Category: Liputan

Ulang Tahun ke-6, Partai Gelora Tegaskan Komitmen Menuju Indonesia Super Power Baru

Partaigelora.id-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia memperingati hari ulang tahunnya yang ke-6 pada Senin, 28 Oktober 2025.

Dalam momentum ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyampaikan pesan reflektif kepada seluruh pengurus dan kader di seluruh Indonesia untuk terus memperkuat konsolidasi dan semangat kebangsaan.

“Para sahabat temen-temen pengurus dan kader Partai Gelora. Tanpa terasa hari ini tanggal 28 0ktober 2025, partai kita sudah berusia enam tahun,” kata Fahri Hamzah, Selasa (28/10/2025).

Menurut Fahri, selama enam tahun sudah kita meniti perjalanan bersama, memperkuat diri, merapatkan barisan, mematangkan wawasan, menuju kemampuan untuk mengambil amanah kepemimpinan.

Ia menegaskan, meski perjalanan politik Partai Gelora penuh dinamika, semangat solidaritas dan komitmen terhadap cita-cita besar bangsa tidak pernah surut.

“Apapun yang terjadi, enam tahun kita telah membuktikan kita solid dan terus melangkah, naik tangga, turun tangga, menuju cita-cita Indonesia menjadi super power baru, arah baru Indonesia,” ujar Fahri.

Partai Gelora yang didirikan pada 28 Oktober 2019 itu, lanjut Fahri yang juga menjabat Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), lahir dengan semangat menghadirkan arah baru politik Indonesia, yakni memperkuat persatuan nasional dan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan global baru.

“Semoga kita terus bisa berjalan bersama, membawa Partai Gelombang Rakyat Indonesia ke depan,” tutup Fahri Hamzah.

Anis Matta: Berpolitik itu Butuh Niat sebagai Fondasi dan Ideologi agar Tidak Kehilangan Arah Jalan

Partaigelora.id-Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menghadiri silaturahmi dan konsolidasi struktur partai se-Jawa Timur (Jatim) di Excotel Design Hotel Surabaya, Jawa Timur, Jumat (24/10/2025) malam.

Anis Matta berpesan kepada semua kader agar dalam berpolitik harus betul-betul diniatkan ibadah.

“Orang yang berpolitik niat ibadah dengan yang tidak, pasti akan ketahuan hasilnya,” kata Anis Matta.

Menurut dia, berpolitik membutuhkan niat yang benar sebagai fondasi. Namun, niat yang benar saja tidak cukup.

Berpolitik juga butuh ideologi. Tanpa ideologi, berpolitik—sekalipun dengan niat yang benar—bisa mentok karena kehilangan arah jalan.

Niat itu, kata Anis Matta, penting, karena hal ini yang membedakan orang yang masuk politik dengan niat ibadah dan orang yang masuk politik bukan dengan niat ibadah.

“Nanti akan merugi, kenapa? Karena tidak semua yang ingin kita perjuangkan atau kita raih bisa kita dapat,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI ini.

Ia menjelaskan, pergerakan politik harus banyak berkorban untuk mendapat apa yang dinginkan.

Namun apa yang diinginkan tersebut, kadang-kadang belum tentu baik untuk diri sendiri dan partai.

Jika tidak mendapatkan apa yang diinginkan, lanjutnya, maka harus sadar bahwa itu belum tentu buruk bagi kita. 

Dengan demikian, persoalan-persoalan seperti ini, kalau orang dari awal tidak clear dengan dirinya sendiri, maka akan punya banyak perjalanan politik yang sulit.

“Lalu, apa yang mau kita pikirkan tentang Partai Gelora ini?”

Pertanyaan ini, mengarah pada ideologi, karena ideologilah yang bisa menjawab mengapa kita ada di Gelora.

Karena itu, jika niatnya adalah ibadah, maka sudah benar, dan tahap berikutnya adalah apa yang akan dibuat.

Ketua Umum Partai Gelora ini menegaskan, bahwa Ideologi, penting bagi partai politik. Sebab, semua pikiran manusia dibimbing oleh pikiran-pikirannya dan tidak bisa melakukan sesuatu diluar apa yang dia pikirkan.

