Tag: Penundaan Pemilu 2024

Anis Matta: Partai Gelora akan Lakukan Revolusi Total Sistem Pendidikan Apabila Diberikan Kesempatan Memimpin

, , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, salah satu reformasi besar yang akan dilakukan Partai Gelora apabila diberikan kesempatan untuk memimpin bangsa ini adalah melakukan revolusi total Sistem Pendidikan.

“Sistem pendidikan kita ini, tidak akan pernah melahirkan orang-orang yang bisa berpikir kompleks, karena sedari awal unsur-unsur kepribadian kita sebagai manusia itu tidak terpenuhi dengan baik,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Rabu (7/6/2023).

Misalnya, soal pelajaran sastra, seni dan musik, yang tidak terlalu didalami oleh orang-orang kita. Padahal disitu ada pergolakan mendalam mengenai budaya global di era globalisasi saat ini.

Dimana semua negara seperti Amerika, Korea, India dan China tengah berlomba-lomba untuk memproduksi produk kebudayaan mereka agar bisa mempengaruhi dunia.

“Jadi kalau kita melihat temuan teknologi itu bukan hanya sekedar berpikir kemampuan scientfic orang. Kalau kata Einstein (Albert Einstein) itu imajniasi, yang lebih penting dari science itu sendiri. Itu semua didrive oleh imajinasi, tapi di kita umumnya kurang imajinatif,” ujarnya.

Akibat tidak memiliki imajinatif, menurut ketua umum partai nomor 7 dalam Pemilu 2024 ini, tidak banyak pemimpin politik maupun pejabat publik lainnya di Indonesia sekarang yang punya imajinasi besar.

“Itu karena sistem pendidikannya tidak memungkinkan untuk berminajasi, itu masalahnya. Sehingga anda tidak menemukan orang-orang yang visioner, karena sistem pendidikannya tidak memungkinkan dia berpikir kompleks. Harusnya kita selalu berpikir jauh menerawang dan imajinatif. Tapi kita selalu berpikir hari-hari, dialy dimana yang penting kita hari ini hidup enak,” ungkapnya.

Menurut Anis Matta, sistem pendidikan saat ini perlu dirombak secara total, sehingga memungkinkan semua orang berpikir kompleks dan memiliki imajinasi. “Pemimpin di seluruh dunia itu berhasil, karena imajinasi, mereka memiliki imajinasi,” katanya.

Selain melakukan revolusi sistem pendidikan, Partai Gelora kata Anis Matta, juga akan mendorong penggunaan bahasa Indonesia oleh para pemimpin dan pejabat di forum-forum internasional.

“Kita kadang-kadang justru minder menggunakan bahasa Indonesia. Pemimpin kita di luar negeri maunya berbahasa Inggris, seakan-anda anda berbahasa Inggris, itu anda cukup cerdas dan terdidik,” katanya.

Padahal Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden China Xi Jinping dan mantan Presiden Soeharto tidak pernah menggunakan bahasa Inggris, tetapi mereka bangga menggunakan bahasanya sendiri, bukan karena tidak bisa berbahasa Inggris.

“Pengguna bahasa Indonesia atau Melayu itu penggunanya mencapai lebih dari 300 juta orang, kenapa kita tidak bangga dengan itu. Harusnya kita mendapatkan hadiah nobel sastra sebagai negara pengguna bahasa Indonesia yang sangat besar. Ini sangat miris,” katanya.

Hal itu, kata Anis Matta, sekali lagi kuncinya adalah di sistem pendidikan, karena orang tidak diajak sejak awal untuk berpikir kompleks, bukan hanya berpikir kritis atau logika satu, tetapi bagaimana membangun kemampuan berpikir keseluruhan secara kompleks.

“Sehingga nanti anda bisa menemukan hal-hal baru dari kemampuan berpikir kompleks itu, yang tidak ada sebelumnya,” jelas Anis Matta.

Pengagum sastrawan Chairil Anwar dan Pujangga Baru ini mengaku kagum dengan karya-karya sastra mereka yang tidak bosan untuk dibaca. Sebab, karya mereka memuat kisah-kisah pergulatan budaya dikelola sedemikian rupa dalam sebuah cerita, sehingga menjadi menarik dan abadi.

