Angka Kemiskinan Naik Dua Digit Bisa Jadi Ancaman Stabilitas, Partai Gelora Usulkan Madzab Ekonomi Baru

, , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, kenaikan angka kemiskinan dua digit selama pandemi Covid-19 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu, bisa menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi negara dan bangsa Indonesia.

“Dua tahun terakhir ini, hampir 3 juta orang yang balik menjadi miskin. Mereka berasal dari kelas menengah yang relatif cukup bagus dalam 20 tahun terakhir, tapi pandemi ini menjelaskan kepada kita bahwa kelas menengah kita rapuh,” kata Anis Matta dalam pengantar diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Anomali Pandemi di Indonesia: Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Miskin’ di Jakarta, Rabu (25/8/2021) petang.

Diskusi daring ini dihadiri narasumber antara lain ekonom senior Dr Hendri Saparini, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara SE, MSc dan Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi Ph.D 

Menurut Anis, bertambahnya orang miskin dari kelas menengah bisa menjadi ancaman stabilitas apabila tidak ada bantuan serius untuk dicarikan jalan keluarnya agar mereka tidak terjun ke jurang kemiskinan. 

“Sekarang kita menghadapi kesenjangan, yang mengingatkan kita kembali dengan lagu Rhoma Irama yang dibuat di era pembangunan zaman Pak Harto dulu, Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Miskin, karena ada pertumbuhan yang tidak disertai pemerataan. Tapi sekarang ini, kita tidak sekadar bicara tidak adanya pemerataan, tapi juga pertumbuhan yang terancam,” ungkap Anis.

Anis Matta menilai selama pandemi di Indonesia saat ini terjadi anomali dimana yang kaya justru semakin meningkat kekayaannya. Namun, terkait hal ini tak perlu dicegah,  pemerintah tidak perlu mencegah seseorang menjadi kaya.

“Tapi lebih kepada menghilangkan kesenjangan yang ada di masyarakat. Kerapuhan ini yang mesti kita pikirkan bersama apa yang bisa kita lakukan untuk menguatkan kelas menengah ini, mengurangi angka kemiskinannya,” ujarnya.

Rapuhnya kelas menengah menjadi miskin, kata Anis Matta, akan semakin memperlebar ketimpangan ekonomi dan sosial, sehingga diperlukan satu struktur ekonomi baru yang tidak akan berdampak buruk bagi stabilitas negara dan bangsa.

“Saya ingin menggarisbawahi bahwa usaha kita untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan sosial dan ekonomi ini  membutuhkan satu narasi ekonomi baru, satu mazhab ekonomi baru,” katanya.

Konsep Geloranomics yang sedang dikembangkan Partai Gelora, menurut Anis Matta, bisa menjadi madzab ekonomi baru yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, disamping isu lingkungan yang sangat fundamental.

“Saya menemukan satu benang merah disini, satu titik dimana Partai Gelora yang sedang mengembangkan konsep Geloranomics, yang salah satu orientasi dasarnya adalah isu lingkungan, juga orientasi pemberdayaan masyarakat untuk menutup kesenjangan ekonomi. Ini tantangan besar ekonomi, bukan hanya di kita tapi juga di dunia,” katanya.

Ekonom Senior Hendri Saparani mengatakan, setiap kali ada krisis pemerintah selalu memberikan stimulus fiskal dengan memberikan dokumen pembiayaan belanja yang besar untuk menjaga stabilitas ekonomi.

“Namun, upaya tersebut seringkali tidak tepat sasaran seperti kita lihat jumlah dana pihak ketiga yang diatas Rp 2 miliar terus naik tahun 2021, meningkatnya luar biasa 30 persen. Mestinya kita lebih baik membuat kebijakan mendorong terjadi pertumbuhan mendorong ekonomi masyarakat,” kata Hendri Saparani.

Hal senada disampaikan Direktur CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara. Bhima mengatakan banyak kebijakan yang dinilai pro rakyat ternyata banyak mengamankan kepentingan pengusaha dengan dalih bermacam-macam seperti menyerap tenaga kerja.

“Kebijakan yang disebut bangun jalan dan segala macem yang menyerap tenaga kerja lebih optimal, ada yang kemudian bilang ini pro rakyat, tapi ternyata kebijakan-kebijakannya mengamankan kepentingan pengusaha,” kata Bhima Yudistira.

Sementara Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi menambahkan, pemerintah seharusnya menggelontorkan uang ke sektor-sektor yang efisien agar ekonomi bisa bergerak menjadi pertumbuhan.

“Apa yang disampaikan Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) dalam menghadapi pandemi, tidak mencerminkan analisa-analisa yang disampaikan, sehingga secara teknis banyak sektor-sektor yang tidak efisien. Kita butuh kerja keras untuk memperbaiki policy tersebut,” kata Fithra Faisal.

Geloranomics, Sebuah Ide Awal

, , ,

Partaigelora.id – Geloranomics secara implisit pernah disampaikan oleh Anis Matta dalam grup diskusi. Ide dasar Geloranomics menurut Anis Matta adalah “Pertumbuhan berorientasi keselamatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, berbasis teknologi dengan fokus ekonomi domestik.” Atau dalam diskusi dengan Rocky Gerung beberapa hari yang lalu disederhanakan menjadi dua kata kunci yaitu keadilan lingkungan dan keadilan sosial.

Ada lima kosa kata yang menjadi ide dasar dari Geloranomics jika kita mau bedah agak mendalam;

  1. Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan yang secara berkesinambungan menuju kondisi yang lebih baik dalam kondisi perekonomian suatu negara. Ekonomi suatu negara sendiri dapat dikatakan bertumbuh jika kegiatan ekonomi masyarakatnya berdampak langsung kepada kenaikan produksi barang dan jasanya.

Pertumbuhan ekonomi menggunakan 3 indikator. Ketiga indikator itu adalah pendapatan per-kapita dan peningkatan pendapatan nasional, jumlah pengangguran lebih kecil ketimbang jumlah tenaga kerjanya, dan menurunnya tingkat kemiskinan.

Analisa-analisa pertumbuhan ini bagian dari geloranomics, cuma perbedaannya adalah bahwa analisa-analisa ini berorientasi pada keselamatan lingkungan.

