Tag: Amin Fahrudin

Daripada Putuskan Pemilu Tertutup, MK Lebih Baik Buat Putusan Pemilu Berbasis Distrik Kabupaten/Kota

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan menyampaikan putusan pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi tertutup, dalam putusannya yang akan dibacakan pada Kamis (15/6/2023).

Sebab, putusan pemilu tertutup akan membawa banyak implikasi. Sehingga Fahri Hamzah yakin MK akan memutuskan pelaksanaan Pemilu 2024 tetap terbuka.

“Ada dugaan kayaknya MK tidak akan menyampaikan putusan sistem tertutup, karena implikasinya sangat banyak,” kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar Gelora Talks bertajuk ‘Menyambut Putusan MK dan Masa Depan Demokrasi Kita, Rabu (14/6/2023) sore.

Menurut Fahri, kalaupun ada putusan sistem pemilu tertutup, kemungkinan baru akan diberlakukan pada Pemilu 2029.

“Daripada membuat sistem tertutup, lebih baik MK membuat putusan dalam ultra petitanya mengenai penyelenggaraan pemilu dengan sistem distrik, di kabupaten/kota,” katanya.

Sehingga calon legislatif (caleg) yang diusung oleh partai politik akan semakin dekat dengan rakyatnya, karena dipilih secara riil oleh rakyat dalam skala lebih kecil.

“Kalau sekarang jumlah anggota dewannya ada 580, maka harus ada pemekaran kabupaten/kota menjadi 580, karena basisnya distrik. Tapi kalau DPD berbasis kepada provinsi dan jumlah provinsi sekarang ada 38 provinsi,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menegaskan, MK tetap akan memutuskan bahwa sistem Pemilu 2024 tetap terbuka, karena masyarakat demokrasi adalah masyarakat yang terbuka.

“Membuat sistem tertutup adalah langkah awal mengembalikan Indonesia kepada masa kelam. Segelitir elite percaya, bahwa komunisme yang ada contoh suksesnya di negara lain bisa di adopsi. Ini sangat berbahaya, dan menjadi alarm pengingat bagi kita semua untuk waspada di hari-hari ke depan,” katanya.

Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Amin Fahrudin mengatakan, Partai Gelora mendorong DPR untuk menggunakan Hak Angket apabila MK memutuskan Pemilu 2024 menjadi tertutup.

“Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR menggunakan perangkat instrumen politik hukum untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga negara. Kita mendorong agar MK dibekukan, kalau membuat putusan tertutup,” kata Amin.

Jika putusannya adalah pemilu tertutup, kata Amin, maka MK telah memberikan penafsiran tersendiri mengenai Living Constitution terhadap aturan perundang-undangan.

“Sehingga DPR bisa menggunakan legislatif review seperti pada Perppu yang disampaikan. Putusannya bisa menyatakan menerima atau menolak terhadap putusan MK tersebut,” katanya.

Amin menilai MK bisa dikatakan melanggar konstitusi, apabila dalam putusannya memutuskan Pemilu 2024 dilaksanakan tertutup. Sebab, pembuat undang-undang adalah Presiden dan DPR, bukan Mahkamah Konstitusi.

“Terhadap sistem yang seharusnya harusnya open legal policy, tetapi diputuskan sistem tertutup. Maka, sekali kami mendorong DPR untuk menerapkan Living Constitution dengan legislatif review dan menggunakan Hak Angket. Kewenangan MK perlu dievaluasi, tidak sampai dibubarkan, tapi dibekukan untuk diatur lagi kewenangannya,” katanya.

Dirumuskan Ulang

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Faksi Partai Gerindra Habiburohman mengatakan, DPR akan mungkin membuat legislatif review untuk merumuskan ulang mengenai kewenangan MK.

“Kita saat ini tengah membahas revisi UU MK, apabila terjadi krisis konstitusi apabila ada keputusan berbeda, sangat mungkin DPR juga membuat legislatif review merumuskan ulang MK, nggak perlu sampai lewat Angket. Kita bisa atur ulang kedudukan MK, kewenangannya seperti apa,” kata Habiburohman.