“Di kita ini sebenarnya banyak yang kontradiksi, bukan hanya di karya sastra saja, tetapi juga peninggalan budaya seperti Candi Borobudur yang dibangun sebelum abad 9, bahkan sebelum Renaissance bisa memproduksi satu keajaiban dunia. Tapi setelah itu tidak ada peninggalan lagi, kita mengalami distkontinyu tidak hanya di sastra, produk budaya, tetapi diskontinyu di semua lini,” papar Anis Matta.

Dalam industri perfilman misalnya, Indonesia sebenarnya sudah memiliki kemampuan teknis di Industri perfilman, tetapi negara tidak mendukung, dan pemerintah tidak memberikan bantuan untuk membesarkan industri perfilman, semua dikelola oleh swasta.

“Ini juga impian kami di Partai Gelora, kita akan membuat ‘Cinema City. Ini lebih strategis bagi pemerintah untuk membuat project seperti ini, daripada project lain. Di situ ada industri perfilmannya, teknolginya perbankan, universitas, dan ekonomi kreatifnya dan lain-lain semua terkumpul di situ,” katanya.

Model pembangunan seperti ini, lanjutnya, akan mengurangi ongkos atau pembengkakan biaya pembangunan proyek-proyek, karena semua difokuskan di tempat tersebut, sehingga akan mengakselerasi pertumbuhan dan produktivitas tenaga kerja.

“Tapi itu semua kuncinya juga ada di sistem pendidikan. Kami membayangkan bagaimana pendidikan kesenian itu dapat melahirkan produk kebudayaan, dan menjadi salah satu unggulan utama dari Indonesia seperti halnya Korea. Dengan membungkus keunggulan budaya dengan kemuajuan ekonomi dan kekuatan teknologi, diharapkan Indonesia akan menjadi Superpower baru,” pungkasnya.

Partai Gelora: Penundaan Pemilu Melanggar Konstitusi, UU Pemilu dan UU Kekuasaan Kehakiman

, , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Pusat) yang memutuskan penundaan Pemilu 2024 dinilai telah melanggar Konstitusi, Undang-undang (UU) Pemilu dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Diketahui, putusan PN Jakpus tersebut, mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) agar KPU RI menghentikan seluruh tahapan Pemilu dan mengulangnya dari awal. Pemilu 2024 ditunda hingga 2 tahun 4 bulan 7 hari atau hingga Juli 2021.

“Ada tiga perspektif yang dilanggar dari putusan PN Jakarta Pusat. Pertama perspektif Konstitusi, kedua perspektif Undang-undang Pemilu, dan ketiga perspektif Undang-undang Kekuasaan kehakiman,” Amin Fahrudin, Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Indonesia dalam Gelora Talks bertajuk ‘Kontroversi Tunda Pemilu 2024: Mengapa dan Ada Apa?’, Rabu (8/3/2023).

Menurut Amin, tujuan Pemilu merupakan norma yang diatur di dalam Undang-undang Dasar (UUD) NRI 1945. Sehingga ketentuan Pemilu ini, tidak hanya menjadi norma hukum, tapi juga menjadi norma Konstitusi.

“Tidak ada peradilan manapun itu, yang bisa mengubah norma dalam Pemilu di dalam Konstitusi, kecuali Sidang Istimewa MPR dalam Sidang Amandemen Konstitusi. Jadi PN Jakarta Pusat telah mengubah norma Konstitusi, itu seharusnya kewenangan yang dimiliki oleh MPR,” ujarnya.

Karena itu, putusan PN Jakpus yang menunda Pemilu 2024 tersebut, cacat hukum dan merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi. “Karena itu, kita abaikan saja putusan itu (putusan PN Jakpus),” katanya.

Sedangkan dalam perspektif UU Pemilu, kata Amin, ketika ada pelanggaran dan sengketa Pemilu, ada empat jalur ajudikasi yang bisa ditempuh.

