Fahri Hamzah: Dapur Istana Kacau, Jokowi Dikasih Data yang Salah

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah melihat ada kekacauan di lingkaran Istana Kepresidenan sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah dan kesal kepada para menteri saat Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020.

Menurut dia, memang sulit menilai kinerja negara karena negara itu organisasi yang besar. Tapi, Fahri menilai kekacauan di sekitar istana itu terjadi sudah dari dulu. Periode pertama (2014-2019), Fahri mengatakan Presiden Jokowi pernah mengeluarkan Inpres Anti Gaduh Nomor 2 Tahun 2017.

“Inpres dibuat oleh Presiden karena sering antara menteri berantam, lalu dibuatlah Inpres Anti Haduh. Gaduh ini terus terjadi, sampai kemarin mudik gaduh juga antara menteri beda pendapat, menteri-menteri buat kebijakan sendiri,” kata Fahri saat Indonesia Lawyers Club yang dikutip pada Rabu, 1 Juli 2020.

Padahal, Fahri juga pernah menyampaikan bahwa Presiden Jokowi punya dapur yang harus kuat. Dapur yang dimaksud Fahri adalah Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden. Maka, fungsi dapur ini harus memberikan data yang valid untuk Presiden Jokowi.

“Presiden tidak boleh enggak punya data yang benar. Data Presiden itu mesti valid. Presiden tidak boleh salah, tapi tidak boleh nampak salah. Presiden itu harus tajam, presisi, kuat, tidak ada orang yang bisa bantah data-datanya. Masa kabinet datanya beda-beda. Karena itu, dapur harus kuat,” ujarnya.

Tetapi, kata Fahri, jika ada yang mau bantah data Presiden itu mesti dengan upaya yang besar dalam mengumpulkan data-datanya. Anehnya, data yang disampaikan oleh Presiden Jokowi ini malah berkali-kali dibantah, dan pertengkaran dalam kabinet pun sering terjadi karena salah data.

“Dalam COVID-19 ini banyak sekali perbedaan-perbedaan, termasuk data Bung Arya (Juru Bicara Kementerian BUMN, Arya Sinulingga) mengatakan tidak ada masalah. Tapi Bu Risma (Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini) nangis sujud-sujud, itu masalah. Jadi jangan dianggap tidak ada masalah,” jelas mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini.

Contoh lainnya, Fahri mengatakan Presiden Jokowi menyentil Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto supaya mencairkan insentif untuk para dokter dan tenaga medis dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Sebab, dana yang sudah dianggarkan sekitar Rp 75 triliun tapi baru keluar 1,53 persen.

“Namun, Pimpinan Komisi IX DPR mengkritik Presiden karena salah menilai Menteri Kesehatan. Mereka mengatakan angka Presiden salah. Baru sehari mengeluarkan data, besoknya dibantah orang. Yang bantah anggota DPR, yang tahu persis berapa anggaran Kementerian Kesehatan. Jadi data dari siapa?,” kata dia.

(Viva.co.id)

Sekjen Gelora: KPU Perlu Buat Terobosan agar Pilkada Hemat Anggaran

30 Juni 2020

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada Serentak 2020 hendaknya membuat terobosan model pilkada yang lebih efensien. Sebab, kondisi perekonomian Indonesia saat ini berat, ditambah lagi pandemi Covid-19 masih berlangung .

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPN Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik dalam perbicangannya dengan wartawan di Jakarta, Selasa (30/6/2020).

“Kalau di tengah kondisi saat ini tetap melaksanakan pilkada dengan pola hight cost, maka menjadi tidak rasional dan tidak logis saja. Karena itu, jalan tengahnya harus dicari oleh KPU, jangan hanya membelanjakan APBN saja ,” kata Mahfuz.

Sementara dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, hasil Pilkada juga tidak serta merta memperbaiki kondisi masyarakat di daerah. Apabila tidak ada terobosan , maka sebaiknya Pilkada diundur hingga 2021.

“Resikonya akan banyak Plt (pelaksana tugas). Tetapi, kewenangan Plt ini tidak bisa mengambil keputusan strategis di daerahnya. Jadi, jangan sampai malah jadi menggangu kepentingan masyarakat yang lebih besar,” katanya.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menerbitkan Perppu untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah, jika Pilkada digelar pada 2021 agar tidak ada Plt dan kepala daerah tetap dapat mengambil keputusan stategis.