Habiburohman menilai keberadaan MK saat ini terlalu powerfull, sehingga tugas pokok dan fungsi MK perlu dikembalikan agar sesuai dengan konstitusi.

“MK ini perlu dievaluasi kok begitu powerfull saat ini. Tapi bukan membubarkan, tapi mengembalikannya apa tugas pokok dan fungsi MK sebagaimana seharusnya dalam kesepakatan konstitusional,” ujarnya.

DPR, kata Habiburohman, menginginkan agar sistem proporsional pemilu, tetap terbuka, bukan tertutup. Sebab, hal ini sesuai dengan aspirasi masyarakat dan upaya menyelamatkan demokrasi.

“Kita mengingatkan MK, kalau DPR itu punya kewenangan berdasarkan undang-undang mulai dari budgeting, pengawasan dan penyusunan undang-undang. Kewenangan tersebut, bisa kita gunakan untuk mengevaluasi MK. Tapi kita berpikiran positif, saudara-saudara kita hakim konstitusi bisa membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan masyarakat,” katanya.

Direktur Eksekutif Open Parliament Institute Yadi Surya Diputra mengatakan, pasal tertutup dan terbuka di dalam undang-undang merujuk kepada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar tentang kedaulatan rakyat, sementara pasal tentang kepesertaan Pemilu yang menjadi batu uji gugatan sistem proporsional pemilu adalah pasal 22.

“Pasal 22 yang dijadikan batu uji itu tidak ada hubungan dengan tertutup terbuka, sehingga sangat tidak mungkin keputusannya menjadi putusan tertutup,” kata Yadi Surya Diputra.

Ia menilai, putusan pemilu tertutup akan membawa implikasi pada penundaan Pemilu 2024. “Dampaknya ada 24 pasal dalam UU Pemilu yang membutuhkan sikap legislasi untuk direvisi yang harus dilakukan oleh presiden dan DPR harus membuat undang-undang baru,” katanya.

“Timeline Pemilu itu sampai 14 Februari, kalau kita bahas revisi undang-undang Pemilu menjadi tertutup, tentu tidak akan cukup waktu, kecua jika Mahkamah Konstitusi menginginkan Pemilu 2024 tertunda. Saya kira putusan tertutup patut dicurigai untuk menunda Pemilu,” pungkasnya.

Partai Gelora: Penundaan Pemilu Melanggar Konstitusi, UU Pemilu dan UU Kekuasaan Kehakiman

, , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Pusat) yang memutuskan penundaan Pemilu 2024 dinilai telah melanggar Konstitusi, Undang-undang (UU) Pemilu dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Diketahui, putusan PN Jakpus tersebut, mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) agar KPU RI menghentikan seluruh tahapan Pemilu dan mengulangnya dari awal. Pemilu 2024 ditunda hingga 2 tahun 4 bulan 7 hari atau hingga Juli 2021.

“Ada tiga perspektif yang dilanggar dari putusan PN Jakarta Pusat. Pertama perspektif Konstitusi, kedua perspektif Undang-undang Pemilu, dan ketiga perspektif Undang-undang Kekuasaan kehakiman,” Amin Fahrudin, Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Indonesia dalam Gelora Talks bertajuk ‘Kontroversi Tunda Pemilu 2024: Mengapa dan Ada Apa?’, Rabu (8/3/2023).

Menurut Amin, tujuan Pemilu merupakan norma yang diatur di dalam Undang-undang Dasar (UUD) NRI 1945. Sehingga ketentuan Pemilu ini, tidak hanya menjadi norma hukum, tapi juga menjadi norma Konstitusi.

“Tidak ada peradilan manapun itu, yang bisa mengubah norma dalam Pemilu di dalam Konstitusi, kecuali Sidang Istimewa MPR dalam Sidang Amandemen Konstitusi. Jadi PN Jakarta Pusat telah mengubah norma Konstitusi, itu seharusnya kewenangan yang dimiliki oleh MPR,” ujarnya.