Pertama, ketika terjadi pelanggaran pidana Pemilu, prosesnya di Bawaslu. JIka tidak selesai, maka berlanjut ke Pengadilan Negeri sampai ke Mahkamah Agung.

Kedua, ketika terjadi pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu, maka prosesnya ada di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketiga, ketika terjadi sengketa hasil, itu prosesnya ada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Keempat, ketika ada terjadi pelanggaran terhadap proses atau tahapan Pemilu, maka peradilannya setelah dari Bawaslu bisa mengupayakan hukum lebih lanjut kepada peradilan administrasi atau PTUN, jika merasa dirugikan.

“Artinya ketika kita mendengar adanya putusan dari PN Jakarta Pusat dalam perkara perdata ini jelas melanggar UU Pemilu,” katanya.

Sementara dari perpektif UU Kekuasaan Kehakiman, lanjut Amin, telah diatur Sistem Peradilan Indonesia, yakni Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Nah, PTUN ini yang mengadili putusan atau keputusan pejabat tata usaha negara yang bersifat individual dan konkret yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara. Dan keputusan KPU ini merupakan produk dari pejabat,” jelasnya.

Jika upaya hukum di Bawaslu ditolak, kemudian di PTUN gugatannya tidak dapat diterima, maka Partai Prima bisa melanjutkan upaya hukum yang dia PTUN, yakni banding.

“Seharusnya yang dilakukan Partai Prima melanjutkan upaya hukum yang ada di PTUN, yaitu melakukan banding kepada PTUN,” kata Amin.

Bahkan, dikatakan Amin, Prima bisa terus melakukan upaya hukum hingga upaya kasasi ke Mahkamah Agung atau MA.

Lebih lanjut, Amin mengatakan ketika putusan PN Jakpus dalam perkara perdata keluar dan berimplikasi pada perubahan norma dalam konstitusi menimbulkan tanda tanya besar.

“Apakah ini hanya sekadar kekeliruan dalam pandangan dan pertimbangan majelis semata-mata. Atau ada sesuatu yang lebih besar yang menggunakan instrumen hukum peradilan perdata untuk menunda pemilu?” tandasnya.

Serius Banding

Sementara itu, Mantan Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan KPU harus serius mempersiapkan proses banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan pemilu.

“Nah, saya berharap betul sebetulnya KPU kemudian memastikan seluruh proses berjalan (untuk mengajukan banding) dipersiapkan dengan baik,” kata Ilham Saputra.

Dia mengharap itu karena sempat mendengar rumor KPU tidak sungguh-sungguh mempersiapkan proses banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.

“Ya tentu ini harus dijawab dengan persiapan melakukan gugatan banding, dipersiapkan dengan sangat matang,” katanya.

Ilham mengatakan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku seharusnya putusan penundaan pemilu tidak sesuai dengan UUD NRI 1945, Undang-Undang Pemilu, bahkan Peraturan Mahkamah Agung.

Namun, lanjut dia, KPU juga tidak bisa mengabaikan begitu saja produk hukum berupa putusan tersebut dibiarkan, meski saat ini tahapan pemilu tetap dapat berjalan semestinya.

“PN yang memutuskan bukan kewenangannya, seharusnya melawan hukum, tetapi memang saya kira ini tetap berjalan proses (harus ditanggapi dengan banding sampai ada putusan yang membatalkan putusan PN Jakarta Pusat tersebut),” ujarnya.

“Nah, saya juga tidak mengerti bagaimana PN Bisa memutuskan penundaan pemilu yang seharusnya itu bukan kewenangannya sama sekali. Saya kira semua pihak terkait penyelenggaraan pemilu juga seirama, pemerintah, yang menyatakan pemerintah tetap mendukung proses jalannya pemilu,” imbuhnya.

Aktivis Hukum dan Akademisi Indonesia Feri Amsari mengatakan, PN Jakpus dinilai melampaui kewenangannya, karena masing-masing peradilan memiliki kewenangan absolut, tidak boleh peradilan lain mengadili kewenangan peradilan lain.

