Tag: Ledakan Sosial

Anis Matta : Fenomena Masyarakat Antre Minyak Goreng Dinilai Sudah Mengganggu Secara Sosial dan Politik

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, fenomena masyarakat yang rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng hingga menimbulkan korban jiwa dinilai sudah mengganggu secara sosial dan politik.

Sebab, hal ini tentu saja sangat mempermalukan Indonesia sebagai Ketua Presidensi G20 Tahun 2022, apalagi Indonesia juga dikenal sebagai penghasil sawit terbesar di dunia.

“Pemandangan yang sehari-hari kita tonton sekarang ini orang-orang antre minyak goreng, apalagi sudah sampai ada korban jiwa meninggal, menurut saya sudah mulai mengganggu secara sosial politik,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk “Harga-harga Meroket Rakyat Menjerit, Dimanakah Negara?”, Rabu (16/3/2022) petang.

Menurut Anis Matta, pemandangan seperti ini, mestinya diantisipasi pemerintah agar tidak menimbulkan dampak secara sosial dan politik yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan pemerintah.

“Semua dampak pergerakan sosial yang mungkin timbul akibat situasi kelangkaan dan naiknya harga bahan pangan, harus diantisipasi oleh pemerintah. Sebab bila tidak, ada kemungkinan situasi tersebut dimanfaatkan secara politik,” katanya.

Anis Matta menegaskan, gangguan politik dari antrean minyak goreng sudah mulai dirasakan. Situasi kejiwaan (mood) masyarakat akibat tekanan harga-harga jika terus dibiarkan, akan menyebabkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin menurun. “Ini sudah menjadi suatu peringatan yang sangat penting,” katanya.

Kelangkaan minyak goreng, lanjutnya, juga bisa memicu kenaikan harga dan kelangkaan bahan pangan lainnya. Apalagi kebutuhan bahan pangan di Indonesia sebagian besar masih dipenuhi dari impor.

“Kita tidak lagi bicara soal harga dan ketersediaan saja, tapi kita harus melihat persoalan ini secara komprehensif. Negara yang punya populasi besar seperti Indonesia, memiliki masalah kedaulatan pangan, karena ini belum menjadi benar-benar prioritas agenda pemerintah,” katanya.

Partai Gelora berharap kemandirian nasional dalam ketahanan pangan bisa menjadi agenda prioritas pemerintah saat ini. Karena, Indonesia terbukti memiliki persoalan ketergantungan pangan dari negara-negara lain.

Masalah pangan hendaknya tidak dilihat sebagai persoalan ekonomi, tapi sudah menjadi masalah keamanan nasional (national security), sehingga butuh perhatian serius pemerintah.

“Sebentar lagi kita memasuki Ramadan, dan kalau situasi ini tidak dikelola dengan baik, ini bisa berkembang menjadi gejolak sosial yang lebih buruk. Pemerintah harus mengantisipasi gejolak ini,” katanya.

Hal senada disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Ia mengatakan, lonjakan harga dan kelangkaan sejumlah komoditas pangan diprediksi akan terus berulang, karena ketahanan pangan Indonesia sangat rapuh.

“Fenomena ini saya kira memang berulang dan akan terus berulang. Bahkan akan menjadi fenomena abadi seperti nama saya. Mengapa? Karena ini cerminan dari rapuhnya ketahanan pangan Indonesia yang terjadi saat ini,” ujar Tulus.

Pemerintah, menurut Tulus, belum berhasil mewujudkan ketahanan pangan dan belum mampu berdaulat di dalam komoditas pangan, karena masih tergantung impor.

Tulus menyebut kebijakan HET maupun intervensi pasar yang telah diambil pemerintah selama ini seperti dalam kasus minyakgoreng, tidak akan efektif karena barangnya tidak dipegang oleh pemerintah. Selain itu, kebijakan yang diambil justru melawan pasar dan tidak market friendly.

Tulus menilai kebijakan tersebut, hanya sekedar coba-coba dan terkesan politis. Sebab, permasalahan dari sisi hulunya tidak disentuh pemerintah. Jika timbul kontroversi di masyarakat, maka akan ada yang tampil tiba-tiba untuk mengatasi hal ini.