Karena itu, putusan PN Jakpus yang menunda Pemilu 2024 tersebut, cacat hukum dan merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi. “Karena itu, kita abaikan saja putusan itu (putusan PN Jakpus),” katanya.

Sedangkan dalam perspektif UU Pemilu, kata Amin, ketika ada pelanggaran dan sengketa Pemilu, ada empat jalur ajudikasi yang bisa ditempuh.

Pertama, ketika terjadi pelanggaran pidana Pemilu, prosesnya di Bawaslu. JIka tidak selesai, maka berlanjut ke Pengadilan Negeri sampai ke Mahkamah Agung.

Kedua, ketika terjadi pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu, maka prosesnya ada di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketiga, ketika terjadi sengketa hasil, itu prosesnya ada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Keempat, ketika ada terjadi pelanggaran terhadap proses atau tahapan Pemilu, maka peradilannya setelah dari Bawaslu bisa mengupayakan hukum lebih lanjut kepada peradilan administrasi atau PTUN, jika merasa dirugikan.

“Artinya ketika kita mendengar adanya putusan dari PN Jakarta Pusat dalam perkara perdata ini jelas melanggar UU Pemilu,” katanya.

Sementara dari perpektif UU Kekuasaan Kehakiman, lanjut Amin, telah diatur Sistem Peradilan Indonesia, yakni Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Nah, PTUN ini yang mengadili putusan atau keputusan pejabat tata usaha negara yang bersifat individual dan konkret yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara. Dan keputusan KPU ini merupakan produk dari pejabat,” jelasnya.

Jika upaya hukum di Bawaslu ditolak, kemudian di PTUN gugatannya tidak dapat diterima, maka Partai Prima bisa melanjutkan upaya hukum yang dia PTUN, yakni banding.

“Seharusnya yang dilakukan Partai Prima melanjutkan upaya hukum yang ada di PTUN, yaitu melakukan banding kepada PTUN,” kata Amin.

Bahkan, dikatakan Amin, Prima bisa terus melakukan upaya hukum hingga upaya kasasi ke Mahkamah Agung atau MA.

Lebih lanjut, Amin mengatakan ketika putusan PN Jakpus dalam perkara perdata keluar dan berimplikasi pada perubahan norma dalam konstitusi menimbulkan tanda tanya besar.

“Apakah ini hanya sekadar kekeliruan dalam pandangan dan pertimbangan majelis semata-mata. Atau ada sesuatu yang lebih besar yang menggunakan instrumen hukum peradilan perdata untuk menunda pemilu?” tandasnya.

Serius Banding

Sementara itu, Mantan Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan KPU harus serius mempersiapkan proses banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan pemilu.

“Nah, saya berharap betul sebetulnya KPU kemudian memastikan seluruh proses berjalan (untuk mengajukan banding) dipersiapkan dengan baik,” kata Ilham Saputra.

Dia mengharap itu karena sempat mendengar rumor KPU tidak sungguh-sungguh mempersiapkan proses banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.

“Ya tentu ini harus dijawab dengan persiapan melakukan gugatan banding, dipersiapkan dengan sangat matang,” katanya.

Ilham mengatakan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku seharusnya putusan penundaan pemilu tidak sesuai dengan UUD NRI 1945, Undang-Undang Pemilu, bahkan Peraturan Mahkamah Agung.

Namun, lanjut dia, KPU juga tidak bisa mengabaikan begitu saja produk hukum berupa putusan tersebut dibiarkan, meski saat ini tahapan pemilu tetap dapat berjalan semestinya.

“PN yang memutuskan bukan kewenangannya, seharusnya melawan hukum, tetapi memang saya kira ini tetap berjalan proses (harus ditanggapi dengan banding sampai ada putusan yang membatalkan putusan PN Jakarta Pusat tersebut),” ujarnya.