“Ini sama kalau ada kasus perceraian yang melibatkan anggota militer. Pengadilan Militer tidak boleh menyidangkan kasus perceraian, urusan bercerai bukan kompetensi absolutnya,” kata Feri.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menilai gugatan Partai Prima mengenai prosedur penyelenggaraan Pemilu, merupakan kompetensi PTUN, bukan kompetensi PN Jakpus.

“Perbuatan melanggar hukum atau PMH, itu sudah ditentukan di dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019, bahwa segala PMH harus dialihkan ke PTUN. Jika PTUN sudah menyidangkan dan putusannya tidak dapat diterima, harusnya diterima Partai Prima. Putusan PN Jakpus itu, jelas melanggar peraturan Mahkamah Agung. Putusannya luar biasa janggalnya,” katanya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Agustyati menambahkan, putusan PN Jakpus tidak bisa dieksekusi, karena di dalam konstitusi disebutkan, bahwa Pemilu itu bukan hanya Langsung, Umum Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil saja, tetapi juga dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

“Perintahnya setiap 5 tahun sekali, kenapa? Ya untuk sirkulasi kepemimpinan kita. Hal ini juga menjadi evaluasi bagi pejabat publik kita, kalau kita suka dengan performanya, kita pilih lagi. Tapi kalau kita tidak suka, ya tidak dipilih lagi. Jadi ini salah satu alasan kenapa pemilu harus dilaksanakan secara periodik,” kata Khairunnisa.

Partai Gelora Desak MA Keluarkan Fatwa Terkait Putusan PN Jakpus agar Tidak ada Chaos Hukum

, , , , ,

Partaigelora.id – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) menunda Pemilu 2024 telah mengundang gejolak besar di tengah publik. Sebab, putusan hakim tersebut, menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersalah tidak meloloskan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dalam proses verifikasi partai politik (parpol)

Sehingga KPU dihukum untuk menunda Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari atau hingga Juli 2025, dan meminta seluruh tahapan Pemilu dihentikan dan diulang kembali.

“Keputusan ini benar benar kontroversial dan sulit diterima akal sehat. Bagaimana Pengadilan Negeri bisa mengeluarkan putusan untuk menunda Pemilu yang diluar kewenangannya,” kata Achmad Nur Hidayat, Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam keterangannya, Senin (6/3/2023).

Menurut dia, ada yang lucu dan aneh dalam putusan PN Jakpus, karena bagaimana partai yang secara persyaratan tidak lolos verifikasi oleh KPU justru dimenangkan oleh pengadilan negeri.

KPU sendiri dalam melaksanakan tugasnya terkait verifikasi parpol baik administratif maupun faktual merujuk kepada aturan UU. Jika ada partai yang tidak lolos, mestinya membawa bukti-bukti yang dimilikinya kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Jika bukti yang dimiliki partai Prima kuat bahwa memang dirugikan oleh KPU, maka tentunya partai Prima bisa memiliki argumentasi yang kuat seperti pada partai Ummat. Partai Ummat kemudian lolos sebagai peserta pemilu,” katanya.

MadNur-sapaan akrab Achmad Nur Hidayat mengatakan, akhirnya banyak yang berspekulasi bahwa menangnya Partai Prima terhadap KPU di duga ada kongkalikong.

Diketahui bahwa Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono adalah sahabat dekat dari Budiman Sudjatmiko, kader PDIP yang pada tahun 1996 sama sama mendirikan PRD Partai Rakyat Demokratik.

Namun, PRD sendiri tidak pernah lolos menjadi peserta Pemilu 1999. Kemudian, kader PRD masuk parpol lainnya seperti Budiman Sujatmiko ke PDIP, Andi Arief ke Partai Demokrat, Faizol Reza ke PKB dan lain-lain.

Sementara Agus Jabo Priyono yang pernah menjabat Ketua Umum PRD mendirikan Partai Prima agar bisa ikut pada pemilu 2024, namun akhirnya gagal lolos verifikasi.

Selain itu, Partai Prima diisi oleh mantan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang kini duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai, yakni Majyen Purn TNI R Gautama Wiranegara.