  1. Berorientasi pada Keselamatan Lingkungan

Dalam ulasan buku Limit to Growth (Club of Rome) yg diterbitkan tahun 1972 didapat salah satu kesimpulan bahwa jika trend pertumbuhan yang pada waktu itu terjadi terus berlanjut maka peradaban manusia akan memasuki kondisi ‘overshoot’, yaitu melampaui batas pertumbuhan yang sanggup diakomodasi oleh planet bumi yang terbatas. Kondisi ini bisa mengakibatkan penurunan drastis kapasitas industri dan populasi manusia. Atau dengan kata lain: bencana peradaban. Sumberdaya manusia terus bertumbuh, tetapi sumberdaya alam terbatas. Atau dalam istilah Anis Matta sumber utama pembahasan trend ekonomi ke depan adalah bumi dan manusia.

Pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada keselamatan lingkungan merupakan aspek pertama yang dikembangkan dalam ide awal geloranomics. Presiden Amerika Joe Biden dalam pidatonya beberapa waktu lalu me-mention Indonesia dalam issue keselamatan lingkungan ini;

Menurut Biden apabila pemanasan global terus terjadi maka bisa berdampak pada mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut naik.

Karenanya menurut dia tak menutup kemungkinan bisa saja 10 tahun mendatang Jakarta bisa saja tenggelam.

“Apa yang terjadi di Indonesia jika perkiraannya benar bahwa dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena akan tenggelam?” kata Biden.

Issue Jakarta tenggelam ini menemui relevansinya dengan data dari Ketua Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB yang menyampaikan ada 112 kota/kabupaten yang berpotensi tergenang.

Pertumbuhan ekonomi yang berorientasi laingkungan adalah langkah relevan menghadapi situasi ekonomi saat ini, ditambah situasi saat ini dimana pertumbuhan cenderung melambat karena pandemi. Bahkan dalam diskusinya Anis Matta menyampaikan bahwa jangan-jangan kita tidak memerlukan pertumbuhan untuk mempertahankan sumberdaya yang ada?

  1. Pemberdayaan Masyarakat

Selain berorientasi pada kesalamatan lingkungan, geloranomics juga berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah menciptakan masyarakat berpengetahuan yang menghasilkan teknologi untuk mencapai kesejahteraan atau kemakmuran bersama. Ruang-ruang dibuka lebar kepada masyarakat dalam mengakses sumber-sumber ilmu pengetahuan, sumberdaya ekonomi dan juga akses teknologi, maka keadilan sosial untuk kemakmuran bersama akan terwujud.

  1. Teknologi

Kesenjangan pertumbuhan sumberdaya manusia dan keterbatasan sumberdaya alam bisa di atasi dengan teknologi. Secara singkat, teknologi dapat diartikan sebagai penerapan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis dalam kehidupan manusia. Teknologi berperan untuk efektifitas dan efisiensi dalam memanfaatkan semua sumberdaya yang ada. Geloranomics sejak awal menjadikan teknologi sebagai instrumen dalam mengatasi keterbatasan sumberdaya alam. Karena manusia memiliki ilmu pengetahuan yang terus berkembang sehingga manusia punya kemampuan mengelola sumberdaya alam secara efektif dan efisien.

  1. Fokus Ekonomi Domestik

Geloranomics bertujuan untuk mencapai kemakmuran bersama. Kemakmuran bersama menuntut ketersediaan sumberdaya pangan bagi manusia dalam mempertahankan hidupnya. Anis Matta menyampaikan bahwa fokus ekonomi domestik adalah dimana kita memiliki cukup semua sumberdaya yang mampu membuat kita bertahan hidup tanpa bantuan orang lain. Dengan kata lain, fokus ekonomi domestik adalah mengoptimalisasi sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan teknologi yang kita miliki sendiri demi kemakmuran bersama.

Lima ide awal ini kira-kira yang akan di eksplorasi lebih lanjut oleh para expert dalam merumuskan geloranomics agar lebih relevan dan lebih praktis dalam mewujudkan Indonesia sebagai lima kekuatan besar dunia.

Muhmmad Irfan (Irfan Enjo)

Staf Bidang Narasi DPN Partai Gelora Indonesia, serta Kabid Media dan Komunikasi DPW DKI Jakarta

Partai Gelora Desak Komunitas Internasional Bantu Taliban Bentuk Pemerintahan yang Inklusif dan Moderat

, , , , ,

Partaigelora.id – Komunitas internasional, termasuk Indonesia di dalamnya diminta untuk tidak mengisolir Taliban sebagai pemenang di Afghanistan, tetapi justru secara bersama-sama membantu mereka untuk pemerintahannya yang inkluisf dan moderat. 

“Taliban jangan diblokade, karena begitu diisolasi oleh dunia internasional dan diblokade, maka mereka tidak punya jalan lain. Mereka akan mengembangkan jalan-jalan kekerasan terorisme dan menyebarkan ke seluruh dunia lagi,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam dialog Catatan Demokrasi di tvOne dengan tema ‘Taliban Menang, Islamofobia Datang?, Rabu (24/8/2021).

Menurut Mahfuz, situasi dan kondisi di Afghanistan saat ini sebenarnya tidak terlepas dari politik geopolitik internasional. Afghanistan, lanjutnya, dijadikan tempat perang antara Amerika Serikat dan sekutunya dengan Uni Soviet (Rusia).

Dalam posisi ini, sebenarnya Afghanistan merupakan korban dari perang dingin tersebut. Sehingga memunculkan berbagai kelompok jihad di Afghanistan maupun dari berbagai negara seperti Taliban Al-Qaeda, ISIL (Isis Asia Selatan), termasuk jihadis dari Indonesia (Jamaah Islamiyah).

“Tapi sebenarnya Taliban itu sebenarnya bukan terorisme,  kelompok perlawanan asli di Afghanistan. Dan Taliban sudah membuat perjanjian dengan Amerika untuk tidak memberikan ruang bagi ekosistem Al Qaeda dan ISIS. Apakah kemudian Taliban bisa memenuhi, inilah yang harus dibantu oleh masyarakat internasional,” katanya.

Karena itu, masyarakat internasional dan negara-negara besar punya kepentingan langsung dengan Afghanistan saat ini paska kemenangan Taliban dengan mendorong terbentuknya pemerintahan baru yang inklusif dan moderat.

“Dari Afghanistan sekarang yang diinginkan oleh dunia itu apa?Apakah Taliban mau dijadikan medan pertempuran baru atau sebagai alat pukul baru atau memang kita menginginkan merekonstruksi Afghanistan. Karena jalan kekuatan militer saat ini  sudah menunjukkan kegagalan dan menimbulkan perspektif kecemasan dan Islamofobia (kecurian), apakah ini yang mau dikedepankan terus? tanya Mahfuz.