“Nah, saya juga tidak mengerti bagaimana PN Bisa memutuskan penundaan pemilu yang seharusnya itu bukan kewenangannya sama sekali. Saya kira semua pihak terkait penyelenggaraan pemilu juga seirama, pemerintah, yang menyatakan pemerintah tetap mendukung proses jalannya pemilu,” imbuhnya.

Aktivis Hukum dan Akademisi Indonesia Feri Amsari mengatakan, PN Jakpus dinilai melampaui kewenangannya, karena masing-masing peradilan memiliki kewenangan absolut, tidak boleh peradilan lain mengadili kewenangan peradilan lain.

“Ini sama kalau ada kasus perceraian yang melibatkan anggota militer. Pengadilan Militer tidak boleh menyidangkan kasus perceraian, urusan bercerai bukan kompetensi absolutnya,” kata Feri.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menilai gugatan Partai Prima mengenai prosedur penyelenggaraan Pemilu, merupakan kompetensi PTUN, bukan kompetensi PN Jakpus.

“Perbuatan melanggar hukum atau PMH, itu sudah ditentukan di dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019, bahwa segala PMH harus dialihkan ke PTUN. Jika PTUN sudah menyidangkan dan putusannya tidak dapat diterima, harusnya diterima Partai Prima. Putusan PN Jakpus itu, jelas melanggar peraturan Mahkamah Agung. Putusannya luar biasa janggalnya,” katanya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Agustyati menambahkan, putusan PN Jakpus tidak bisa dieksekusi, karena di dalam konstitusi disebutkan, bahwa Pemilu itu bukan hanya Langsung, Umum Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil saja, tetapi juga dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

“Perintahnya setiap 5 tahun sekali, kenapa? Ya untuk sirkulasi kepemimpinan kita. Hal ini juga menjadi evaluasi bagi pejabat publik kita, kalau kita suka dengan performanya, kita pilih lagi. Tapi kalau kita tidak suka, ya tidak dipilih lagi. Jadi ini salah satu alasan kenapa pemilu harus dilaksanakan secara periodik,” kata Khairunnisa.

Partai Gelora Uraikan Secara Detil Kerugian Konstitusional dari Pelaksanaan Pemilu Serentak

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyatakan, mengalami kerugian konstitusional karena adanya frasa ‘serentak’ pada pasal 167 ayat 3 dan 347 ayat 1 Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Sebab, frasa ‘serentak’ tersebut, dimaknai sebagai pemungutan suara pada waktu yang sama untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih Anggota DPR RI dan DPRD.

Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Pemohon Said Salahudin dalam sidang lanjutan gugatan keserentakan pemilu yang diajukan Partai Gelora pada Senin (11/4/2022).

Sidang perkara No. 35/PUU-XX/2022 ini digelar secara daring, dipimpin dipimpin Ketua Sidang Panel Hakim Konstitusi Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Menurut Pemohon, pemungutan suara yang dilaksanakan pada hari yang sama, khususnya untuk Pemilihan Presiden dengan DPR dan DPRD, membuat pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 2024 didasari pada perolehan suara oleh partai politik pemilu sebelumnya yaitu 2019.

“Dalam kondisi demikian sebagai partai politik yang belum lahir pada 2019, Pemohon merasa hak konstitusional yang dijamin Pasal 28 huruf c ayat 2 UUD 1945 yang ingin diwujudkan melalui pengusulan calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada pemilu 2024, menjadi terlanggar atau tidak terpenuhi sehingga timbul kerugian konsitusional bagi Pemohon yang hilang kesempatannya,” papar Said.

Pemohon juga mengatakan apabila Pemilihan Presiden dan anggota DPR pada Pemilu 2024 tidak dilakukan pada hari yang sama. Atau Pemilihan DPR dan DPRD diselenggarakan lebih awal, maka syarat pengusulan calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada Pemilu 2024 tidak didasari pada perolehan kursi partai politik DPR hasil Pemilu 2019.