Sebab, jabatan kepala daerah itu, masa jabatannya lima tahun. Jika jabatan kepala daerah tidak diperpanjang, akan banyak Plt apabila Pilkada diundur pada 2021.

“Presiden bisa terbitkan Perppu untuk memundurkan Pilkada 2021. Dan di aturan peralihan bisa diberikan penjelasan mengenai perpanjangan masa jabatan kepala daerah mengenai kondisi khusus Covid-19. ,” katanya.

Namun, apabila Pilkada tetap dilakukan pada 9 Desember 2020, maka KPU perlu merumuskan terobosan yang efisien dan mencegah penyebaran Covid-19, seperti tidak ada kampanye tatap muka, mendatangi pemilih saat pencoblosan dan lain-lain.

“Terobosannya seperti apa itu yang harus dirumuskan KPU, saya tidak tahu. Tapi perlu ada terobosan jika Pilkada tetap digelar 2020 se-efisien mungkin dan hemat anggaran,” kata Sekjen Partai Gelora Indonesia ini.

Anis Matta dan Fahri Hamzah Kehilangan Sosok Hilmi Aminuddin

JAKARTA – Mantan Ketua Majelis Syuro PKS Ustaz Hilmi Aminuddin meninggal dunia Selasa (30/6/2020). Pendiri Partai Gelora Indonesia , Anis Matta dan Fahri Hamzah, merasa kehilangan sosok Hilmi, yang dinilai banyak berkontribusi kepada masyarakat.

“Selasa (30/6/2020), dengan kesedihan yang sangat mendalam saya menerima kabar wafatnya guru saya tercinta Ustaz Hilmi Aminuddin,” kata Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta, dalam keterangan tertulis, Rabu (30/6/2020).

Anis Matta, yang merupakan mantan Presiden PKS, mengatakan banyak berguru kepada Hilmi Aminuddin. Dia berharap Hilmi memperoleh tempat yang terbaik.

“Semoga Allah SWT menyelimuti beliau dengan rahmat-Nya, mengampuni dosa-dosanya, dan menerima seluruh amalnya, dan menempatkan beliau di maqam yang terpuji dan tertinggi dalam surga-Nya. Sebagian dari umur terbaik saya telah saya lalui bersama beliau dalam perjuangan dakwah dan politik, saya tumbuh dalam bimbingan dan tempaan beliau, saya berutang banyak ilmu dan budi dari beliau,” ujar Anis.

Di mata Anis Matta, Hilmi merupakan figur penting dalam politik Indonesia. Anis Matta merasa kehilangan sosok Hilmi, yang dinilai memiliki jiwa pejuang.

“Beliau merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah kebangkitan Islam politik di Indonesia yang sekarang mewarnai percaturan politik nasional. Kita semua kehilangan seorang ulama pejuang, pahlawan umat dan bangsa,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengenal sosok Hilmi sejak menjadi aktivis. Fahri merasa terpukul dengan kepergian Hilmi, yang sosoknya dikenal berpengaruh.

“Tentu kita semua merasa berduka dan kehilangan atas kepergian Bapak KH Hilmi Aminuddin. Sosok yang dalam waktu yang begitu dalam mengisi hari-hari kita dalam perjalanan. Sejak kita masih muda beliau punya semangat yang membara, menjadi bagian dari aktivis Islam dan memperjuangkan cita-cita dan nilai-nilai luhur yang kita yakini dari hari ke hari hingga dia menjelma menjadi kekuatan politik di negeri kita tercinta,” ucap Fahri.

“Perasaan kehilangan, perasaan sedih dan terpukul tentu akan ada dan itulah yang menjelaskan bahwa memang beliau adalah orang yang tidak saja berpengaruh kepada masyarakat, tapi berpengaruh kepada pribadi kita masing-masing,” imbuhnya.

Jenazah pendiri yang juga mantan Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin itu dikebumikan di Desa Pagerwangi, Kabupaten Bandung Barat tak jauh dari Padepokan Madani pada Selasa (30/6/2020) malam.