Mahfuz menyadari kemenangan Taliban di Afghanistan saat ini menimbulkan pro kontra dan kecemasan baru di dunia internasional maupun di tanah air seperti kekuatiran munculnya aksi-aksi terorisme baru.

“Indonesia juga perlu mendudukkan soal Afghanistan ini, karena sudah memiliki hubungan baik selama ini. Afghanistan sudah melewati konflik dan peperangan lebih dari 40 tahun, kita dua tahun di lockdwon saja sangat berat, bagaimana dengan rakyat Afghanistan,” ujar Mahfuz.

Mahfuz mengatakan, Afghanistan merupakan salah satu negara dari 8 negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Bahkan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Afghanistan dilakukan sebanyak dua kali, dan meminta Indonesia segera mengirimkan perwakilannya sebagai Duta Besar di Afghanistan.

“Pada tahun 1947, kemudian kita mengirim Mayjen Abdul Kadir kala itu sebagai Duta Besar pertama Indonesia di Afghanistan.  Afghanistan juga menolak Agresi Militer Belanda II dan ikut Konferensi Asia Afrika di Bandung. Dukungan Afghanistan buat Indonesia sangat besar,” katanya.

Partai Gelora berharap pemerintah Indonesia memiliki political will untuk membantu negara dan bangsa Afghanistan bisa keluar dari krisis situasi saat ini. Dimana ada dua pekerjaan rumah (PR) besar, yakni membentuk state building dan nation state, serta meredakan konflik antar milisi atau faksi di Afghanistan.

“Di Afghanistan ada 7 kelompok mujahdin, sekarang tinggal 3 kelompok, yakni Taliban, Al Qaeda dan ISIS Asia Selatan (ISIL). Kita perlu dorong terjadinya rekonsilasi diantara faksi-faksi tersebut. Jika sekarang Taliban yang menang, maka kita bantu membangun state building dan nation building dengan membentuk pemerintah yang inklusif dan moderat,” pungkas Mahfuz Sidik

Geloranomics, Ekowisata dan Kemilau ‘Invisible Export’ Indonesia di Masa Depan

, , ,

Partaigelora.id – Partai Gelora mengusulkan konsep ‘Geloranomic’ sebagai narasi peta jalan baru dalam mengatasi krisis berlarut saat ini. Fokus dari konsep ini adalah mengusung keadilan sosial dan keadilan lingkungan dengan dua tema besar yaitu bumi dan manusia.

Saat ini kedua hal dalam konsep ini tidak berjalan seiringan bahkan bisa dikatakan arahnya sudah melenceng, bisa kita lihat dari banyaknya lingkungan yang rusak akibat eksploitasi berlebihan, serta kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang tidak meningkat akibat hasil alam hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta menyatakan kemakmuran kolektif bisa tercapai asalkan kedua unsur pertumbuhan tersebut terpenuhi.

Outputnya harus ada pertemuan yang seimbang antara bumi dan manusia. Pertama bumi adalah rumah kita, sehingga harus kita rawat dan kita jaga. Kedua adalah pemberdayaan masyarakat manusianya sendiri.

Partai Gelora, lanjutnya, mengusulkan satu tema besar lagi dalam konsep ‘Geloranomics’, yakni kesejahteraan sebagai sumber kemakmuran.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kelebihan berlimpah berupa sumber daya alam baik di daratan, udara, maupun perairan, keseluruhan potensi ini merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi serta bisa dijadikan sebagai media pendidikan dan pelestarian lingkungan.

Potensi Ecotourism (dalam bahasa Indonesia: ekowisata) yang dimiliki Indonesia berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisonal, keindahan bentang alam, gejala alam, dan peninggalan sejarah/budaya perlu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Ecotourism adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam meliputi flora, fauna, iklim, keindahan alam yang dimanfaatkan untuk kepentingan rekreasi, studi dan ilmu pengetahuan dengan mengikutsertakan potensi masyarakat sekitar yang mencakup kebudayaan, adat istiadat, kesenian, makanan, obat-obatan/jamu dan segala aktifitasnya.

Dalam era saat ini, green issue tidak hanya sebagai syarat dalam agenda politik di suatu negara, dan merupakan isu hangat yang diperbincangkan.

Munculnya istilah eco-tourism, back to nature, suistanable tourism dan lain lain, menunjukkan bahwa pariwisata sekarang harus diterima secara politis, bertanggung jawab secara sosial, menguntungkan secara ekonomi dan berwawasan lingkungan.

Invisible export merupakan suatu kegiatan memperoleh devisa tanpa mengirim barang ke luar negeri, akan tetapi kita memeroleh devisa dari pembelanjaan wisatawan (dalam ekonomi pariwisata).

Oleh karena itu, hal yang wajar dan patut diperjuangkan oleh kader Partai Gelora Indonesia untuk berinovasi dan mencari potensi eco-tourism didaerah masing-masing untuk dikembangkan bersama masyarakat, yang mana hal ini nantinya akan berakibat positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat.

Secara tidak langsung juga akan meningkatkan kredibilitas kader Partai Gelora Indonesia di mata masyarakat.

Semangat berGelora, Rekrutmen Tanpa Batas 💪💪

NR. Panca Hidhayad
Kabiro Monitoring dan Dukungan Wilayah, Bidang Rekrutmen Anggota DPN Partai Gelora Indonesia

Partai Gelora Dorong Masjid sebagai Tempat Vaksinasi, serta Kampanye Vaksin Sehat dan Halal

, , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mendorong penggunaan masjid sebagai tempat untuk  menggelar vaksinasi Covid-19, serta kampanye vaksin sehat dan halal.

Hal itu guna menanggulangi narasi disinformasi vaksin Covid-19 yang berkembang di masyarakat, yang lebih banyak ditemukan dengan latar keagamaan.

“Saya sebenarnya agak membayangkan kalau narasi keagamaan ini bisa kita jawab dengan operasional. Misalnya vaksin bekerja sama dengan dewan masjid, karena ini kampanyenya sederhana, sehat dan halal. Ini sekaligus melawan banyak sekali disinformasi mengenai vaksin,” ujar Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia saat memberikan pengantar diskusi Paradise Talk dengan tema ‘Peran Masjid di Tengah Pandemi Covid-19, Minggu (22/8/2021).