“Hal ini mengingat bahwa sampai hari ini belum ada satupun partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2024 oleh KPU. Status seluruh partai politik hari ini adalah bakal peserta pemilu 2024, baik partai politik mantan peserta Pemilu 2019 maupun partai politik baru yang akan mengikuti Pemilu 2024. Sehingga dalam kedudukan hukumnya, sama sebagai partai politik bakal calon peserta Pemilu 2004,” ujar Said.

Sehingga semua partai politik semestinya memiliki hak dan peluang yang sama, tidak boleh mendapatkan perlakuan berbeda antara satu partai dengan partai yang lain yang akan menjadi peserta Pemilu 2024.

“Dari uraian diatas, maka tergambar adanya kerugian konstitusional yang bersifat spesifik secara aktual menurut penalaran yang wajar yang dapat terjadi atau akan dialami oleh pemohon. Dimana sebagaiamana dijelaskan memperlihatkan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian konstititusional yang dialami dengan berlakunya pasal 167 ayat 3 dan 341 ayat 1 UU Pemilu,” tegasnya.

Said menegaskan, Partai Gelora tidak menggugat ambang batas pencalonan presiden. Dengan begitu, permohonannya berbeda dengan Partai Ummat yang telah dinyatakan ditolak gugatannya oleh MK, karena bukan peserta pemilu 2019.

“Batu uji yang kami ajukan berbeda dengan yang digunakan dalam uji materi yang pernah diputus Mahkamah. Pengujian kita pasal 167 ayat 3 dan 347 ayat 1. Berdasarkan pasal 60 ayat 2 UU MK MK jucto 78 ayat 2 PMK Nomor 2/2021 tentang tata beracara dalam perkara pengujian UU dapat diajukan pengujian sepanjang menggunakan dasar konstitusional yang berbeda sehingga permohonan pemohon tidak nebis in idem,” jelasnya.

Pemohon lantas meminta MK menyatakan frasa ‘serentak’ pada 167 ayat 3 dan 347 ayat 1 UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pemilihan anggota DPR, DPRD, presiden dan wakil presiden terhitung sejak Pemilu 2024 tidak dilaksanakan pada hari yang sama, dan pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah penetapan perolehan kursi DPR RI.

Karena itu, berdasarkan uraian diatas, maka pemohon memiliki legal standing. Pemohon juga telah menguraikan secara terperinci mengenai subyek hukum pemohon, sebagai partai politik yang telah resmi menjadi badan hukum berdasarkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.

“Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk memeriksa mengadili dan memutus permohonan pemohon. Oleh sebab itu semua petitum bisa dikabulkan dan langsung dieksekusi,” tegas Said.

Fahri Hamzah, Kuasa Hukum Pemohon lainnya mengatakan, Partai Gelora seperti merasa ditantang untuk mencari argumen dan teori guna menyakinkan Majelis bahwa permohonan yang diajukan berbeda dengan lainnya yang pernah diputus MK dalam permohonan yang sama.

“Pada persidangan yang lalu, kami mengucakan terima kasih atas koreksi yang diberikan Majelis. Kami merasa ditantang pada waktu itu, untuk mencari argumen menyakinkan Majelis. Mencari teori atau perbandingan, tidak saja penyelenggaran pemilu, tapi juga praktek penyelenggaraan negara,” kata Fahri Hamzah.

Fahri menegaskan, permohonan yang diajukan Partai Gelora bertujuan untuk menyelamatkan praktek ketatanegaraan yang konstitusional, khususnya penyelenggaraan Pemilu dan demokrasi kita.

“Kita juga menjaga nyawa manusia yang pada Pemilu 2019 lalu, memang sudah nampak begitu banyak korban. Kita ingin menyakinkan Majelis, bahwa magnet pada masa lalu perlu kita koreksi demi keselamatan demokrasi kita dan keselamatan manusia Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini.