Prosesi pemakaman almarhum hanya dihadiri sejumlah keluarga dengan penerapan protokol kesehatan, sementara pelayat tidak diizinkan bertakziah dan rumah duka disterilkan. Namun, Rabu (1/7/2020) ini, sudah diizinkan untuk menerima pelayat yang ingin bertakziyah.

Ustaz Hilmi Amimunddin meninggal karena sakit jantung yang diidapnya sejak lama. Sebelum meninggal dunia, Ustaz Hilmi sempat menjalani perawatan di RS Santosa, Bandung sejak Jumat (26/6/2020).

Anis Matta: Hati-hati Indonesia Sudah Masuk Tahap Negara Gagal

JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Muhammad Anis Matta mewanti-wanti pemerintah mengenai dampak pandemi Covid-19 yang bisa berakibat pada negara gagal, apabila melihat perkembangan situasi nasional saat ini.

“Situasi nasional sekarang sudah menunjukkan tahap negara gagal, apa yang beliau sampaikan (Presiden Joko Widodo, red) nampak negara sudah kehilangan efektifitasnya,” kata Anis Matta menanggapi beredarnya video Presiden Jokowi memarahi para menterinya saat Rapat Kabinet pada 18 Juni 2020 di Jakarta, Senin (29/6/2020) malam.

Hal itu disampaikan Anis Matta dalam Zoominari politik bertajuk ‘Mengapa Negara Gagal’ yang digelar oleh Narasi Institute dan dipandu Ahmad Nur Hidayat, Senin (29/6/2020). Zoominari ini dihadiri politisi, pengamat eknonomi, pakar pendidikan dan tokoh nasional.

Mereka antara lain Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, dua ekonom senior Fadhil Hasan dan Aviliani, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier, Guru Besar Pertanian IPB Didin S Damanhuri, mantan Ketua KEIN Andri BS Sudibyo.

Menurut Anis Matta, apabila banyak instrumen seperti yang disampaikan Presiden Jokowi tidak ada progresnya, maka efektifitas sebuah negara mulai dipertanyakan.

“Ini peringatan serius buat pemerintah, secara jujur harus dievaluasi, apakah kabinet jokowi saat ini, kabinet pesta atau kabinet kerja. Ini serius karena satu dari tiga tanda negara gagal, Indonesia sudah memasukinya,” tegas Anis Matta.

Anis Matta menegaskan, ada tiga jebakan negara gagal yang harus dihindari pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin agar terhindar sebagai negara gagal, bahkan kolaps.

Jebakan pertama adalah kapasitas, khususnya leadership (kepemimpinan) nasional. Jebakan kedua mengenai keamanan dimana terjadinya kontraksi antara kebebasan domokrasi versus pengendalian sosial ( kontrol negara terhadap publik ).

“Jebakan ketiga adalah jebakan legitimasi publik dan koalisi partai pemerintah yang sudah nampak mulai menyelamatkan diri masing-masing,” tandas Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini.

Anis Matta berharap Presiden Jokowi membuat tiga klaster untuk mengatasi jebakan negara gagal saat ini, agar krisis berlarut bisa diatasi tidak hanya sekedar melakukan reshuffle kabinet.

Yakni klaster ilmuwan atau para saintis terbaik bangsa agar pemerintah bisa memahami krisis pandemi Covid-19 ini secara mendalam dan tepat. Lalu, klaster public service khususnya sektor kesehatan, sektor sosial, sektor pendidikan dan ekonomi. Kemudian, terakhir klaster geopolitik.

“Ketiga klaster ini masih minim mendapat penanganan oleh pemerintah, bahkan kalau saya melihat strategi geopolitik kita nampak tidak punya arah,” ujar Anis Matta.

Ekonom Indef Fadhil Hasan mengungkapkan, ekonomi Indonesia saat ini memasuki resesi, dimana pertumbuhan ekonomi sudah dibawah minus.

“Pengangguran sekarang sudah diatas 13 juta atau lebih dari 10 persen. Hal ini perlu diwaspadai pemerintah,” ungkap Fadhil.

Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai APBN saat ini sedang ‘sekarat’, karena roda pemerintahan tidak bisa berjalan tanpa ditopang dengan utang. Tahun depan diperkirakan utang Indonesia akan melejit menjadi 40 persen dari PDB.

