Tag: Taliban

Dampak Perang Supremasi AS-China, Anis Matta: Global Player Bisa Ciptakan Kekacauan di Negeri Ini

, , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengingatkan pemerintah agar lebih serius lagi mewaspadai masalah ketimpangan ekonomi, karena bisa dimanfaatkan oleh ‘global player’ atau kekuatan asing untuk membuat kekacauan di dalam negeri.

Hal ini sebagai dampak dari perang supremasi antara Amerika Serikat (AS) dengan China di Afghanistan pasca kemenangan Taliban yang bisa menjadi ‘residu’ bagi keamanan di Indonesia. 

“Berdasarkan pengamatan saya, ketimpangan ekonomi di Indonesia terkait dengan dua isu, yakni agama dan etnis. Kemiskinan ini banyak dialami oleh umat Islam, dan yang dominan di perekonomian adalah etnis China. Isu ini, bisa dimanfaatkan oleh global player yang masuk, akan menciptakan kekacauan di negeri ini. Maka, pemerintah harus menangani ini secara serius,” kata Anis Matta saat menjadi narasumber dalam Webinar Moya Institute bertajuk ‘Dampak Berkuasanya Kembali Taliban Bagi Keamanan Indonesia’, Jumat (10/9/2021) petang.

Menurut dia, masalah ketimpangan ekonomi akan menjadi lebih serius apabila krisis ini berlanjut lebih lama, sementara pemerintah tidak bisa menciptakan pertumbuhan dan menyerap tenaga kerja.

Disamping itu, masyarakat juga akan dihadapkan pada adanya ancaman bencana alam dalam beberapa bulan ke depan.

Kondisi tersebut, tentu saja akan menambah beban hidup masyarakat semakin berat, dan kemiskinan di Indonesia semakin meningkat, sementara perekonomian didominasi etnis tertentu.

“Nah, global player ini bisa menimbulkan sentimen etnis, karena kemiskinan ini banyak dialami oleh umat Islam. Ini yang saya katakan, bisa menimbulkan ancaman keamanan dalam negeri,” katanya. 

Anis Matta menegaskan, Indonesia menjadi target ‘global player’ karena merupakan salah satu spot perang supremasi antara AS-China, yakni di Laut China Selatan.

Sebab, wilayah Indonesia di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau berbatasan secara langsung dengan Laut China Selatan.

Pemerintah China telah mengklaim perairan Natuna bagian dari Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus.

Pemerintah Indonesia sendiri telah mengganti nama perairan Natuna yang masuk dalam perairan Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.

Karena itu, lanjut Anis, pemerintah perlu mewaspadai dampak perang supremasi tersebut.

Sebab, bukan mustahil Indonesia akan terseret dan terlibat perang di Laut China Selatan, apabila perang supremasi antara AS-China semakin memanas.

Namun, Anis Matta memberikan catatan penting mengenai kesiapan militer Indonesia dalam keterlibatan perang di Laut China Selatan, apabila perang tersebut, benar-benar terjadi.

“Ingat, di Militer Indonesia ini, sudah puluhan tahun tidak punya pengalaman perang yang besar,” ujar Anis Matta.

Sehingga bagi Indonesia, kata Anis Matta, lebih baik fokus pada ancaman krisis berlarut yang kemungkinan akan berlangsung lama, karena dampaknya serius menimbulkan ketimpangan ekonomi dan kemiskinan.

Sementara mengenai kondisi Afghanistan yang kini dikuasai Taliban, Anis Matta yakin hal itu tak berdampak besar bagi keamanan Indonesia. Sebab narasi yang dibawa Taliban sudah sangat berbeda dengan era 1990-an.

“Taliban kini memberi pengampunan pada orang-orang yang bekerja dengan pemerintah sebelumnya. Taliban kini juga menyatakan diri sebagai Imarah Islamiyyah, bukan Khilafah Islamiyyah, yang artinya Taliban hanya ingin berdaulat di teritori Afghanistan,” demikian Anis Matta.

Selain Anis Matta, webinar itu juga diisi oleh mantan KSAU  Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, mantan Duta Besar RI untuk PBB Makarim Wibisono, pengamat Politik Internasional Imron Cotan dan Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto sebagai pemantik diskusi.