“Aneka kebijakan terkait minyak goreng, membuat masyarakat sebagai konsumen menjadi ‘kelinci percobaan’,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI ini.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, pemerimtah tidak cukup mampu untuk mengendalikan pasar. Hal itu terlihat dengan munculnya monopoli, kartel dan mafia dalam hampir setiap produk yang ada di pasar.

“Selama hal ini masih ada, maka gejolak harga bahan pangan akan terus terjadi. Lonjakan harga pangan akan terus terjadi dari waktu ke waktu, sebab kebijakan untuk menghadapi hal itu juga tidak pernah berubah secara signifikan,” tegas Pieter.

Dikatakan, inflasi Indonesia dipengaruhi oleh gejolak harga bahan pangan dan barang-barang bersubsidi. Bila subsidi atas barang-barang tersebut dicabut atau dikurangi, maka akan mempengaruhi harga barang lain untuk bergejolak.

“Pencabutan atau pengurangan subsidi atas listrik, gas, BBM, akan membuat barang-barang lain naik. Sebenarnya, polanya sudah terlihat dari masa ke masa. Harga bahan pangan juga bisa bisa bergejolak oleh karena sejumlah faktor,” ujarnya.

Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSINDO ) Hasan Basri mengungkapkan, para pedagang selama ini yang kerap disalahkan terhadap kelangkaan komoditas pangan seperti minyak goreng. Bahkan dituduh melakukan penimbunan dan menaikkan harga semena-mena.

“Kita mengambil dari produsen-produsen besar, kami tidak bisa menaikkan harga barang, harganya sudah ditentukan 5 persen dari HET, itu sudah menjadi kebijakan pemerintah,” kata Hasan Basri.

Kondisi sebenarnya, kata Basri, stok minyak goreng langka dari produsen, sehingga pedagang diminta menunggu dalam kurun 1-2 minggu, paling lama satu bulan untuk mendapatkan pasokan minyak goreng secara normal.

“Jadi kita menunggu kondisi stabil, seperti itulah yang dirasakan pedagang,” katanya.

Hasan mengatakan, para pedagang tidak paham terhadap persoalan politik dan ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Para pedagang berharap hanya bisa berjualan dan bisa menghidupi keluarganya secara layak.

“Kami pedagang dan masyarakat bawah ini tolong diperhatikan, kita tidak minta macam-macam. Yang kami inginkan, kami bisa menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, memberikan kesehatan kepada keluarga. Kami cuma itu saja, dan kami ingin pemerintah selesaikan persoalan bangsa ini jauh lebih berkurang,” tandasnya.

Pemerintah Diingatkan Indonesia Akan Hadapi Jurang Fiskal dan Ekonomi yang Berat Pada 2023

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Pemerintah diingatkan akan menghadapi ancaman jurang fiskal dan ekonomi pada 2023 mendatang, karena pemerintah saat ini tidak memiliki uang, sementara jumlah utang, serta beban bunga utang terus meningkat.

“Jadi sebenarnya, ada benarnya juga apa kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa titik kritis dan paling berat adalah pada 2023. Tahun 2023 itu, jurang sangat berbahaya bagi fiskal kita,” kata Said Didu, Sekretaris BUMN 2015-2010 dalam Gelora Talk bertajuk ‘Polemik JHT, Kemana Dananya?’, Rabu (23/2/2022) petang.

Diskusi ini juga menghadirkan Menteri Keuangan Tahun 1998 Fuad Bawazier dan Ketua Umum KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Jumhur Hidayat. Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik memberikan pengantar diskusi.

Said Didu menegaskan, ancaman fiskal dan ekonomi pada 2023 bagi Indonesia sangat nyata. Ia menjelaskan, dalam Perppu No.1 Tahun 2020, pemerintah hanya diizinkan menaikkan fiskal 3 persen, tapi faktanya sampai 6 persen.

“Jika publik ingin paham, kalau defisit fiskal sesuai UU 3 persen, maka pemerintah boleh menambah utang Rp 500 triliun dari PDB, dimana PDB diperkirkan sekitar Rp 1.700-1.800. Tapi utang sekarang mencapai Rp 1000 triliun,” ujarnya.