“Jadi roda pemerintahan tidak bisa berjalan kalau tidak ditopang oleh utang,” tandas Fuad Bawazier.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berharap agar Presiden Jokowi tidak mengeluh di depan publik, karena akan menimbulkan respon yang beragam, baik yang pro maupun kontra.

“Jadi jangan suka mengeluh di depan menteri, pidato itu bisa bermata dua, bisa menunjukan national leadership kita memang lemah,” kata Fadli.

Sekjen Gelora: KPU Perlu Buat Terobosan agar Pilkada Hemat Anggaran

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada Serentak 2020 hendaknya membuat terobosan model pilkada yang lebih efensien. Sebab, kondisi perekonomian Indonesia saat ini berat, ditambah lagi pandemi Covid-19 masih berlangung .

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPN Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik dalam perbicangannya dengan wartawan di Jakarta, Selasa (30/6/2020).

“Kalau di tengah kondisi saat ini tetap melaksanakan pilkada dengan pola hight cost, maka menjadi tidak rasional dan tidak logis saja. Karena itu, jalan tengahnya harus dicari oleh KPU, jangan hanya membelanjakan APBN saja ,” kata Mahfuz.

Sementara dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, hasil Pilkada juga tidak serta merta memperbaiki kondisi masyarakat di daerah. Apabila tidak ada terobosan , maka sebaiknya Pilkada diundur hingga 2021.

“Resikonya akan banyak Plt (pelaksana tugas). Tetapi, kewenangan Plt ini tidak bisa mengambil keputusan strategis di daerahnya. Jadi, jangan sampai malah jadi menggangu kepentingan masyarakat yang lebih besar,” katanya.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menerbitkan Perppu untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah, jika Pilkada digelar pada 2021 agar tidak ada Plt dan kepala daerah tetap dapat mengambil keputusan stategis.

Sebab, jabatan kepala daerah itu, masa jabatannya lima tahun. Jika jabatan kepala daerah tidak diperpanjang, akan banyak Plt apabila Pilkada diundur pada 2021.

“Presiden bisa terbitkan Perppu untuk memundurkan Pilkada 2021. Dan di aturan peralihan bisa diberikan penjelasan mengenai perpanjangan masa jabatan kepala daerah mengenai kondisi khusus Covid-19. ,” katanya.

Namun, apabila Pilkada tetap dilakukan pada 9 Desember 2020, maka KPU perlu merumuskan terobosan yang efisien dan mencegah penyebaran Covid-19, seperti tidak ada kampanye tatap muka, mendatangi pemilih saat pencoblosan dan lain-lain.

“Terobosannya seperti apa itu yang harus dirumuskan KPU, saya tidak tahu. Tapi perlu ada terobosan jika Pilkada tetap digelar 2020 se-efisien mungkin dan hemat anggaran,” kata Sekjen Partai Gelora Indonesia ini.

Pak Jokowi Marah-Marah, Anis Matta Punya Saran untuk Cegah RI Jadi Negara Gagal

JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta punya saran untuk Presiden Joko Widodo. Anis menyampaikan sarannya menyusul viral video Presiden Ketujuh RI itu memarahi para menterinya dalam rapat paripurna kabinet.

Mantan wakil ketua DPR itu menilai pemerintah justru kehilangan efektivitasnya pada masa pandemi COVID-19. Buktinya adalah visi dan misi Presiden Jokowi yang tak bisa direalisasikan oleh para menterinya.

“Kalau tidak ada progres berarti banyak instrumen yang tidak ter-deliver dan itu menunjukkan negara sudah kehilangan efektivitasnya,” kata Anis melalui layanan pesan, Selasa (30/6).

Lebih lanjut Anis mengatakan, salah satu dari tiga ciri negara gagal adalah pemerintahan yang kehilangan efektivitas. Oleh karena itu, katanya, kini saatnya Kabinet Indonesia Maju (KIM) dievaluasi. “Apakah kabinet Jokowi saat ini kabinet pesta atau kabinet kerja. Ini serius karena satu dari tiga tanda negara gagal Indonesia sudah memasukinya,” tegas Anis. Menurut Anis, ada tiga jebakan yang harus dihindari pemerintah demi menghindarkan Indonesia dari jalan menuju negara gagal. Pertama adalah menghindari jebakan kapasitas, khususnya kepemimpinan nasional.