Dalam uji materi UU Pemilu tentang keserentakan Pemilu ini, Fahri Hamzah yang semula menjadi pemohon, tidak lagi menjadi pemohon, Pemohon atau prinsipal adalah Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dan Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menjadi Kuasa Hukum Pemohon bersama Kuasa Hukum baru lainnya, Said Salahudin. Sehingga total kuasa hukum pemohon menjadi 8 orang dari sebelumnya 6 orang.

Terkait sidang tersebut, Ketua Sidang Panel Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan Majelis akan memeriksa permohonan pemohon dalam rapat permusyawaratan hakim untuk diputuskan bisa dilanjutkan atau tidak.

Masuk Prolegnas 2021, Fahri Hamzah: Partai Gelora Berharap RUU KUHP Disahkan Akhir Tahun ini

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap Revisi Undang-undang (RUU) tentang KUHP yang telah disetujui masuk Prolegnas Prioritas 2021 pada 30 September 2021, bisa diselesaikan akhir tahun ini.

“Saya berharap betul ini, tahun 2021 yang tinggal tiga bulan lagi bisa menyelesaikan KUHP kita, sehingga kita bisa menyelesaikan konsolidasi teks-teks lainnya. Mudah-mudahan selesai tahun ini,” kata Fahri dalam  webinar ‘Revisi KUHP, Menjawab Kebutuhan Zamankah?’ yang digelar Partai Gelora di Jakarta, Jumat (1/10/2021).

Webinar ini merupakan diskusi rutin Bidang Hukum dan HAM DPN Partai Gelora yang diketuai dan juga dimoderatori oleh Amin Fahrudin.

Diskusi ini juga dihadiri Wakil Menteri Hukum (Wamenkumham)  Prof Edward ‘Eddy’ Hiariej, Anggota Komisi III DPR RI yang juga Wakil Ketua MPR Arsul Sani dan praktisi hukum pidana Firman Wijaya.

Menurut Fahri, Partai Gelora memberikan dukungan penuh terhadap penyelesaian RUU KUHP secepatnya agar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa meletakkan hukum bernegara yang demokratis.

Sehingga tidak lagi menggunakan UU KUHP lama peninggalan kolonial yang dikritik otoriter menjadi semangat restoraktif, kolektif dan rehabilitatif.

“Kita dorong ini supaya ini cepat selesai, kalaupun nanti ada perubahan-perubahan bisa diajukan judicial review, yang penting kita sudah menyelesaikan KUHP yang demokratis,” katanya.

Setelah menyelesaikan RUU KUHP, lanjut Wakil Ketua DPR Periode 2014-20219 ini, pemerintah bisa fokus melakukan konsolidasi pembenahan terhadap institusi penegakan hukum dan kepemimpinan SDMnya.

“Kalau KUHP-nya sudah baik, tapi kalau institusi penegakan hukumnya dan kepemimpinan SDM tidak di konsolidasi dengan baik. Nanti susah juga kita, semua harus di konsolidasi,” katanya.

Selain itu, pemerintah juga bisa fokus terhadap konsolidasi teks lainnya, seperti penyelesaian RUU Pemasyarakatan yang saat ini dibutuhkan regulasi baru agar peristiwa kebakaran Lapas Tangerang yang menewaskan 48 orang beberapa waktu lalu, tidak terjadi lagi.

“Presiden harus segera menerbitkan Perpu tentang RUU Pemasyarakatan untuk mereformasi lapas kita agar lebih baik, kita memerlukan regulasi baru. Supaya lapas kita menjadi tempat yang lebih manusiawi, dan tidak melanggar HAM seperti sekarang ini,” tandasnya.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP sebelumnya sudah dibahas DPR bersama pemerintah Periode 2014-2019 sampai pada pembahasan tingkat pertama. Saat itu, Fahri Hamzah masih duduk sebagai Wakil Ketua DPR.

Pembahasan dilakukan selama 4 tahun (September 2015-September 2019), namun ketika hendak dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk pembahasan tingkat kedua, pemerimtah minta ditunda hingga DPR periode berikutnya.