Gautama merupakan mantan petinggi BIN dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Kontra Separatisme Deputi III BIN. Selama menjadi prajurit TNI, Gautama banyak menggeluti bidang intelijen. Gautama juga pernah menjadi Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT)

“Sampai sini kita mendapat satu informasi bahwa meskipun Partai Prima adalah partai baru namun akses kepada kekuasaan saat ini adalah amat dekat,” ujarnya.

Disamping itu, Budiman Sudjatmiko yang merupakan sohib dekat dari Agus Jabo adalah orang dekat dari Presiden Joko Widodo.

ini terbukti dimana Budiman beberapa waktu yang lalu menggalang aksi demo aparat desa ke Jakarta dan bertemu dengan presiden di istana.

Di sisi lain isu perpanjangan masa jabatan, isu penundaan pemilu memang gencar disuarakan rezim saat ini. Mulai dari para menteri, ketua ketua partai getol menyuarakan isu ini.

“Sehingga dengan munculnya keputusan kontroversial PN Jakpus ini semakin menguatkan dugaan bahwa keputusan ini tak lebih dari sebuah orkestrasi tentang upaya menunda pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang mesti kita lawan bersama,” katanya.

Skenario Chaos Hukum

MadNur menegaskan, penundaan pemilu masuk ke ranah pengadilan adalah skenario Chaos hukum. Sebab, proses pengadilan adalah proses yang panjang, berbelit dan membutuhkan waktu.

Apalagi untuk menganulir keputusan hakim PN Jakpus yang menunda pemilu harus dengan keputusan hakim diatasnya yaitu Pengadilan tinggi (PT) dan Mahkamah Agung (MA). Sementara Pemilu 2024 tinggal beberapa bulan lagi.

“Apabila KPU mengikuti alur hukum yang ada, maka KPU terjebak pada skenario Chaos hukum dimana tidak ada kepastian hukum karena proses bandingnya berlangsung panjang,” kata Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute ini.

Karena itu, untuk mencegah skenario Chaos hukum perlu ada jalan lain untuk memastikan pemilu tetap berlangsung diantaranya melalui pernyataan Mahkamah Agung, bahwa pihak KPU bisa mengabaikan keputusan PN Jakpus.

Sebab, keputusan tersebut diluar ranah hakim PN karena menyangkut konstitusi yang mewajibkan pemilu diselenggarakan 5 tahun sekali.

“Dengan adanya fatwa MA tersebut, skenario Chaos hukum bisa Indonesia hindari,” tegas MadNur.

Anis Matta Berharap Jokowi Tinggalkan ‘Legacy’ dengan Siapkan Pemimpin yang Mampu Menghadapi Krisis yang Lebih Berat

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan warisan atau legacy yang baik sebagai seorang pemimpin, saat mengakhiri jabatannya selama dua periode pada 2024 mendatang.

Jokowi perlu menyiapkan pemimpin Indonesia berikutnya melalui Pemilu 2024, yang mampu menghadapi krisis berlarut yang jauh lebih berat dari sekarang.

“Alasan terbesar melakukan pemilu tepat waktu adalah karena krisis besar itu membutuhkan pemimpin baru. Alasan terbesarnya disitu, bukan justru dipakai sebagai alasan untuk menunda pemilu,” kata Anis Matta Gelora Talk bertajuk “Gaduh Siasat Tunda Pemilu 2024. Menakar Manuver Elit Politik”, Rabu (30/3/2022) petang.

Dalam diskusi yang digelar secara daring ini, Anis Matta mengatakan, sejak awal pandemi dua tahun lalu, ia sudah mengingatkan, bahwa setelah pandemi akan ada krisis ekonomi, kemudian berlanjut pada krisis sosial dan politik secara global.

Menurut dia, perang antara Rusia-Ukraina yang tidak diprediksi sebelumnya akan menjadi disrupsi besar dalam tatanan global dan memperdalam krisis ekonomi yang sudah ada.

“Dan saya percaya pada 2024 nanti, krisis yang jauh lebih besar akan terjadi. Justru itu menjadi sebab, kenapa kita membutuhkan pemilu tepat waktu,” ujarnya.