Kedua adalah jebakan keamanan seiring terjadinya kontraksi antara kebebasan berdemokrasi versus kontrol negara terhadap publik. “Ketiga adalah jebakan legitimasi publik dan koalisi partai pemerintah yang sudah tampak mulai menyelamatkan diri masing-masing,” papar Anis. Selain itu, Anis juga menyarankan agar Presiden Jokowi membuat tiga klaster untuk menghadapi krisis akibat pandemi yang berlarut-larut. Klaster pertama adalah ilmuwan atau para saintis terbaik.

“Sehingga pemerintah bisa memahami krisis pandemi ini secara mendalam dan tepat,” ujar Anis.

Selanjutnya, klaster kedua terdiri dari layanan publik terutama sektor kesehatan, sosial, pendidikan dan ekonomi. Ketiga adalah klaster geopolitik. Anis menekankan soal pentingnya klaster geopolitik. “Strategi geopolitik kita tampak tidak punya arah,” ulasnya. Sebelumnya Presiden Jokowi menumpahkan kekesalannya dalam Sidang Paripurna KIM pada 18 Juni lalu. Presiden Jokowi dalam forum itu menganggap para menterinya bekerja biasa-biasa saja pada masa pandemi Covid-19. Jokowi menginginkan belanja kementerian dipercepat agar uang yang mengalir ke masyarakat makin banyak. Mantan Gubernur DKI itu mencontohkan anggaran kesehatan dalam APBN 2020 yang dipatok Rp 75 triliun, namun yang teralisasi baru 1,53 persen. Selain itu, Jokowi juga menyebut upaya pemulihan ekonomi nasional tidak menunjukkan progres signifikan. Sebab, berbagai stimulus ekonomi tak kunjung terealisasi.(mg10/jpnn)

Sumber : jpnn

Anis Matta Beberkan Tiga Jebakan Negara Gagal yang Harus Dihindari Jokowi

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas menyapikan kejengkelannya terkait kinerja menteri kabinet Indonesia Maju saat rapat paripurna kabinet pada 18 Juni 2020, lalu.

Dalam kesempatan itu, Presiden mengutarakan bahwa kerja para menteri di masa krisis akibat pandemi ini tidak menunjukan progres kemajuan.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta mengingatkan pemerintah jika situasi nasional menunjukan sudah masuk tahap negara gagal.Perlunya mengacu pada pada tiga tanda yang disampaikan Presiden dimana nampak negara sudah kehilangan efektifitasnya.

“Kalau tidak ada progres berarti banyak instrumen yang tidak terdeliver dan itu menunjukan negara sudah kehilangan efektifitasnya,” Kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (30/6/2020).

Menurut Anis, ini peringatan serius buat kinerja jajaran menteri di kabniet pemerintah.Anis Matta bahkan mengingatkan agar kabinet ini harus dievaluasi secara jujur apakah kabinet Jokowi saat ini kabinet pesta atau kabinet kerja.

“Ini serius karena satu dari tiga tanda negara gagal Indonesia sudah memasukinya,” tegas Anis Matta.

Anis menyebut ada tiga jebakan yang pemerintah harus atasi jika Indonesia ingin terhindar dari negara gagal bahkan negara colaps.Pertama, jebakan kapasitas khususnya leadership nasional.

Kedua, jebakan keamanan dimana terjadinya kontraksi antara kebebasan domokrasi versus pengendalian sosial (kontrol negara terhadap publik,red). Lalu, ketiga, jebakan legitimasi publik dan koalisi partai pemerintah yang sudah nampak mulai menyelamatian diri masing-masing.

Terkait opsi terjadi reshuffle di kabinet, Anis Matta menilai bukan pada sektornya tetapi pada pendekatanya.

Anis Matta memberikan masukan yang bisa dilakukan pemerintahan jokowi yaitu sebaiknya membuat tiga cluster dalam menghadapi krisis berlarut ini yaitu pertama cluster ilmuwan atau para saintis terbaik bangsa agar pemerintah bisa memahami krisis pandemi ini secara mendalam dan tepat.

Kedua cluster public service khususnya sektor kesehatan, sektor sosial, sektor pendidikan dan ekonomi didalamnya.Kemudian ketiga adalah cluster geopolitik. Cluster ketiga ini, menurut Anis, yang minim mendapat penanganan oleh pemerintah.