Sementara pendapatan negara pada 2022 ini diperkirakan Rp 1.800-1.900 triliun. Artinya, uang masuk sekitar Rp 2.300- 2.400 triliun, maksimun Rp 2.500 triliun pada 2023. Sedangkan belanja sekarang sudah mencapai Rp 2.800-2900 triliun, jika ditambah anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), maka pengeluaran menjadi Rp 3.000 triliun.

“Artinya, pemerintah terpaksa belanja hanya Rp 2.500 triliun yang dibolehkan di 2023. Sementara pengeluaran untuk bunga dan utang saja, perkiraan saya Rp 900-1.000 triliun pada 2023. Berarti yang tersisa Rp 1.100-1.200 triliun. Untuk bayar gaji dan lain-lain Rp 800 triliun, untuk transfer ke daerah Rp 200 triliun total jadi Rp1.000 trliun. Jadi uang yang tersisa hanya Rp 200 triliun, sementara pemeliharaan jalan dan subsidi pupuk Rp 400 triliun,” ungkapnya.

Said Didu menduga soal kebijakan pengambilan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 ada kaitannya dengan kondisi keuangan pemerintah tersebut, karena dana JHT ditempatkan di Surat Utang Negara (JHT).

“Kenapa 56 tahun, sepertinya BP Jamsostek membeli SUN yang periodenya panjang, karena kalau ditarik di depan pemerintah akan kewalahan,” katanya.

Perlu diketahui, kata Said Didu, SUN ini tidak laku dijual, tidak ada masyarakat dan asing yang membeli. SUN sebagian besar dibeli Bank Indonesia (BI) dan bank-bank Indonesia dengan nilai mencapai Rp 1.300. Hal ini sudah diingatkan Internasional Monetary Fund (IMF) agar BI tidak membeli SUN di pasar domestik.

“Saya juga menduga betul, penggunaan BPJS Kesehatan untuk pengurusan macam-macam ada kesulitanya dengan dana pemerintah. Sebab, harus menyedot uang sebesar-besarnya yang ada di masyarakat agar menutupi kesulitan fiskal yang dihadapi,” tegasnya.

“Jika uang JHT ditahan, dan bunganya ditanggung, karena SUN itu diterbitkan pemerintah dan bunganya dibayar pemerintah. Tetapi apakah manfaat bunganya linear untuk para pekerja?” imbuh Said Didu.

Hal senada disampaikan Menteri Keuangan Tahun 1998 Fuad Bawazier. Apabila pemerintah mengatakan, bahwa fiskal dan ekonomi Indonesia berjalan dengan baik (going to well) atau baik-baik (fine-fine) dinilai main-main saja.

“Sebetulnya, memang posisinya itu berat. Kalau di luar negeri sudah melakukan gerakan-gerakan kita akan terasa nanti, sekarang belum saja,” kata Fuad.

Fuad menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 3,6 persen saat ini, tidak bisa meningkatkan daya beli masyarakat, pertumbuhan konsumsi masyarakat masih 2 persen. Harusnya pertumbuhan ekonomi kita 4-5 persen di tengah inflasi global dan naiknya harga komoditas.

“Tapi soal minyak goreng yang harganya aneh dan langka saja pemerintah sudah kewalahan. Uang kita itu habis untuk pembayaran utang dan belanja rutin. Jadi tidak perlu nunggu sampai 56 tahun atau 30-40 persen, kasih saja semua. Nanti kalau mau, dimulai lagi yang baru. Daya beli masyarakat rendah, kenapa uangnya mesti ditahan,” katanya.

Menurut Fuad, pemerintah sebaiknya menunda pengeluaran yang tidak perlu untuk mengurangi beban utang seperti proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dan pemindahan IKN. Sebab, proyek dikhwatirkan akan mangkrak apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo akan berakhir di 2024 mendatang.

“Kalau soal Ibu kota baru, ya lihat saja nanti. Kalau presidennya baru, bagaimana, apakah diteruskan atau tidak ? Kalau presiden baru, nggak nerusin ya mangkrak. Itu contoh-contoh pengeluaran yang nggak perlu, sebaiknya distop,” katanya.

Fuad juga mengingatkan, kemungkinan terjadinya ledakan sosial dan politik pada 2023, jika melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini.

“Kalau kayak begini berat betul, pengeluaran tidak perlu tidak ditunda, padahal itu mengurangi beban utang dan beban ledakan. Saya kira akan terjadi terjadi itu, ledakan tahun 2023,” tandas Fuad.

Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat berharap, perintah Presiden Jokowi kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah untuk merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang JHT bisa memberikan solusi bagi pekerja.

“Soal JHT sebaiknya ada opsi-opsi untuk pengambilan, tidak harus ditahan sampai 56 tahun. Karena dana itu, akan digunakan untuk menyambung hidup sampai dia (pekerja) dapat lagi pekerjaan,” kata Jumhur.

Jumhur mengingatkan, agar dana JHT tidak digunakan untuk membiayai proyek lagi seperti yang telah terjadi sebelumnya, dimana dana BPJS Ketenagakerjaan Rp 10 triliun diinvestasikan untuk pembangunan LRT Palembang.

“Sampai sekarang kita tidak tahu tindak lanjutnya, nah kita mengingatkan soal JHT ini, kalau tujuannya untuk edukasi sih bagus-bagus saja, tapi kalau digunakan untuk pendanaan proyek lagi, itu yang tidak boleh,” kata Jumhur.

Namun, Sekjen Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, isu JHT saat ini telah memasuki fase antiklimaks setelah Presiden Jokowi memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah untuk merevisi Permenaker No 2 tahun 2022.

“Meskipun isu soal Permenaker no 2 tahun 2022 telah memasuki antiklimaks, isu ini tidak bisa lepas begitu saja, ketika kita mencoba meletakkannya dalam konteks yang lebih besar,” katanya.

Konteks besar tersebut, Mahfuz melanjutkan, yakni situasi sosial dan ekonomi yang sedang dihadapi masyarakat luas. “Yang tentu saja tekanan dan himpitannya dari waktu ke waktu terus bertambah dan semakin merisaukan,” kata dia.

Mahfuz menilai informasi yang disampaikan narasumber memberikan warning atau peringatan kepada semua pihak, termasuk pemerintah untuk melakukan upaya mitigasi terhadap kondisi fiskal pada 2023.

“Kita tidak tahu, apakah pelemahan tren ekonomi global ini memperburuk situasi itu. Tetapi punya waktu untuk memitigasi ini, dan berani mengambil kebijakan pereventif atau korektif atas semua kebijakan program-proram yang sudah berjalan. Sebab, keresahan sosial semakin menjalar, dan hal ini perlu dibaca betul oleh pemerintah,” kata Mahfuz.

Sebagai penyambung suara masyarakat, Mahfuz berharap agar media ikut membantu menyuarakan situasi ini mengenai situasi kritis fiskal pada 2023.

“Kita mengangkat tema ini sebenarnya untuk menerangi jalan masyarajat di depan, bahwa ada ancaman serius, bukan berarti kita tidak punya harapan dengan kondisi yang tidak terus membaik. Tapi kita paling tidak telah menyiapkan upaya mitigasi untuk menghadapi situasi terburuk pada 2023,” katanya.

Mahfuz menegaskan, apa yang disampaikan tokoh-tokoh nasional seperti Said Didu, Fuad Bawazier dan Jumhur Hidayat bukan didasarkan pada ‘kebencian’ kepada pemerintah, melainkan sebagai upaya bersama mencari untuk solusi untuk mengakhiri krisis saat ini.

“Kalau pemerintah merasa situasi ini normal-normal saja, aman-aman saja, padahal tidak. Apalagi kalau ada kekuatan global yang bergerak dan situasi di Indonesia tidak dikelola dengan baik, bisa memicu revolusi sosial,” tegas Mahfuz.

Anis Matta: Aksi Kekerasan Aparat Harus Dihentikan, Bisa Memicu Krisis Politik

, , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menyatakan prihatin, kecewa dan sedih menyaksikan berbagai tindakan kekerasan kepada warga di beberapa daerah yang dilakukan oleh aparat dalam penegakan aturan disiplin kepada publik di tengah pandemi Covid-19.

Tindakan disipilin tersebut dalam rangka menegakkan aturan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) guna menurunkan lonjakan penyebaran kasus Corona di tanah air .

“Apapun alasannya tindakan kekerasan seperti itu tidak akan berujung dengan hasil yang baik. Warga kita sekarang ini, sedang menghadapi tekanan hidup yang berat,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (17/7/2021).