Diskusi ini digelar secara virtual oleh Bidang Hubungan Keumatan Partai Gelora Indonesia, dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan,  Wakil Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan MUI KH Fahmi Salim, serta Dewan Pakar DMI DKI Jakarta Ustadz Ade Purnama.

Anis Matta menyebut, penolakan vaksinasi Covid-19 banyak datang dari orang-orang yang tingkat keagamaannya tinggi. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Gelora.

“Kita menemukan penolakan terhadap vaksin ini paling banyak ditemukan pada orang-orang dengan tingkat keberagamaan cukup tinggi,” ujar Anis.

Berdasarkan survei tersebut, 45 persen masyarakat menolak vaksin. Alasannya lebih banyak karena percaya terhadap disinformasi vaksin Covid-19.

“Sebagian dari narasi yang melatari penolakan kepada vaksin ini adalah isu-isu yang sebenarnya berkembang sebagai disinformasi, misalnya ini vaksin China, unsur kehalalan dan seterusnya,” ujar Anis.

Maka itu, ketika masjid ditutup dengan alasan pembatasan aktivitas muncul perlawanan oleh masyarakat. Masyarakat banyak juga yang abai protokol kesehatan di masjid karena merasa tidak akan terpapar virus corona.

“Jadi ini ada satu narasi yang berkembang di masyarakat kita. Saya kira perlu untuk kita selesaikan,” katanya.

Menanggapi hal ini Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyatakan, sependapat dengan ide Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta. Anies pun mengaku sudah mendorong agar masjid dapat menjadi tempat vaksinasi Covid-19.

Dia menyebut, saat ini sudah ada beberapa masjid yang menggelar vaksinasi bagi masyarakat. Di antaranya Masjid Baitul Karim di Johar Baru, Jakarta Pusat, dan Masjid Said Naum di Tanah Abang.

“Kita perlu mendorong lebih banyak tempat ibadah yang memberikan ketenangan batin ini menjadi tempat yang memberikan ketenangan untuk vaksinasi. Dan masyarakat pun banyak yang mengatakan lebih tenang nih, pak vaksinnya di masjid,” paparnya.

Anies mengatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan bentuk perlindungan tambahan selain pelaksanaan protokol kesehatan. Menurut Anies, vaksinasi juga menjadi salah satu upaya agar aktivitas keagamaan dapat kembali dilakukan.

“Salah satu pintu penting untuk masjid bisa kembali ramai dengan cara melindungi jamaahnya, perlindungan pada jamaah tambahannya adalah vaksin,” katanya.  

Dewan Pakar DMI DKI Jakarta Ustadz Ade Purnama mengatakan, DMI akan terus bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah daerah lainnya untuk melakukan vaksinasi di masjid-masjid, sehingga target herd immunity (kekebalan komunal) segera tercepai.

“Alhamdulllah hasilnya sudah melandai, tetapi masjid-masjid masih kita himbau untuk tetap menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan. Kita akan menggalakkan vaksinasi di masjid-masjid,” kata Ade Purnama.

Dengan melandainya Covid-19 di Jakarta, kata Ade Purnama, DMI berani mengggelar acara mengetuk ‘Pintu Langit’ setiap malam Jumat bekerjasama dengan MUI dan Pemprov DKI Jakarta.

“Bentuk acaranya adalah Khotmil Qur’an (Khatam Al Qur-an) dibarengi dengan dzikir dan doa. Ini gagasan dari Pak Gubernur (Anis Baswedan) yang didukung TNI/Polri. Memahamkan masyarakat itu memang butuh waktu, tetapi mudah-mudahan upaya ini berhasil,” katanya.

Sementara Wakil Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan MUI KH Fahmi Salim menambahkan, masjid adalah sentra peradaban Umat Islam, namun adanya pandemi Covid-19 telah mengubah semua kenormalan yang ada, termasuk dalam hal beribadah.

“Jadi seperti disampaikan Pak Gubernur (Anis Baswedan, red) kita harus menjaga diri, karena semua kebiasaan berubah termasuk beribadah kita di masjid. Ini tantangan kita, tidak mudah memang menjelaskan kepada umat. Dan kita berharap partai yang berideologi Islam jangan cuma bergerak mau pemilu saja, menang di aqidah ideologi saja, tapi aksinya kurang,” kata Fahmi Salim.

Masa Depan Indonesia Butuh Imajinasi Besar, Anis Matta: Aliansi Kampus Harus Pelopori Gerakan Pemikiran

, , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta berpandangan masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh aliansi poltik, tetapi ditentukan oleh aliansi kampus.

Sebab, kampus akan melahirkan sebuah gerakan intelektual baru, serta akan mempelopori gerakan pemikiran tentang Arah Baru Indonesia. 

“Kita coba mulai satu gerakan intelektual baru, gerakan pemikiran baru Indonesia. Ini jauh lebih fundamental bagi saya dalam membangun Indonesia ke depan, daripada membentuk aliansi politik,” kata Anis Matta dalam diskusi ‘Membaca Politik Taliban dan Masa Depan Geopolitik Dunia Islam’, Jumat (20/8/2021) malam.

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Aceh-Yogyakarta secara virtual ini, menurut Anis Matta, partai politik (parpol) perlu membentuk aliansi dengan kampus dan seluruh akademisi.

“Kita bisa mendiskusikan semua pertanyaan mengenai pemikiran manusia tentang satu model ekonomi baru yang tatanan globalnya benar-benar runtuh, ” katanya.

Neoliberalisme telah memunculkan ketimpangan sosial dan memunculkan kelompok Ultranasionalis di Amerika dan Eropa, akibat sistem kapitalisme.

“Makanya Amerika dan Eropa sekarang perlahan-lahan mulai meninggalkan kapitalisme dan beralih ke sosialisme. Sementera China dari sosialisme justru menjadi kapitalisme,” katanya.

Artinya, semua negara di dunia saat ini sedang mencari sebuah sistem tatanan global baru, karena tidak mungkin lagi menggunakan sistem kapitalisme dan sosialisme.

“Kapitalisme telah merusak lingkungan dan menimbulkan ketimpangan sosial, sementara sosialisme menghalangi kebebasan demokrasi. Dua sistem ini tidak mungkin lagi diterima secara global,” ujarnya.

Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk ikut serta menentukan sistem tatanan global baru, sehingga menjadi kekuatan global.

“Indonesia bisa menjadi kekuatan kelima besar dunia dan ikut menentukan sistem tatanan baru global, atau menjadi outsider seperti selama ini, menerima dan melaksanakan sistem tersebut,” katanya.