Liputan Media : Tribunnews

Misteri Kemarahan Presiden Menurut Fahri Hamzah

29 Juni 2020

Misteri Kemarahan Presiden Menurut Fahri Hamzah

JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah ikut menyoroti kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak puas dengan capaian-capaian para pembantunya. Kemarahan presiden sebelas hari yang lalu itu baru muncul saat ini, justru membuat Fahri Hamzah miris dan kasihan melihatnya.

“Saya, terus terang baru melihat presiden marah rada serius (karena tidak pegang teks). Meski pun sebenarnya itu, kemarahan yang dipandu dengan teks. Saya kasihan juga melihat presiden bisa frustasi seperti itu,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/6/2020).

Namun, yang menjadi pertanyaan Fahri adalah kenapa presiden marah sepuluh hari yang lalu, kemudian baru diunggah di laman resmi akun sosial media Sekretariat Negara, sepuluh hari kemudian?

“Dan nyaris sepuluh hari itu tidak ada bocoran sama sekali? Karena sepertinya itu adalah pidato di ruang tertutup yang diikuti oleh Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara yang merupakan bukan ‘anak buah’ nya presiden, karena ada Gubernur BI, juga pimpinan-pimpinan lembaga yang afiliat dengan kerja-kerja eksekutif,” bebernya.

Fahri yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu mengaku kalau sebenarnya banyak sekali respon tentang cara lembaga Kepresidenan dalam mengelola lembaga negara. Karena dirinya kebetulan mempelajari dan juga hampir dua puluh tahun terlibat di dalam pemerintahan yang memantau dan mengawasi kerja eksekutif.

Pertama-tama, dirinya tidak setuju dengan istilah penggunaan rapat sebenarnya. Karena, eksekutif (presiden) itu tidak memerlukan rapat. Presiden itu mungkin berkonsultasi boleh. Tapi kalau rapat buat apa?

“Dia (presiden) nggak perlu rapat, karena rakyat Yang memilih dan dia sendiri diruang eksekutif itu, dia yang memimpin. Apalagi dalam sistem presidential, ini bukan sistem parlementer,” sebutnya.

Dalam sistem parlementer, lanjut Fahri, Perdana Menteri sebagai kepala eksekutif kerap rapat dengan anggota Parlemen. Kenapa rapat terus? Karena PM dipilih oleh koalisi Parlemen, makanya disebut dengan parlementarisme.

Tapi kalau eksekutif, di presidensialisme yang tidak dipilih oleh parlemen, karena dipilih langsung oleh rakyat. Karena itu, tidak perlu rapat, dia (presiden) bisa memutuskan sendiri.

“Kalau koordinasi oke lah, tapi pada dasarnya meng-entertain istilah rapat di dalam pemerintahan itu menurut saya tidak terlalu perlu, dan buang-buang waktu. Sama juga kalau rapatnya dengan anak buah (menteri). Buat apa? Karena menteri itu kan semua dipilih oleh presiden, diajak rapat? Pecat aja kalau nggak ok. Jadi itu sebenarnya. Tapi oke kita hargai karena presiden menunjukan ^sense of crisis^ dalam situasi seperti ini.” ucapnya .

Karena itu, secara terus terang Fahri agak miris melihat presiden sampai menyampaikan semacam kemarahan. Namun, Fahri menganggap itu bukan kemarahan, tetapi semacam frustasi sebenarnya.

“Padahal, saya sudah sering mengomentari cara seharusnya presiden mengelola lembaga kepresidenan. Tidak boleh presiden itu kelihatan emosi, kelihatan marah, kecewa atau kelihatan putus asa,” ujarnya.

Mengapa? Karena menurut Fahri, sistem presidensial dimana presiden dipilih oleh 267 juta rakyat Indonesia. Seluruh suara rakyat itu diserahkan kepada satu orang, untuk mewakilinya memimpin republik ini dan karena itu sebenarnya presiden adalah orang yang paling kuat karena mendapatkan mandat dari semua orang atau powerful, demikian pungkas Fahri Hamzah. ***

Fokus Pembenahan Organisasi, Partai Gelora Serahkan Urusan PT ke DPR

29 Juni 2020

JAKARTA – Sebagai pendatang baru di panggung perpolitikan Tanah Air, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia tidak mempunyai kapasitas untuk mengutak-atik Undang-Undang Pemilu, terutama soal besaran angka Parliamentary Threshold (PT) atau ambang batas masuk Parlemen. Sebab, Partai Gelora tidak dalam posisi pembuat kebijakan dan regulasi.