Menurut Anis Matta,  masyarakat saat ini sedang menghadapi tekanan hidup yang sangat berat. Tindakan kekerasan tersebut, akan menciptakan suasana jiwa yang sangat buruk yang akan menambah kesedihan kecemasan, ketakutan dan Frustrasi.

“Ini semua bisa berkembang menjadi kemarahan dan akhirnya menjadi ledakan sosial yang tidak terkendali dan sangat mungkin juga bahkan berkembang menjadi krisis politik,” katanya.

Hal ini tentu saja tidak diinginkan semua pihak akan terjadi peristiwa tersebut. Sebab, pandemi Covid-19 sekarang telah berkembang menjadi krisis ekonomi hingga menjadi krisis berlarut.

“Tentu saja Ini memberikan beban yang berat bagi pemerintah dan apalagi bagi rakyat kita secara keseluruhan. Jangan sampai hal ini ditambah dengan kemarahan rakyat, yang bisa berujung pada ledakan sosial dan krisis politik,” katanya.

Agama Islam, lanjut Anis Matta, telah mengajarkan bahwa pentingnya kelembutan dalam menyelesaikan segala urusan, daripada menonjolkan kekerasan karena akan menyebabkan kerusakan.

Sehingga semua pihak perlu mencari ilham dalam mengatasi masalah  pandemi Covid-19 ini. Sebab, pandemi Covid-19 tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh belahan dunia.

“Kelembutan akan membuat tujuan kita tercapai, sedangkan kekerasan akan membuat tujuan kita tidak tercapai. Dengan kelembutan, kita akan mendapatkan pahala, sementara kekerasan akan membuat kita berdosa,” katanya.

Karena itu, Ketua Umum Partai Gelora ini berharap agar aparat mengedepankan akhlak dan kelembutan dalam menegakkan aturan disipilin PPKM Darurat, serta meninggalkan tindakan kekerasan.

“Tidak ada di antara kita yang bisa memprediksi, memperkirakan kemana krisis ini mengarah dan kapan akan berakhir. Semua dilanda ketakutan, kemarahan dan frustasi. Khususnya kepada para aparat, berlaku santulah dan lembut kepada rakyat yang sedang menghadapi tekanan hidup yang sangat berat,” tegas Anis Matta.

Seperti diketahui, penolakan dan kericuhan yang melibatkan aparat dan warga masih kerap terjadi sebagai buntut dari penegakan disiplin PPKM Darurat,  yang akan berakhir pada Selasa (20/7/2021).

Di Jawa Timur, Sabtu (10/7/2021), puluhan warga menyerang petugas yang melakukan patroli protokol kesehatan di Kecamatan Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur.

Peristiwa berawal saat petugas menemukan satu warung yang masih buka melebihi ketentuan jam malam. Alhasil petugas memberikan sanksi penyitaan KTP dan tabung LPG 3 kilogram di warung tersebut.

Warga sekitar pun langsung bereaksi. Mereka menolak dengan meneriaki petugas dengan kata-kata kasar. Mereka bahkan melempar dan menyerang mobil operasional petugas.

Kericuhan selama penertiban PPKM Darurat bahkan terjadi sejak berlaku 3 Juli 2021. Sejumlah pedagang di Pasar Klitikan, Notoharjo, Solo sempat mengintimidasi petugas Satpol PP yang melakukan penertiban PPKM Darurat pada Minggu (4/7/2021).

Namun, para pedagang menolak kegiatan jual-belinya karena dinilai melanggar aturan dan terlibat cekcok dengan petugas

Di hari pertama bahkan penolakan penertiban itu terlihat di beberapa titik penyekatan PPKM Darurat. Misalnya, di pertigaan Lampiri, Kalimalang, Jakarta Timur.

Titik yang menjadi perbatasan antara Bekasi ke Jakarta itu dipadati pemotor yang menolak disekat oleh petugas. Mereka berdebat dengan aparat yang berjaga dan membuat kemacetan yang sangat panjang.

Anis Matta Ingatkan soal ‘Public Mood’ yang Bisa Berujung Pada Ledakan Sosial

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta mengingatkan pemerintah untuk mendalami situasi emosional masyarakatnya atau public mood terkait kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

“Temuan kita memang mengerikan. Takut, sedih, marah dan frustrasi, kira-kira itu semua yang mendominasi emosi publik atau publik mood saat ini,” ujar Anis Matta di Jakarta, Sabtu (10/7/2021) petang.