Partai Gelora Desak Komunitas Internasional Bantu Taliban Bentuk Pemerintahan yang Inklusif dan Moderat

, , , , ,

Partaigelora.id – Komunitas internasional, termasuk Indonesia di dalamnya diminta untuk tidak mengisolir Taliban sebagai pemenang di Afghanistan, tetapi justru secara bersama-sama membantu mereka untuk pemerintahannya yang inkluisf dan moderat. 

“Taliban jangan diblokade, karena begitu diisolasi oleh dunia internasional dan diblokade, maka mereka tidak punya jalan lain. Mereka akan mengembangkan jalan-jalan kekerasan terorisme dan menyebarkan ke seluruh dunia lagi,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam dialog Catatan Demokrasi di tvOne dengan tema ‘Taliban Menang, Islamofobia Datang?, Rabu (24/8/2021).

Menurut Mahfuz, situasi dan kondisi di Afghanistan saat ini sebenarnya tidak terlepas dari politik geopolitik internasional. Afghanistan, lanjutnya, dijadikan tempat perang antara Amerika Serikat dan sekutunya dengan Uni Soviet (Rusia).

Dalam posisi ini, sebenarnya Afghanistan merupakan korban dari perang dingin tersebut. Sehingga memunculkan berbagai kelompok jihad di Afghanistan maupun dari berbagai negara seperti Taliban Al-Qaeda, ISIL (Isis Asia Selatan), termasuk jihadis dari Indonesia (Jamaah Islamiyah).

“Tapi sebenarnya Taliban itu sebenarnya bukan terorisme,  kelompok perlawanan asli di Afghanistan. Dan Taliban sudah membuat perjanjian dengan Amerika untuk tidak memberikan ruang bagi ekosistem Al Qaeda dan ISIS. Apakah kemudian Taliban bisa memenuhi, inilah yang harus dibantu oleh masyarakat internasional,” katanya.

Karena itu, masyarakat internasional dan negara-negara besar punya kepentingan langsung dengan Afghanistan saat ini paska kemenangan Taliban dengan mendorong terbentuknya pemerintahan baru yang inklusif dan moderat.

“Dari Afghanistan sekarang yang diinginkan oleh dunia itu apa?Apakah Taliban mau dijadikan medan pertempuran baru atau sebagai alat pukul baru atau memang kita menginginkan merekonstruksi Afghanistan. Karena jalan kekuatan militer saat ini  sudah menunjukkan kegagalan dan menimbulkan perspektif kecemasan dan Islamofobia (kecurian), apakah ini yang mau dikedepankan terus? tanya Mahfuz.

Mahfuz menyadari kemenangan Taliban di Afghanistan saat ini menimbulkan pro kontra dan kecemasan baru di dunia internasional maupun di tanah air seperti kekuatiran munculnya aksi-aksi terorisme baru.

“Indonesia juga perlu mendudukkan soal Afghanistan ini, karena sudah memiliki hubungan baik selama ini. Afghanistan sudah melewati konflik dan peperangan lebih dari 40 tahun, kita dua tahun di lockdwon saja sangat berat, bagaimana dengan rakyat Afghanistan,” ujar Mahfuz.

Mahfuz mengatakan, Afghanistan merupakan salah satu negara dari 8 negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Bahkan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Afghanistan dilakukan sebanyak dua kali, dan meminta Indonesia segera mengirimkan perwakilannya sebagai Duta Besar di Afghanistan.

“Pada tahun 1947, kemudian kita mengirim Mayjen Abdul Kadir kala itu sebagai Duta Besar pertama Indonesia di Afghanistan.  Afghanistan juga menolak Agresi Militer Belanda II dan ikut Konferensi Asia Afrika di Bandung. Dukungan Afghanistan buat Indonesia sangat besar,” katanya.

Partai Gelora berharap pemerintah Indonesia memiliki political will untuk membantu negara dan bangsa Afghanistan bisa keluar dari krisis situasi saat ini. Dimana ada dua pekerjaan rumah (PR) besar, yakni membentuk state building dan nation state, serta meredakan konflik antar milisi atau faksi di Afghanistan.

“Di Afghanistan ada 7 kelompok mujahdin, sekarang tinggal 3 kelompok, yakni Taliban, Al Qaeda dan ISIS Asia Selatan (ISIL). Kita perlu dorong terjadinya rekonsilasi diantara faksi-faksi tersebut. Jika sekarang Taliban yang menang, maka kita bantu membangun state building dan nation building dengan membentuk pemerintah yang inklusif dan moderat,” pungkas Mahfuz Sidik

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X