Anis Matta mengajak semua elit tidak memaksakan ide penundaan pemilu, karena selain ditolak rakyat, secara konstitusi juga tidak memberi ruang saat ini. Jika ide tersebut, tetap dipaksakan, maka akan ada penolakan kuat dari rakyat.

“Ini berarti ada perceraian antara elit dengan rakyat, elit sudah benar-benar bercerai dengan rakyatnya. Karena elit tidak bisa lagi memahami apa yang dirasakan kegalauan, kekhawatiran, kemarahan dan kesedihan publik ini benar-benar seperti terabaikan” ujarnya.

Jika hal ini terjadi, Anis Matta mengkhawatirkan peristiwa jatuhnya Presiden Soekarno, Soeharto dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bakal berulang terjadi lagi pada Presiden Jokowi. Jokowi bisa dijatuhkan oleh rakyat, apabila menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatanya.

“Kan dulu salah satu ide dari pembatasan masa jabatan, karena Pak Harto (Soeharto) terlalu lama. Kita harus menghindari turunnya presiden-presiden kuat dengan tragedi. Bung Karno turun dengan tragedi, Pak Harto turun dengan tragedi, dan kita lihat Gus Dur yang mengeluarkan Dekrit, juga diturunkan dengan tragedi,” ungkapnya.

Ketua Umum Partai Gelora ini mengajak para elit bangsa untuk berpikir bahwa satu warisan atau legacy itu, tidak harus diwujudkan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dan kemudian disederhanakan melalui sebuah monumen untuk mengingat keberhasilan.

“Seorang pemimpin itu, harus percaya pada bangsanya sendiri. Yang penting pemimpin itu sudah memulai langkahnya, dan dia tidak bisa memaksakan, bahwa orang yang datang sesudahnya harus mengikutinya. Itu sama saja orang datang sesudahnya ‘tidak punya otak, ‘tidak bisa berpikir’ dan tidak dikasih hak soal itu,” katanya.

Anis Matta menilai semua program infrastruktur, termasuk soal pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang dilakukan Presiden Jokowi pada dasarnya merupakan kelanjutan dari program presiden sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Kalaupun ada perbedaan lebih kepada skemanya saja. walaupun tidak ada kesepakatan antara Pak Jokowi dengan Pak SBY, pembangunan infrasktruktur sebelumnya tetap dilanjutkan,” jelasnya.

Artinya, kata Anis Matta, jika program Presiden Jokowi soal infrakstruktur dan IKN bagus, maka Presiden berikutnya akan melanjutkan program tersebut dengan sendirinya, tanpa perlu ada kesepakatan seperti yang terjadi antara Presiden SBY dan Presiden Jokowi.

“Jadi kalau programnya bagus akan dengan sendirinya programnya dilanjutkan. Tapi saya ingin katakan juga, bahwa semudah apapun keputusannya yang diambil, seperti Cipta Kerja dan IKN tetap tidak selesai begitu saja, masih ada masalah. Ini seperti anak yang lahir prematur, akhirnya jadi stunting,” katanya.

Anis Matta menyadari bahwa godaan liar terhadap ide penundaan pemilu ini, sangat besar dan luar biasa dari orang yang kehidupannya dan bisnisnya terkait dengan masa jabatan presiden. Ia sudah menyerukan agar hal ini dibongkar, karena ada agenda tersembunyi.

“Dalam tradisi bangsa kita, ada istilah jangan keterlaluan kira-kira begitu. Ini perlu kita perhatikan, karena biasanya ada pembalikan yang berbahaya bagi yang punya ide terhadap dirinya sendiri,” tegasnya.

Anis Matta berharap agar Presiden Jokowi meniru langkah Kanselir Jerman Angela Merkel dengan menyiapkan Olaf Scholz sebagai penggantinya sebelum krisis global terjadi.

“Coba lihat apa yang terjadi di Jerman. Kanselir Jerman Olaf Scholz baru naik tiba-tiba ada perang. Yang beruntung Angela Merkel sudah selesai, tanggungjawabnya sudah selesai. Jadi setelah 2024 itu, bukan tanggungjawab Pak Jokowi lagi, tetapi tanggung jawab pemimpin sesudahnya,” pungkas Anis Matta.