Anis Mata menyampaikan hal itu, saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Marah dan Frustasi: Mengupas Emosi Publik di Tengah Pandemi yang disiarkan live di streaming Gelora TV dan Transvision CH.333.

Dalam diskusi yang dihadiri Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun, pengusaha dan relawan Kemenkes dr. Tirta Mandira Hudhi, dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk, Anis Matta mengatakan, apabila hal itu tidak didalami, maka bisa saja semua ini akan berkembang menjadi ledakan sosial bahkan hingga krisis politik nantinya.

“Penting bagi kita untuk mencoba  mendalami situasi emosional publik agar kita bisa mengetahui apa yang bisa kita lakukan secara lebih tepat, demi mencegah pandemi dan krisis ekonomi ini berkembang menjadi ledakan sosial. Apalagi berkembang menjadi krisis politik di kemudian hari,” tegas Anis Matta.

Dengan mengetahui public mood tersebut, diharapkan ledakan sosial tidak berkembang, apalagi menjadi  ledakan sosial yang tidak terkendali.

“Jika ledakan sosial terjadi, akan membawa kita ke dalam krisis yang semakin susah untuk dikendalikan dan tidak ada satupun yang mengetahui kapan berakhirnya,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun mengatakan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia tahun ini dinilai publik lebih parah dibandingkan tahun lalu. Akibatnya, publik tidak percaya pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.

“Mayoritas publik menilai kondisi Covid-19 semakin parah 49,7 persen, sama saja 29,3 persen, lebih baik 14,2 persen, tidak tahu atau tidak menjawab 6,8 persen,” papar Rico.

Rico meniilai, kasus Covid-19 semakin dekat dengan lingkungan sosial masyarakat. Beda hal dengan situasi tahun lalu. Bahkan semakin banyaknya ucapan duka cita yang menghiasi dunia maya.

“Rasa-rasanya ini pula yang kita temukan di grup-grup Whatsapp, Telegram, itu setiap hari ada ucapan bela sungkawa, permohonan doa untuk segera sembuh,” katanya.

Melihat kondisi saat ini, pengusaha dan relawan Kemenkes dr. Tirta Mandira Hudhi mengaku hanya bisa pasrah. Sebab, tenaga kesehatan (nakes) sudah maksimal dalam menangani Covid-19.

Namun, masih banyak masyarakat yang tidak percaya Covid-19 dan menolak divaksin, akibat masih adanya polarisasi politik.

“Pemerintah sekarang juga dalam kondisi bingung. Dikasih vaksin gratis ditolak, dikasih edukasi dibilang banyak omong. Emangnya yang protes-protes itu, punya solusi, nggak juga. Kalau ditanya mengenai kondisi saat ini, kita ya pasrah,” kata dr Tirta.

Namun, dr Tirta mengaku tetap memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya Covid-19, meski masih ada yang tidak percaya. Ia pun meminta agar para pejabat tidak sembarangan memberikan pernyataan soal Covid-19, karena akan memperburuk situasi dan keadaan.

Guru Besar Psikologi UI Prof Hamdi Muluk dapat memahami kondisi psikologis masyarakat saat ini, akibat masih adanya bias politik. Sehingga ada perbedaan cara pandang dalam melihat Covid-19, ada yang menggunakan kacamata saintifik, politik dan agama.

“Tapi saya ingin mengatakan begini, semua orang panik sekarang ini, tetapi tetap harus ada orang yang menyalakan optimisme dan bersikap tenang,” kata Hamdi Muluk

Hamdi menambahkan, pemerintah hendaknya meniru cara Singapura dan Amerika Serikat yang mulai beradaptasi dengan Covid-19, sehingga bisa dikendalikan. Sebab, bagaimanapun Covid-19 tidak akan bisa dihilangkan seperti Flu Spanyol atau Influenza yang sudah berabad-abad tetap ada.

“Kita harus realistis seperti Singapura berpikir masa depan. Kondisi pandemi diubah dalam kondisi endemi. Membentengi sebanyak mungkin komunitas dengan vaksin, kalaupun tertular dampaknya tidak berat, sehingga aktivitas normal bisa dilakukan kembali,” pungkasnya

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X