Kemudian dibahas disepakati pembahasan RUU KUHP selanjutnya dengan metode luncuran atau carry over. Untuk memberikan landasan, maka dilakukan revisi UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang memungkian RUU dibahas secara luncuran.

“Di Komisi III disepakati tidak akan membahas ulang, karena sifatnya luncuran, kalau membahas ulang tdak akan cukup waktunya. Ada 16 isu krusial yang akan coba kita dalami, dan pemerintah nanti bisa memperjelasnya,” kata Wakil Ketua MPR dari F-PPP ini.

Arsul menambahkan, RUU KUHP 2015 dengan RUU KUHP 2021 memilih perbedaan format. Para RUU KUHP 2015 terdapat dua buku, yakni tentang Ketentuan Umum dan Tindak Pidana. Sedangkan RUU KUHP 2021 ada tiga buku, yakni tentang Ketentuan Umum, Kejahatan dan Pelanggaran.

Wamenkumham Prof Edward ‘Eddy’ Hiariej menegaskan RUU carry over tidak akan dibahas ulang, sehingga pemerintah dan Komisi III DPR akan mencari format pembahasannya.

“Bagaimana carry over ini, apakah langsung disahkan atau tidak. Tapi kalau carry over itu sebenarnya langsung disahkan di Rapat Paripurna, tapi kami menyadari betul ketika RUU ini ditarik pemerintah hingga pandemi saat ini, tim ahli pemerintah terus melakukan kajian dan menyempurnakan naskah RUU KUHP tersebut Ada 14 isu krusial yang menjadi kontroversial di masyarakat, yang dilakukan kajian” kata Eddy Hiariej.

Menurut Wamenkumham, RUU KUHP 2021 ini menjawab tantangan zaman, karena telah menggunakan paradigma hukum pidana modern, yang sebenarnya sudah 30 tahun kita ketinggalan.

Negara-negara di Amerika Utara dan Eropa Barat sudah melakukan perubahan paradigma hukum pidana sejak 1990, yang mana tidak lagi berorentasi pada keadilan kontrbutif, tapi pada keadilan korektif, keadlian restoraktif dan keadilan rehabilitatif.

“Inilah yang kemudian diadopsi dalam buku satu RUU KUHP, dimana pidana penjara adalah pidana akhir, masih ada pidana denda, masi ada pidana kerja sosial, masih ada pidana pengawasan, masih ada pidana percobaan,” katanya.

Sehingga ketika pemerintah menyusun ancaman pidana dalam buku dua, pemerintah mencoba untuk mensimulasikan. Jika ancaman pidana tidak sampai 4 tahun, maka hakim menjatuhkan pidana kerja sosial. Apabila tidak lebih dua tahun, bisa pidana pengawasan, dan dibawa satu tahun bisa pidana percobaan, serta diutamakan pidana denda.

Dalam titik yang paling ekstrem, jika menjatuhkan pidana penjara, maka ada kriteria pedoman pemidanaan hingga 15 item dan apabila terpenuhi baru pidana penjara dijatuhkan.

“RUU KUHP ini sudah mengadopsi hukum pidana modern, reintegrasi sosial dalam pengertian seorang narapidana atau terpidana itu, adalah orang yang harus direhabilitasi dan diperbaiki tidak mengulangi perbuatan dan bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.

Eddy Hiariej meminta Komisi III DPR membahas sebatas pasal-pasal yang bersifat kontroversial saja, dan pemerintah telah melakukan sosialisasi di 12 kota. Sementara mengenai pasal-pasal yang menjadi perdebatan di publik, pemerintah membuat tiga kemungkinan.

Pertama pemerintah tidak bergeming dan tetap pada pasal-pasal yang ada. Kedua pemerintah melakukan reformulasi pasal-pasal RUU KUHP. Ketiga pemerintah mengusulkan penghapusan-penghapusan pasal seperti pasal pemidanaan terhadap dokter dan dokter gigi, karena dianggap overlapping dengan UU Prakter Kedokteran.

