut oleh pemerintah dan DPR bukanlah sebuah aturan revisi, melainkan aturan baru yang dibuat dengan cara menerobos banyak aturan yang ada.

Menurut dia, jika memang ada aturan di dalam peraturan lain yang dianggap kurang tepat, maka mekanisme yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan menerbitkan revisi atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

“Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai perppu dan diuji di DPR,” imbuh Fahri.

Lebih jauh, ia mengatakan, sejumlah klausul di dalam UU Cipta Kerja juga berpotensi melanggar hak asasi manusia.

“Ini bukan open policy, tapi legal policy. Undang-Undang Cipta Kerja dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat, sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi,” tegas Fahri.

DPR telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja. Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang.

Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju. Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

“Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi,” ujar Airlangga.

Link terkait:

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/07/14570271/fahri-hamzah-mk-berpotensi-batalkan-seluruh-pasal-uu-cipta-kerja?page=all

Sumber: Kompas

Langgar Konstitusi, Fahri: MK Bisa Batalkan Total Isi UU Cipta Kerja

, , , , , , , ,

JAKARTA – Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai ‘The Guardian of Constitution atau Penjaga Konstitusi’ akan membatalkan seluruh isi dari Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada Senin (5/10/2020).

Sebab, UU tersebut melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RU Omnibus Law Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

“Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu nggak boleh. Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR,” kata Fahri di Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Menurut fahri, UU Cipta kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja ini juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar HAM.

“Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini (UU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.

Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini mengaku tidak habis pikir dengan bisikan para penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo yang lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.

“Mohon maaf, penasehat hukum dan tata negaraya Pak Jokowi kurang pintar. Pak Jokowi itu bukan lawyer atau ahli hukum, mestinya ahli hukum yang harus dengar Pak Jokowi. Ini Pak Jokowinya yang nggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi. Tapi kelihatanya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya,” tandas Fahri.

Fahri berpendapat apabila UU Cipta Kerja ini nantinya dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, maka bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait. Sebab, Omnibus Law ini bukan tradisi Indonesia dalam membuat regulasi, sehingga akan sulit diterapkan.

MK sebagai penjaga kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja, apabila ada judicial rewiew.

“Kalau di judicial rewiew di Mahkamah Kontititusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini,” katanya.

Karena itu, Fahri berharap agar Presiden Jokowi tidak otoriter dalam menerapkan UU Cipta Kerja. Jokowi harus mengumpulkan semua pihak duduk satu meja dan berbicara mengenai UU Cipta Kerja, sehingga publik bisa memililiki pemahaman yang sama dengan pemerintah.

“Itu bisa disiasati. Tidak usah menjadi otoriter kalau sekedar mengajak rakyat berpatispasi dalam pembangunan. Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentigan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung,” katanya.

Fahri menambakan, pemeritah seharusya tidak perlu melibatkan DPR sejak awal dalam menuntaskan permasalahan Omnibus Law. Cukup panggil seluruh stakeholder terkait selesaikan secara sepihak di internal pemerintah, dan tidak perlu menerebos banyak UU.

“Kalau ada aturan baru yang tidak melanggar hukum tentu akan didukung oleh publik. Nggak usah ajak DPR, nggak perlu repot-repot begini. Omnibus Law itu nanti akan dihajar terus karena bertentangan dengan publik dan buruh. Kasihan Pak Jokowi nanti diakhir jabatannya,” pungkas Fahri.

Fahri Hamzah: Negara Jangan Tolong BUMN Korup Jiwasraya

, , , ,

JAKARTA – Langkah pemerintah menyuntikkan dana senilai total Rp 22 triliun untuk penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tahun depan dinilai membahayakan keuangan negara yang saat ini fokus pada penanganan pandemi Covid-19. Apalagi Indonesia sudah masuk jurang resesi ekonomi.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai suntikan dana Jiwasraya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) secara bertahap itu berbahaya. Dia bahkan mempertanyakan dari mana mulanya keputusan besar itu diambil.

“Benar-benar kalau dipikir kembali bailout Rp22 triliun untuk Jiwasraya bahaya betul ya. Di mana keputusan itu dibuat ya?” ujar Fahri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (4/10).

Fahri menilai, Jiwasraya tidak perlu diselamatkan, lebih baik dibiarkan bangkrut atau dijual saja. Sebab, BUMN tersebut dinilai sebagai BUMN korup dan kerap jadi ajang ‘bancakan’ para penguasa atau pejabat.