Hal ini disampaikan Ketua DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Kabid Politik dan Pemerintahan, Sutriyono kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/6/2020), menanggapi munculnya wacana soal kenaikan angka PT dari 4 persen menjadi 7 persen dalam UU Pemilu yang tengah menjadi perdebatan tersebut.

Sutriyono mengatakan, karena yang berhak membahas UU Pemilu adalah partai politik yang saat ini berada di Parlemen dan Pemerintah. Sedang buat Partai Gelora yang penting adalah di dalam membuat Undang-Undang harus memperjuangkan kedaulatan rakyat sebagai aspek representasi yang harus dijaga, yakni satu pun suara rakyat harus dijaga, jangan sampai hilang atau hangus.

“Kita (Gelora) masih dalam proses pengkajian. Sehingga belum membahas masalah besaran angka PT yang akan diberlakukan pada pemilu mendatang. Urusan PT, kita serahkan kepada mereka yang di DPR saja,” ucap eks politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu lagi.

Bagi dia, apa pun yang nantinya diputuskan oleh DPR dan pemerintah, Partai Gelora harus siap termasuk dengan aturan besaran angka PT. Sebab, kalau PT sudah diputuskan setiap partai politik peserta pemilu harus siap. Harus tunduk pada Undang-Undang Pemilu,’ katanya.

“Tapi untuk saat ini, kita enggan dipusingkan dengan urusan UU Pemilu dan PT. Kita sedang fokus bagaimana mematangkan organisasi hingga ke seluruh daerah, serta melakukan konsolidasi internal partai.” tegasnya.

Partai Gelora, lanjut Sutriyono, mentargetkan  susunan kepengurusan hingga kelurahan dan desa. Pada saat mendaftar ke Kemenkumham, Partai Gelora secara resmi mendaftarkan kepengurusan tingkat Pusat, 34 kepengurusan, tingkat Provinsi, 423 kepengurusan tingkat Kabupaten/Kota dan 3639 kepengurusan.

“Dan mengacu kepada Permenkumham 34/2017, telah menyerahkan sebanyak 42 ribu lembar dokumen persyaratan administratif,” pungkasnya.

Sekedar diketahui, beberapa dari pimpinan ke 9 parpol yang duduk di DPR RI rupanya membuat konspirasi untuk mengurangi jumlah parpol di DPR dengan strategi meningkatkan ambang batas Parlemen. Sembilan partai dianggap masih terlalu banyak, sehingga pembahasan permasalahan di DPR kerap bertele-tele dan agak sukar diambil konsensus.

Saat ini terdapat 3 (tiga) opsi mengenai wacana perubahan ambang batas parlemen. Opsi pertama, naikkan 4% jadi 5%. Dengan catatan untuk DPRD propinsi 4%, DPRD Kabupaten 3%. 

Opsi kedua diusulkan oleh Partai Nasdem dan Golkar, naikkan 7%. Opsi ketiga, ambang batas parlemen tetap 4%, dianut oleh PPP, PAN dan PKS dengan catatan ambang batas untuk DPRD 0%, alias dihapus.

Sementara, Partai Gerindra belum bersikap, dengan alasan mengikuti jalannya pembahasan. Namun, jika mayoritas parpol sepakat menaikkan ambang batas parlemen, partai besutan Prabowo Subianto ini menyatakan siap.

Akhir dari perdebatan di DPR RI tampaknya bakal sedikit kompromi, mengikuti usul PDIP, partai terbesar, yaitu naikkan ambang batas parlemen sedikit saja: dari 4% jadi 5%.

Sebagaimana diketahui ketentuan PT sudah berlaku sejak Pemilu 2009 sampai dengan Pemilu 2019 lalu dengan besaran yang berbeda-beda. Pada Pemilu 2009 besaran ambang batas parlemen adalah 2,5 persen. Kemudian naik menjadi 3,5 persen di Pemilu 2014, dan 4 persen pada Pemilu 2019.