Guna mewujudkan Indonesia sebagai lima besar dunia, Anis Matta berkepentingan untuk menghidupkan kembali aliansi kampus yang akan menjadi pondasi pemikiran gerakan intelektual baru Indonesia.

“Sudah waktunya kita berhenti menjadi sekedar konsumen pemikiran orang. Kita sudah harus menjadi produsen pemikiran-pemikiran. Gerakan intelektual baru ini akan memberikan jawaban atas persoalan dunia dan di Indonesia sekarang,” ujarnya.

Karena itu, Anis Matta menyesalkan apabila ada parpol yang lebih mengedepankan politik transaksional seperti memberikan bantuan sosial, ketimbang memberikan ruang bicara untuk ‘pergulatan intelektual’.

“Pada dasarnya memberikan bantuan impact dari krisis itu bukan tugas partai. Tetapi krisis menyebabkan orang menjadi pragmatis, dan politisi keluar dari diskursus intelektual dan masuk politik pasar,” tegas Anis Matta.

Anis Matta berharap parpol mengajak para intelektual baru dari kampus untuk berbicara kepada rakyat, serta mengubah perbincangan di warung kopi dan media sosial dengan perbicangan yang substansial.

“Kita mulai gerakan supaya kosakata yang berhubungan dengan ideologi lebih mendominasi. Ini akan menjadi permulaan yang dashyat untuk merumuskan peta jalan baru Arah Baru Indonesia,” pungkasnya.

Partai Gelora Usulkan Konsep ‘Geloranomics’ Sebagai Peta Jalan Baru Atasi Krisis Berlarut

, , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengusulkan konsep ‘Geloranomics’ sebagai narasi peta jalan baru dalam mengatasi krisisi berlarut saat ini

Fokus dari konsep Geloranomics ini adalah mengusung keadilan lingkungan dan keadilan sosial dengan dua tema besar, yakni bumi dan manusia.

“Yang saya maksud dengan Geloranomics ini ada dua tema besar yang kita perjuangkan, pertama bumi dan kedua manusia,” kata Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia dalam keterangannya, Jumat (20/8/2021).

Konsep ‘Geloranomics’ itu sudah disampaikan Anis Matta dalam diskusi Kopi Gelora pada Rabu (18/8/2021) malam, yang dihadiri pengamat politik dan filsafat Rocky Gerung sebagai bintang tamu dengan Refleksi 76th Kemerdekaan RI: Krisis & Momentum Indonesia.

Diskusi ini dihadiri oleh 800-an jajaran fungsionaris DPN, MPN, MP, DPW, DPN dan DPC yang digelar secara virtual.

Menurut Anis Matta, persoalan bumi dan manusia pada dasarnya saling mengikat satu sama lain. Dimana maknanya, adalah pertumbuhan atau kesejahteraan.

Namun, pertumbuhan ini menimbulkan persoalan dengan, adanya keadilan lingkungan dan keadilan sosial. Saat ini, lingkungan mengalami kerusakan parah akibat eksploitasi berlebihan yang dilakukan manusia, tanpa melibatkan ahli lingkungan.

Sementara distribusi pertumbuhan dari eksploitasi tersebut, hanya dinikmati segelitir orang saja, dan tidak membawa dampak pada kesejahteraan bersama, sehingga terjadi kesenjangan antara si kaya dan miskin. 

“Jadi outputnya harus ada pertemuan yang seimbang antara bumi dan manusia. Pertama bumi adalah rumah kita, sehingga harus kita rawat dan kita jaga. Kedua adalah pemberdayaan masyarakat manusianya sendiri,” ujarnya.

Anis Matta menegaskan, kemakmuran kolektif bisa tercapai asalkan kedua unsur pertumbuhan tersebut terpenuhi. Partai Gelora, lanjutnya, mengusulkan satu tema besar lagi dalam konsep ‘Geloranomics, yakni kesejahteran sebagai sumber kemakmuran.

“Hal itu tercapai jika sumber pengetahuan dan teknologi digabungkan dalam menciptakan pertumbuhan. Pada waktu yang sama menjaga keselamatan bumi dan di lain waktu memberi ruang secara politik bagi seluruh masyarakat itu menjadi sejahtera bersama,” tegasnya.

Kemakmuran kolektif, lanjutnya bisa menjadi komponen utama dalam mensejahterahkan umat manusia dan bisa menjadi proposal Indonesia untuk dunia, asalkan bisa menyatukan agama, demokrasi dan kebebasan.

“Amerika yang kapitalis sudah mulai mengarah kepada sosialis, sedangkan China yang sosialis mengarah ke kapitalis. Sementara Rusia meski kuat secara militer, tapi kelemahannya tidak punya proposal untuk ekonomi dunia. Dan Indonesia punya peluang dan bisa mengajukan proposal itu,” katanya.

Pengamat politik dan filsafat Rocky Gerung menilai pokok pikiran-pikiran Anis Matta tentang ‘Geloranomics’ dan Arah Baru Indonesia bisa menjadi Garis Besar Haluan Negara (GBHN), karena cara pandangnya jauh ke depan mengikuti perubahan-perubahan yang ada.

“Jadi kalau nanti misalnya ada Sidang Istimewa ini bisa jadi GBHN, dan Anis Matta bisa menerangkannya  di MPR. Kenapa Covid-19 ini ada, karena paru-paru bumi dirampas manusia dan pindah ke paru-paru manusia. Itu sudah sunnatulah, hukum sebab akibat. Agama sudah perintahkan berpikir itu berdoa untuk masa depan, baca-baca-bacalah, bukan kerja-kerja-kerja,” kata Rocky.

Rocky Gerung sepakat dengan cara berpikir Anis Matta dalam memandang masa depan dunia dan Indonesia. Pikiran-pikiran tersebut, tidak dimiliki oleh partai-partai lain maupun para ketua umumnya.

Sebab, mereka hanya berpikir bagaimana mengamankan kursi di parlemen dan mendapatkan kekuasaan.

“Ini bagian dari merawat ulang Indonesia dan ini menumbuhkan harapan baru buat masyarakat. Partai Gelora punya pikiran alternatif, apa yang disebut menerobos kebekuan oleh Anis Matta,” katanya.

Pakar filsafat lulusan Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarsa ini menegaskan, banyak pihak yang salah paham dalam menilai sosok seorang Anis Matta.