“Jiwasraya tidak terkait ‘too big to fail’ jadi jual saja. Kan sudah ada BPJS maka Jiwasraya biarkan saja bangkrut atau ada yang mau beli. Negara jangan tolong BUMN Korup!” tegas Fahri.

Mantan wakil ketua DPR RI itu lantas mengingatkan skandal besar yang pernah terjadi di negeri ini dengan skema serupa, yaitu kasus dana talangan Bank Century. Di mana sampai saat ini kasus tersebut masih belum terang benderang.

“Untuk Bank Century Rp6,7 T aja sampai hari ini enggak kelar,” tutupnya.

Kerugian Negara Rp16,8 Triliun
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan potensi kerugian negara di Jiwasraya mencapai Rp16,8 triliun yang berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

Perinciannya adalah kerugian dari investasi saham Rp4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp12,16 triliun.

Sementara itu, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah melakukan menyita aset terkait kasus Jiwasraya sebesar Rp18,4 triliun. Nilai ini tentu lebih tinggi dari nilai kerugian investasi Jiwasraya yang ditetapkan BPK Rp16,8 triliun.

Sedangkan Laporan keuangan Jiwasraya di 2019 menunjukkan, kewajiban asuransi warisan Belanda bernama Nederlandsch Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij van 1859 ini mencapai Rp52,72 triliun.

Jumlahnya memang berkurang dari tahun sebelumnya Rp53,31 triliun. Tapi kewajiban utang klaim mencapai Rp13,08 triliun, bengkak dari Desember 2018 yakni Rp4,75 triliun.

Pemerintah pun berencana membantu menyelamatkan Jiwasraya. Anggaran buat Jiwasraya ditetapkan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI alias Bahana, Holding BUMN Penjaminan dan Perasuransian.

Dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Sri Mulyani menyebutkan pemerintah menyiapkan bantuan kepada BUMN sebesar Rp37,38 triliun. Salah satunya akan dialokasikan untuk membantu Jiwasraya.

Dana alokasi bantuan untuk Jiwasraya totalnya mencapai Rp22 triliun, di mana PMN ini sendiri akan diberikan bertahap. Tahun 2021 sebesar Rp12 triliun dan tahun berikutnya Rp10 triliun.

Nantinya, gelontoran dana akan digunakan untuk penyetoran modal pembentukan perusahaan baru, yakni IFG Life yang akan berada di bawah holding asuransi BUMN, yakni BPUI.

Perusahaan tersebut digunakan untuk menampung seluruh nasabah Jiwasraya yang telah direstrukturisasi polisnya, baik itu nasabah tradisional dan saving plan.

Bantuan kepada Jiwasraya berupa PMN ini akan masuk ke BPUI sebesar Rp20 triliun. Anggaran BPUI ini naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp6,28 triliun.

“BPUI ada hubungannya tentu dengan penanganan masalah (dana nasabah) Jiwasraya,” ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (15/9).

Link terkait:

https://www.merdeka.com/peristiwa/fahri-hamzah-negara-jangan-tolong-bumn-korup-jiwasraya.html

Sumber: Merdeka

Belajar Dari Kasus Bank Century, Fahri Minta Pemerintah Tak Perlu Selamatkan Jiwasraya

, , ,

JAKARTA – Langkah pemerintah menyuntikkan dana senilai total Rp 22 triliun untuk penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tahun depan mendapat kritikan tajam, karena membahayakan keuangan negara yang saat ini fokus pada penanganan pandemi Covid-19, selain Indonesia sudah masuk jurang resesi ekonomi.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai suntikan dana Jiwasraya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) secara bertahap itu berbahaya. Dia bahkan mempertanyakan dari mana mulanya keputusan besar itu diambil.

“Bener-bener kalau dipikir kembali bailout 22 trilyun untuk Jiwasraya bahaya betul ya. Di mana keputusan itu dibuat ya?” ujar Fahri dalam keterangannya, Minggu (4/10/2020).

Fahri menilai, Jiwasraya tidak perlu diselamatkan, lebih baik dibiarkan bangkrut atau dijual saja. Sebab, BMUN tersebut dinilai sebagai BUMN korup dan kerap jadi ajang ‘bancakan’ para penguasa atau pejabat.

“Jiwasraya tidak terkait “too big to fail” jadi jual aja. Kan sudah ada BPJS maka jiwasraya biarkan aja bangkrut atau ada yang mau beli. Negara jangan tolong BUMN Korup!,” tegas Fahri.