Sementara praktisi hukum pidana Firman Wijaya mengatakan, pembahasan RUU KUHP saat ini harus memiliki titik kunci, yakni aspek transisional justice.

“Dan yang penting RUU KUHP ini harus memberikan perlindungan dua sisi, baik di sisi negara maupun masyarakat,” kata Firman.

Dicatut untuk Investasi Bodong, Partai Gelora akan Laporkan Akun Gelora Indonesia Sekuritas ke Bareskim Polri dan OJK

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia akan melaporkan akun Gelora Indonesia Sekuritas kepada Bareskrim Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akibat pencatutan nama dan logo Partai Gelora untuk kepentingan bisnis, yang diketahui sebagai investasi bodong.

Masyarakat dihimbau berhati-hati apabila mendapatkan penawaran investasi dari Gelora Indonesia Sekuritas,  karena dipastikan hal itu merupakan penipuan.

Hal itu disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM DPN Partai Gelora Amin Fahrudin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/9/2021).

“Gelora Indonesia Sekuritas bukan bagian dari Partai Gelora. Kami sangat dirugikan karena Gelora Indonesia Sekuritas memakai nama dan logo yang sama persis, sehingga seolah-olah mereka adalah bagian dari Partai Gelora,” kata Amin.

Menurut Amin, dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik secara tegas mengatur, bahwa partai politik adalah organisasi nirlaba dan tidak boleh membentuk badan usaha.

“Dan partai kami, Partai Gelora taat serta patuh dengan aturan tersebut, Saya menduga kuat Gelora Indonesia Sekuritas ini adalah lembaga ilegal yang tidak mungkin mendapat legalitas badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM,” katanya.

Pendirian badan hukum, lanjutnya, harus memenuhi persyaratan yang ketat baik terkait penggunaan nama maupun logo. Jika ada kesamaan pasti ditolak oleh sistem di AHU (Administrasi Hukum Umum) maupun di DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) Kementerian Hukum dan HAM.

“Pasal yang akan kami gunakan untuk melapor ke Bareskrim adalah pasal penipuan dan pemalsuan ( pasal 378 dan 263 KUHP) serta Pasal 28 ayat 1 dan Pasal 45 A ayat 1 UU ITE. Ancaman pidananya sampai 6 tahun penjara,” ungkapnya.

Karena itu, Partai Gelora menghimbau masyarakat untuk mewaspadai investasi bodong Gelora Indonesia Sekuritas yang telah mencatut  nama dan logo Partai Gelora Indonesia.

“Kami menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai investasi bodong dengan mencatut nama Gelora Indonesia. Jangan sampai rugi dan tertipu oleh mereka yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan sesaat,” tandanya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gelora Taslim Tamang (Tata) menambahkan, produk investasi Gelora Indonesia Sekuritas tersebut ditawarkan ke masyarakat di grup Telegram. DPN Partai Gelora menilai penggunaan nama tersebut tidak sah dan melanggar hukum

Dalam uraiannya, Gelora Indonesia Sekuritas mengklaim sebagai platform investasi keuangan digital 100 persen terpercaya, yang berinvestasi di pasar saham Indonesia.

Gelora Indonesia Sekuritas mengaku sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam).

Untuk menarik investasi Gelora Indonesia Sekuritas menggunakan tautan undangan: t.me/Gelorainvestasi. Terakhir grup Telegram Gelora Sekuritas ini diikuti oleh 24.700 anggota.  Investasi yang ditawarkan dari Rp 2-200 juta dengan keuntungan profit 40 persen.

“Kami mencegah ada pihak-pihak yang merugikan masyarakat dengan mencatut nama Gelora Indonesia dan Logo Partai Gelora Indonesia. Kami juga menghimbau masyarakat untuk berhati-hati lagi,” kata Taslim Tamang.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X