“Anis Matta kan dulu dikenal sebagai ‘kanan’, ‘radikal’, segala macam. Begitu bikin partai, akhirnya orang melihat, bahwa lho kok jadi lain. Orang jadi kaget. Padahal sebetulnya saya kenal dari awal Anis Matta sebagai orang yang pikirannya tajam, selain kepandaian dalam agama dan kepiawaian ceramahnya. Itu yang tidak dilihat orang,” pungkasnya

Indonesia Bonus Demografi, Anis Matta: Pandemi ‘Membajak’ Mimpi Anak Muda

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Indonesia saat ini harusnya berada pada era bonus demografi yang ditandai dengan melimpahnya anak usia muda. Namun pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia kini justru mengancam potensi itu. Pandemi dinilai telah ‘membajak’ mimpi-mimpi yang sudah mekar yang seharusnya bisa dinikmati sekarang, namun tiba-tiba krisis datang.

Alhasil, anak usia produktif usia 20-30 dan 30-40 yang sedang melimpah, seharusnya membangun hal-hal besar di periode ini, tidak punya ruang gerak untuk bergerak. Padahal ibarat bunga, mereka waktunya mekar, bukan layu sebelum berkembang

Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia saat memberikan pengantar Gelora Talks dengan tema 76 Tahun Anugerah Kemerdekaan: Pemuda dan Mimpi Besarnya tentang Indonesia, Rabu (18/8/2021) petang.

“Ketakutan akan varian-varian baru dari Corona dipenuhi oleh peristiwa-peristiwa tumbangnya satu persatu korporasi bisnis dan sangat mungkin juga dipenuhi oleh tumbangnya banyak pemerintahan di masa-masa yang akan datang. Kita lihat di Malaysia, perdana menterinya (Muhyidin Yassin, red) sudah mundur karena tidak kuat, tidak mampu memikul beban krisis yang sekarang ini,” kata Anis Matta.

Maka dari itu krisis ini menurut Anis memukul satu kekuatan inti Indonesia yaitu bonus demografi. Bahkan kondisi ini pun bisa lebih parah lagi dalam 10-20 tahun ke depan. Pandemi, krisis ekonomi, krisis politik semakin mengancam usia produktif Indonesia.

Menurutnya hal yang harus diperbaiki ke depannya yaitu keyakinan dari diri masing-masing individu. Hal ini sangat penting untuk mengantisipasi dampak pandemi yang bisa membajak bonus demografi.

Keyakinan ini menjadi penting bagi para pemuda usia produktif untuk mekar dengan mimpi-mimpinya. Apakah pandemi ini bisa membajak bonus demografi, atau justru mengubahnya menjadi sebuah peluang karena kita memiliki optimisme, memiliki adjustment terhadap situasi, dan mau mengubah tantangan menjadi sebuah peluang,” kata dia.

Anak muda di samping berpikir realistis juga harus punya semangat optimisme dalam menghadapi krisis pandemi. Anis mengatakan dengan adanya optimisme ini menjadi sebuah kekuatan baru untuk kebangkitan Indonesia ke depannya.

“Musuh kita yang sebenarnya sekarang bukan virus, tapi adanya keinginan untuk layu di dalam diri kita. Jangan sampai sebagai bangsa kita layu sebelum berkembang,” tutup Anis.

Anis Matta pun membuat puisi untuk menggambarkan dan curahan isi hatinya atas kekuatirannya mengenai masa depan generasi muda Indonesia mendatang. Puisi tersebut diberinya judul ‘Melawan Layu’.

“Bisakah kita berlindung pada ingatan kemerdekaan, yang kini dibajak pandemi, yang menyerbu bagai hama, membunuh semua bunga di taman dan kita gugur di musim semi. Bisakah kita memanggil Chairil membaca puisinya sekali lagi, sebab kematian menari-nari disini dalam hening tanpa dentuman peluru dan kita masih tetap tak mengerti siapa musuh dalam perang ini,” demikian penggalan puisinya.

Diskusi ini dihadiri narasumber pengusaha muda dan penggiat olahraga kalangan pemuda, Azrul Ananda, duo Pemain Sepak Bola Nasional & Ex Pemain Timnas PSSI Okto Maniani dan Titus Bonai, serta enterpreneur muda Indonesia Sally Giovanny.

Azrul Ananda mengatakan, pandemi Covid-19 memang memberikan efek secara ekonomi, namun hal itu akan menjadi tantangan tersendiri. Setiap pemuda harus membuat planing atau perencanaan dalam hidupnya.

“Intinya kita harus membuat planning yang paling penting. Kita akan menemukan jalan dari ketidakpastian. Seperti ketika saya membuat Liga Basket Pelajar (DBL), akhirnya kita buat produksi sendiri sepatu, bola, kaos dan lain-lain,” kata Azrul, anak mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ini.

Sedangkan Sally Geovani, pengusaha muda asal Bandung mengatakan, setiap pemuda harus berani melakukan inovasi dan bisa menyesuaikan dengan situasi yang terjadi sekarang seperti pandemi saat ini.

“Sebenarnya bisnis saya dimulai berjualan kain kafan karena dibutuhkan setiap orang. Dari sini berkembang menjadi bisnisbatik, karena bahan dasarnya sama katun. Ya, alhamdullilah bisnis batik terus berkembang seperti sekarang. Di masa pandemi ini, saya buat masker batik dan laku keras. Intinya, inovasi,” kata Selly.

Sementara Okto Maniani dan Titus Bonai mengatakan, mereka berdua harus melalui masa-masa sulit sebelumnya menjadi pemain sepak bola nasional dan masuk Timnas Indonesia. Sejak awal telah ditanamkan dalam dirinya untuk menjadi atlet Sepak Bola Timnas Indonesia

“Saya sendiri jadi nelayan, jam 4 pagi saya jualan ikan di pasar. Singkat cerita kehidupan saya ini tidak berubah, saya harus jadi atlet, sementara kakak Tibo sudah jadi atlet. Motivator saya adalah abang senior saya yang main di Timnas di umur17 tahun,” ungkap Okto.

Atas dasar itu, Okto Maniani mengaku termotivasi untuk berjuang keras masuk Timnas Nasional, meski postur tubuhnya tidak mendukung sebagai pemain sepak bola, namun dia memiliki keunggulan dalam kecepatan berlari dan gocekan dalam menggiring bola.