Mantan wakil ketua DPR RI itu lantas mengingatkan skandal besar yang pernah terjadi di negeri ini dengan skema serupa, yaitu kasus dana talangan Bank Century. Di mana sampai saat ini kasus tersebut masih belum terang benderang.

“Untuk Bank Century 6,7 T aja sampai hari ini gak kelar,” tutupnya.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan potensi kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun yang berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

Perinciannya adalah kerugian dari investasi saham Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.

Sementara itu, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah melakukan menyita aset terkait kasus Jiwasraya sebesar Rp 18,4 triliun. Nilai ini tentu lebih tinggi dari nilai kerugian investasi Jiwasraya yang ditetapkan BPK Rp 16,8 triliun.

Sedangkan Laporan keuangan Jiwasraya di 2019 menunjukkan, kewajiban asuransi warisan Belanda bernama Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859 ini mencapai Rp 52,72 triliun.

Jumlahnya memang berkurang dari tahun sebelumnya Rp 53,31 triliun. Tapi kewajiban utang klaim mencapai Rp 13,08 triliun, bengkak dari Desember 2018 yakni Rp 4,75 triliun.

Pemerintah pun berencana membantu menyelamatkan Jiwasraya. Anggaran buat Jiwasraya ditetapkan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI alias Bahana, Holding BUMN Penjaminan dan Perasuransian.

Dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Sri Mulyani menyebutkan pemerintah menyiapkan bantuan kepada BUMN sebesar Rp 37,38 triliun. Salah satunya akan dialokasikan untuk membantu Jiwasraya.

Dana alokasi bantuan untuk Jiwasraya totalnya mencapai Rp 22 trliiun, dimana PMN ini sendiri akan diberikan bertahap. Tahun 2021 sebesar Rp 12 triliun dan tahun berikutnya Rp 10 triliun.

Nantinya, gelontoran dana akan digunakan untuk penyetoran modal pembentukan perusahaan baru, yakni IFG Life yang akan berada di bawah holding asuransi BUMN, yakni BPUI.

Perusahaan tersebut digunakan untuk menampung seluruh nasabah Jiwasraya yang telah direstrukturisasi polisnya, baik itu nasabah tradisional dan saving plan

Bantuan kepada Jiwasraya berupa PMN ini akan masuk ke BPUI sebesar Rp 20 triliun. Anggaran BPUI ini naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 6,28 triliun.

“BPUI ada hubungannya tentu dengan penanganan masalah (dana nasabah) Jiwasraya,” ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (15/9/2020).

Fahri Hamzah: Bailout 22 T Jiwasraya Bahaya Betul, Bank Century 6,7 T Aja Belum Kelar

, , ,

JAKARTA – Langkah pemerintah menyuntikkan dana senilai total Rp 22 triliun untuk penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tahun depan mendapat kritikan tajam.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai suntikan dana Jiwasraya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) secara bertahap itu berbahaya. Dia bahkan mempertanyakan dari mana mulanya keputusan besar itu diambil.

“Bener-bener kalau dipikir kembali bailout 22 trilyun untuk Jiwasraya bahaya betul ya. Di mana keputusan itu dibuat ya?” ujarnya dalam akun Twitter pribadi, Minggu (4/10).

Mantan wakil ketua DPR RI itu lantas mengingatkan skandal besar yang pernah terjadi di negeri ini dengan skema serupa, yaitu kasus dana talangan Bank Century. Di mana sampai saat ini kasus tersebut masih belum terang benderang.

“Untuk Bank Century 6,7 T aja sampai hari ini gak kelar,” tutupnya.

PMN ini sendiri akan diberikan bertahap. Tahun 2021 sebesar Rp 12 triliun dan tahun berikutnya Rp 10 triliun.

Hal ini sesuai keputusan rapat panitia kerja antara Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), manajemen Jiwasraya, dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI).

Nantinya, gelontoran dana akan digunakan untuk penyetoran modal pembentukan perusahaan baru, yakni IFG Life yang akan berada di bawah holding asuransi BUMN, yakni BPUI. Perusahaan tersebut digunakan untuk menampung seluruh nasabah Jiwasraya yang telah direstrukturisasi polisnya, baik itu nasabah tradisional dan saving plan

Link terkait: https://politik.rmol.id/read/2020/10/04/454986/Fahri-Hamzah:-Bailout-22-T-Jiwasraya-Bahaya-Betul,-Bank-Century-6,7-T-Aja-Belum-Kelar-

Sumber: RMOL

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X