Sementara itu, Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni yang hadir dalam diskusi ini mengatakan, ada upaya dari elit-elit tertentu untuk terus membangun narasi populis kepemimpinan seperti terlihat dari deklarasi Presiden Joko Widodo 3 periode oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) beberapa waktu lalu.

“Ada beberapa cara bagi untuk menghindar dari pembatasan yaitu pertama amandemen konstitusi dan kedua membuat konstitusi baru. Ketiga itu placeholder president, jadi presiden boneka untuk kemudian menjalankan sebenarnya kekuasaan yang dikendalikan oleh orang yang berada di belakang dia. Yang keempat itu delay election, menunda pemilu,” ujar Titi Anggraeni.

Menurut Titi Anggraeni, narasi yang paling sering digunakan untuk menghindar dari pembatasan masa jabatan adalah populisme kepemimpinan untuk melanggengkan kekuasaan.

“Bahwa ada presiden yang sangat baik, yang bekerja untuk pembangunan dan kemudian kalau ini berhenti akibat adanya pembatasan masa jabatan, maka kerja-kerja baik itu berhenti,” ungkapnya.

Dari narasi itulah beberapa cara memperpanjang masa jabatan di atas dilakukan. Namun dia mengingatkan bahwa populisme kepemimpinan ini justru akan menghadirkan sebuah krisis bagi negara. Titi mencontohkan kudeta militer yang terjadi di Guinea.

“Ini kita tidak menghendaki itu karena, sekali lagi, data-data menyebutkan bahwa negara-negara yang kemudian menghindari pembatasan masa jabatan dan berbagai strategi kemudian akan masuk kepada krisis demokrasi yang berujung kepada krisis ketatanegaraan dan bahkan berdampak pada krisis ekonomi karena dianggap sebagai situasi yang mengakibatkan instabilitas,” terang Titi.

Titi Anggraeni menambahkan, ide penundaan Pemilu 2024 merupakan gula-gula yang menarik dukungan para wakil rakyat.

“Saya kira ini menjadi sesuatu yang kita tidak boleh kita sepelekan dan harus kita serius untuk menolak karena dia menawarkan gula-gula,” ujarnya.

Sedangkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar meminta komitmen dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru Periode 2022-2027 yang akan dilantik pada Senin, 11 April mendatang untuk menegaskan, komitmennya dan menegakkan demokrasi dengan menolak ide penundaan Pemilu 2024.

“Ditagihkan kepada KPU juga supaya dia punya komitmen untuk tetap mengawal yang namanya pemilu mengawal proses peralihan kepemimpinan. Kalau kita baca beberapa buku literatur mengatakan Pemilu itu adalah kudeta yang paling konstitusional,” ujar Zainal Arifin.

Zainal menjelaskan melalui pemilu rakyat bisa menggulirkan rezim yang dianggap tidak sungguh-sungguh menjalankan amanat konstituennya.

“Kenapa pemilu itu harus ada ya karena itu adalah hak kita yang harus kita tagihkan kepada negara untuk bisa gunakan menjewer pemimpin yang tidak serius, partai-partai yang tidak serius, kepemimpinan negara yang tidak pro pada rakyat,” bebernya.

Zainal Arifin juga menagih sikap partai dengan tidak hanya menyatakan menolak penundaan pemilu saja seperti PDIP, namun juga dengan langkah yang lebih nyata seperti interpelasi atau hak angket.

“Bukan hanya sekedar pendapat politik tapi kemudian menjadi pengawasan politik. Harusnya partai PDIP bisa mengagregasi misalnya langkah-langkah menuju ke arah interpelasi misalnya atau menuju ke arah hak menyatakan pendapat terhadap kerja-kerja presiden,” tandasnya.

END

Terimakasih atas kerjasama dan pemuatan beritanya

GELORA MEDIA CENTRE DPN PARTAI GELORA INDONESIA

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X