“Saya harus kerja keras, lari di pantai, lari di gunung agar menjadi pemain profesional. Kita punya motivasi sendiri, banyak teman-teman saya di Jayapura juga sama, karena keterbatasan akses. Kita terus latihan-latihan agar punya fisik kuat,” pungkas Otto.

Residu Afghanistan

, , ,

Partaigeloraid – Di Dunia Islam, ada sambutan besar atas kemenangan Taliban dan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Afghanisntan. Dulu Mujahidin mengalahkan Uni Soviet. Sekarang Taliban mengusir AS seperti dulu bangsa Vietnam mengusir mereka.

Tapi cerita keseluruhannya tidak akan sama dengan apa yang tampak di depan mata. Uni Soviet runtuh setelah kekalahan di Afganistan. Invasi itu memang kesalahan staregis yang sangat fatal karena menyedot sumber daya dan mendemoralisasi spirit militer dan rakyat.

Berbeda dengan imperialisme Eropa sebelumnya dimana negara penjajah menyedot sumberdaya negara jajahan, Uni Soviet justru menyebar sumberdayanya untuk mempertahakankan “integritas teritorial” negara-negara yang sudah diinvasinya. Kelak ini menjadi akar kesimpulan bahwa sistem komunisme tidak bisa bekerja secara efektif, karena tidak ada pertumbuhan kolektif yang bisa diredistribusi. Jadi wilayah teritori Uni Soviet sebagai imperium sangat luas tapi ukuran ekonominya sangat kecil. Mereka “berbagi kemiskinan dan opium”, bukan berbagi kesejahteraan.

Kelak fakta dasar itu yang menjadi alasan China di bawah Deng Xiaoping beralih ke kapitalisme dengan mendefinisikan ulang sosialisme sebagai cara berbagi kesejahteraan, bukan berbagi kemiskinan.

Tapi penarikan pasukan AS dari Afganistan (dan sebelumnya dari Irak serta mungkin setelahnya dari Syria dan Teluk) adalah “koreksi atas kesalahan strategis”. Sama persis dengan keterlibatan dalam Perang Vietnam (1955-1975). Itu perang yang sia-sia karena didorong eforia kemenangan pada Perang Dunia II. Bahkan Perang Korea juga bagian dari eforia itu. Tidak ada target spesifik yang mengharuskan mereka hadir di sana, termasuk ide melawan penyebaran komunisme.

Itu perbedaan yang sangat fundamental. Lalu apa yg salah? Isu “perang melawan terorisme” adalah narasi yang gagal menciptakan “musuh bersama”. Ongkosnya terlalu besar, pengelolaan medianya buruk, Eropa sebagai sekutu utama tidak semangat untuk terlibat jauh. Citra AS sebagai pemimpin global makin terpuruk dan kehilangan kepercayaan dari sekutu Eropa.

Dan yang lebih penting adalah bahwa narasi itu tidak menjawab masalah inti masyarakat AS yang jauh lebih rumit, yaitu persoalan ekonomi dalam negeri AS sendiri. Ketimpangan ekonomi, penciutan kelas menengah dan munculnya Kulit Putih Miskin, adalah ancaman laten yang berpotensi menciptakan revolusi sosial dan menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ideologi sosialisme.

Bush Senior kalah dalam Pilpres 1992 melawan Clinton justru setelah memenangkan Perang Teluk 1991. Itu karena isu ekonomi. “It’s the economy, stupid!” adalah jargon paling efektif mewakili kebosanan generasi baru AS yang berada dalam tekanan Perang Dingin selama 45 tahun. Bush Senior yang mantan direktur CIA gagal membaca “public mood” generasi baru AS.

Periode Bush Junior (2000-2008) juga ditutup dengan ledakan krisis finansial global tahun 2008. Itu mengantarkan kemenangan bagi Obama (2008-2016). Dan sejak itu ide perang melawan teror menjadi tidak relevan. Masalah ekonomi domestik menciptakan “polarisasi elite dan rakyat” sekaligus. Itu bisa jadi ancaman Perang Saudara seperti yang sebelumnya pernah mereka alami.

Tapi Obama juga tidak bisa menyelesaikan masalah itu dalam dua periode kepresidennya. Dan itulah yang memberi peluang bagi kemenangan Trump pada 2016. Obamacara tidak menyentuh isu ketimpangan ekonomi secara susbtansial. Ada terlalu banyak kontradiksi dalam sistem ekonomi neoliberal AS yang telah melahirkan residu sosial yang sangat berbahaya. Finansialisasi ekonomi, peralihan industri manufaktur ke luar AS khususnya Asia, sebagai contoh, telah mengubah bukan saja struktur ekonomi AS, tapi juga struktur sosialnya. Kelas menengah yang hampir 70% dan menjadi sebab stabilitas politik AS, menciut drastis dan muncul fenomena baru: Kelas Putih Miskin.

Karena itu selama periode Bush (2000-2008), AS membuat Departemen Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security) sebagai antisipasi terhadap kemungkinan revolusi sosial yang tidak terkendali. Itu jelas berbeda dengan jargonnya melawan teroris. Karena isu ketimpangan itu riil, sementara isu terorisme itu abstrak.

Tapi selama periode Obama (2008-2016) ada perubahan besar pada visi global AS. Musuh mereka bukan lagi teroris, tapi China dan Rusia. Terorisme adalah musuh imajiner yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Tapi China dan Rusia adalah musuh riil yang punya kekuatan ekonomi, teknologi dan militer berskala besar.

Bisa dibilang sebenarnya Amerikalah yang membesarkan China dan kini menganggapnya sebagai masalah. Tapi China berbeda dengan Jepang dan Jerman yang dibangun AS setelah PD II. Kedua negara itu takluk dalam perang dan paling tidak dalam jangka waktu lama tidak akan memiliki ambisi imperial. China jelas memiliki ambisi imperial itu. China dipisahkan dari Uni Soviet lalu ditarik masuk ke dalam sistem kapitalisme. China menikmati investasi, teknologi, dan pasar AS dan Eropa sekaligus. Ada peralihan industri manufaktur dari AS ke China dalam skala sangat besar. Sekarang kelas menengah kulit putih AS kehilangan pekerjaan, tapi China justru menyaksikan pertumbuhan kelas menengah baru.

Itulah paradoksnya. Itulah kontradiksinya. Maka pada pilpres AS tahun 2016, kita menyaksikan dua fenomena penting. Kemenangan Trump mewakili kebangkitan Trumpisme: kulit putih miskin yang terlempar dari kelompok kelas menengah. Sementara walaupun tidak jadi kandidat presiden Partai Demokrat, Berni Sanders mewakili kebangkitan generasi baru AS yang percaya pada sosialisme.