Sejak 2009 hingga 2019 ambang batas parlemen hanya berlaku pada level Pemilu DPR saja. Akibatnya, setiap partai politik yang ingin mendapatkan kursi DPR harus memperoleh suara sah nasional sebesar persentase ambang batas parlemen yang berlaku. 

Sedangkan bagi partai politik yang tidak memenuhi ambang batas tersebut, tidak bisa diikutsertakan dalam konversi suara ke kursi dan suaranya terbuang begitu saja (wasted vote).

Raihan : Agama Kerap Dijadikan Kambing Hitam Politik

26 Juni 2020

JAKARTA – Mantan Anggota DPR Dedi ‘Miing Gumelar menegaskan, agama bukan merupakan sumber konflik. Agama justru menghindari terjadinya konflik. Konflik terjadi karena agama dipolitisasi oleh pihak tertentu agar kepentingannya tidak terganggu.

“Kalau kata orang Betawi, sumbernya lu, sumbernya manusia sendiri. Agama memang tidak bisa dipisahkan dari politik, tapi sekarang agama dipolitisasi untuk menghalangi supaya kepentingan mereka tidak terganggu,” kata Miing dalam webinar ‘Apa Iya Agama Sumber Konflik?’  di Jakarta, Jumat (26/6/2020).

Dalam webinar yang dipandu Kabid Hubungan Keumatan DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Raihan Iskandar ini, Miing menilai agama diperlukan untuk membentengi manusia dari perilaku-perilaku buruk.

“Pendidikan saja itu tidak cukup, coba lihat Sukamiskin itu isinya S3, Doktor semua, apa kurangnya pendidikan. Jadi jangan salahkan agama kalau ada maling, korupsi, konflik. Sumbernya manusianya sendiri, karena tidak menjalankan agamanya,” kata mantan Anggota DPR Komisi Pendidikan ini.

Karena itu, Miing tidak sependapat apabila pendidikan agama dihapuskan dari kurikulum, karena dianggap sebagai sumber konflik. Ia pun menolak anggapan, jika manusia beragama dikatakan tidak modern dan tidak sesuai peradaban zaman.

“Agama itu justru sumber peradaban, agama itu bukan penghalang, memilih pemimpin juga diatur agama. Sekarang ini sifat-sifat Fir’aun, Abu Jahal masih ada, mau menghapus mata pelajaran lah. Intinya kepentingan mereka terganggu, itu saja,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Ustad Ade Permana, Dai Damai Indonesia. Ade mengatakan, agama justru terbukti menyatukan perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah pada masa kolonial Belanda.

“Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Diponegoro dan Hasanuddin, mereka berperang dan mengusir penjajah sepulang dari ibadah haji. Agama itu menyatukan perjuangan,” kata Ade. 

Bahkan para pendiri bangsa Indonesia (founding father) juga tidak memaksakan Islam sebagai dasar negara dan memilih Pancasila, karena menyadari plurarisme masyarakat Indonesia. “Jadi agama itu bukan sumber konflik,” katanya.

Lalu, muncul pertanyaan bagaimana dengan perang di Suriah yang berkonflik gara-gara agama? Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat Hillary Clinton sudah mengakui, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) itu bentukan mereka. 

“ISIS itu dibuat Amerika yang antiagama, bukan agama sumber konflik. Ada juga kepentingan bisnis senjata disini, semua senjata ISIS dipasok Amerika. Nah, ini yang tidak disadari, Amerika sengaja membuat perang agar dagangan senjatanya laku,” ujar Ade.

Kabid Hubungan Keumatan DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Raihan Iskandar menambahkan, agama memang kerap dijadikan ‘kambing hitam’ atau dipersalahkan dalam politik. Namun, hal itu justru menumbuhkan semangat untuk kembali kecintaanya kepada agama dan bangsa. 

“Ini fenomena menarik, kaum muda maupun yang berumur ada keinginan untuk membangun bangsa dengan nilai-nilai yang lebih baik dan santun,” kata Raihan. 

Webinar ini diadakan oleh Indonesia Paradise Talk dan Komunitas Ngopi Asyik, diikuti lebih dari 100 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, serta dihadiri beberapa organisasi Islam seperti Al Washliyah, Muhammaadiyah dan lain-lain

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X