Yang sama pada semua kandidat adalah semangat Anti-China. Walaupun Trump kalah pada 2020 lalu, semangat itu telah menjadi doktrin formal negara dan narasi yang dipercaya rakyat AS sebagai alasan kebangkitan baru mereka.

Jadi di tengah problematika sosial, ekonomi dan politik domestik itu, keberadaan pasukan AS di Timur Tengah dan Asia Tengah memang menjadi sangat tidak relevan. Memang harus ditarik. Itu ongkos kedigdayaan yang sia-sia belaka.

Tapi bagaimana mempertahankan dominasi global AS selanjutnya? Itulah inti dari semua cerita ini selanjutnya.AS akan fokus pada konsolidasi sekutu utama di Atlantik (Eropa) dan Pasifik (Jepang, Australia, India, plus Korsel dan Taiwan). Sementara masalah kawasan diberikan kepada kekuatan kawasan. Turki, misalnya, bisa diandalkan untuk Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika Utara. Turki bisa berperan sebagai sekutu regional AS di kawasan yang dulu merupakan wilayah imperium Ottoman.

Bagi AS, strategi geopolitik itu bisa mengurangi intervensi teritorial dan mengandalkan sekutu regional. Ada efesiensi finansial, kesempatan untuk melakukan konsolidasi sekutu global dan perbaikan citra sebagai pemimpin dunia.

Kunjungan Biden beberapa waktu lalu ke Eropa relatif berhasil mengkonsolidasi sekutu utama AS. Begitu juga pertemuan bilateral dengan Erdogan sebagai anggota NATO dengan peran baru Turki di kawasan.

Jadi Afganistan di bawah Taliban akan sangat dipengaruhi secara ideologi dan politik Turki, dan tentu juga Pakistan sebagai sandaran teritori Taliban sebelumnya. Tapi respons Iran, Rusia dan China juga pasti menentukan bagi Taliban.

Yang pasti “bisul” dalam strategi global AS sudah pecah. Nasibnya tidak akan sama dengan Uni Soviet. AS justru lebih solid secara domestik setelah mundur dari Afghanistan. Mereka bisa fokus ke perbaikan ekonomi domestik untuk menghilangkan residu Trumpisme. Dan fokus ke China. Tapi yang tersisa di Asia Tengah justru residunya. Itulah yang sekarang jadi masalah bagi Turki, Pakistan, China, Rusia dan Iran.

Ada residu lain. Ribuan agen/pekerja AS dari warga Afganistan bersama keluarga mereka akan dipindahkan ke beberapa negara Teluk seperti UAE, Arab Saudi dan Qatar. Dulu AS yang bayar, giliran yang lain.

Salah satu kelebihan demokrasi AS adalah mereka membuka diri untuk semua kritik internal dan “perbaikan strategi” secara berkesinambungan tanpa harus merasa bersalah atau kalah.

Anis Matta
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia

Partai Gelora Indonesia Bagikan Bendera Merah Putih dari Aceh Sampai Papua

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Dalam rangka menyambut Kemerdekaan RI ke-76, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia secara serentak membagikan Bendera Merah Putih dari Aceh hingga Papua pada, Senin (16/8/2021).

Pembagian bendera ini diharapkan bisa menjadi momentum kebangkitan bangsa Indonesia dalam membangun optimisme masyarakat dari krisis berlarut akibat pandemi Covid-19 saat ini.

“Aksi membagi bendera ini dilakukan oleh Partai Gelora dari Aceh sampai Papua untuk merajut kembali semangat Indonesia Bersatu dan membangun optimisme bangsa bahwa kita bisa menang menghadapi pandemi dan krisis ini,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dalam keterangan, Selasa (17/8/2021) .

Di Aceh, pembagian Bendera Merah Putih dilakukan DPW Partai Gelora Aceh dan DPD Banda Aceh kepada para pengguna jalan pada Senin (16/8/2021) siang. Warga terlihat sangat antusias ketika dipasangkan Bendera Merah Putih di kendaraan mereka.

Pembagian Bendera Merah Putih ini dilakukan di empat lokasi, yaitu di depan Masjid Raya Baiturrahman, Bundaran Simpang Lima, Taman Sari Putroe Phang, dan depan Museum Tsunami Aceh.

Sekretaris Bidang Komunikasi DPW Partai Gelora Aceh, M Sufri,  mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan semangat nasionalisme dan rasa cinta masyarakat kepada Tanah Air.

“Pendemi Covid-19 menjadi momentum untuk membangkitkan rasa kebersamaan dan sependeritaan untuk terus menjaga keutuhan NKRI,” ujar M Sufri.

Sementara di Papua, pembagian Bendera Merah Putih dilakukan DPW Partai Gelora Papua di tiga titik di Jayapura dan sekitarnya pada Senin (16/8/2021). Yakni Lampu Merah Bandara Sentani, Lingkaran Abepura dan Lampu merah Dok II Kota Jayapura.

Dalam pembagian bendera ini, kader baru Partai Gelora yang merupakan pesepak bola nasional Okto Maniani ikut berpartisipasi. Okto Maniani terlihat membagikan Bendera Merah Putih kepada para pengguna jalan baik roda empat maupun roda dua.

Ketua DPW Partai Gelora Papua Muhammad Yamin Noch mengatakan, kegiatan ini merupakan ikhtiar untuk membangkitkan Optimisme dan semangat kebangsaan kita.

“Meski ditengah krisis yang melanda dunia Khususnya Indonesia, bara juang dan semangat 45 kita jangan sampe padam, jangan menyerah, tetap optimis, semoga kita bisa keluar sebagai pemenang dari pandemi ini,” kata Yamin.

Selain di Aceh dan Papua, aksi bagi-bagi Bendera Merah Putih ini juga dilakukan secara serentak oleh 32 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) lainnya se-Indonesia.

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia berharap masyarakat Indonesia tidak menyerah dalam melawan perang Covid-19, mampu bertahan dan menang dalam menghadapi krisis berlarut ini.

“Dengan Rahmat Allah, kita memperoleh kemerdekaan. Dengan Rahmat Allah pula, insya Allah, kita bisa tegar dan mampu melewati krisis yang sekarang kita hadapi. Jangan Menyerah!,” pinta Anis Matta

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X