Pikiran adalah penciptaan pertama, tindakan adalah penciptaan kedua. Jadi jika mempelajari perilaku orang agar bisa dipahami, maka pelajari cara mereka berfikir.

“Jika kita mempelajari bagaimana cara mereka berfikir tentunya kita memahami kira-kira apa yang dia lakukan, karena mereka pasti dibimbing oleh pikiran-pikirannya,” ujarnya. 

Sehingga tidak perlu heran apabila melihat banyak orang cepat mentok dalam dan mati langkah dalam politik, karena pada dasarnya dalam dirinya tidak memiliki ideologi.

“Sebab, hal besar yang akan diperjuangkan itu tidak ada. Jadi yang dimaksud dengan ideologi itu adalah satu kerangka berpikir yang mengatur tata kelola hidup manusia ke depan,” katanya.

Kerangka berpikir dan tata kelola kehidupan ini bukan sekedar agenda-agenda saja, tetapi secara keseluruhannya merupakan suatu perjuangan.

“Supaya ideologi ini kuat maka kita memberikan wawasan-wawasan untuk menguatkan ideologi itu,” pungkasnya.

Ketua DPW Partai Gelora Jawa Timur Misbakhul Munir mengaku bersyukur pelaksanaan konsolidasi stuktur Partai Gelora seluruh kabupaten/kota se-Jawa Timur berjalan sukses.

“Kami bersyukur sekali, pelaksanaannya bisa dihadiri langsung oleh Ketua Umum Pak Anis Matta. Ini jadi satu kesempatan langkah, mengingatkan kembali nilai ideologisasi,” kata Gus Misbah, sapaan akrab Misbakhul Munir.

Kader Partai Gelora Diwajibkan Pahami Konsep Wawasan Kebangsaan

Partaigelora.id- Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap seluruh kader Partai Gelora dapat memahami konsep ‘Wawasan Kebangsaan’.

Yakni konsep bagaimana melihat secara utuh dengan berbagai komponennya antara lain Pancasila, Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.

Hal itu disampaikan Fahri Hamzah saat menyampaikan materi tentang Wawasan Kebangsaan kepada fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Jumat (24/10/2025) malam.

“Kita teringat tentang Wawasan Kebangsaan di masa lalu, ada materi wajib di sekolah, namanya Pendidikan Moral Pancasila (PMP), serta untuk pegawai yang mau lulus dan mahasiswa baru ada Penataran P4,” kata Fahri Hamzah.

Kemudian pada era Reformasi, PMP dan Penataran P4 (Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dihapuskan, dan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan.Empat Pilar Kebangsaan itu, adalah Pancasila, UUD 145, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ikan.

“Jadi Wawasan Kebangsaan itu, adalah konsep dalam rangka kita melihat sesuatu yang disebut sebagai bangsa sebagai yang bernama bangsa Indonesia,” ujar Fahri.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai pilar-pilar kebangsaan secara umum dapat dilihat sebagai bangsa, negara, sistem politik, perekonomian dan sistem sosial budayanya.

“Jadi Wawasan Kebangsaan itu, istilahnya mengenal bangsa Indonesia dalam berbagai aspeknya yang kompleks. Dan kita harus memiliki pemahaman yang kuat dan matang soal ini,” katanya.

Wakil Menteri (Wamen) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI ini mengatakan, untuk memahami Wawasan Kebangsaan diharuskan mengerti mengenai sejarah Bangsa Indonesia.

“Kita harus membaca sejarah Bangsa Indonesia sebelumnya dan melihat masa depannya dengan modal yang kita punya,” katanya.

Sejarah-sejarah tersebut, lanjut Fahri, telah ditulis oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dalam buku berjudul Gelombang Kesatu Indonesia, Gelombang Kedua Indonesia dan Gelombang Ketiga Indonesia.

“Bacaan tentang sejarah bangsa Indonesia ini penting agar kita tidak mengalami kebingungan di tengah jalan dalam menentukan arah Indonesia ke depan,” katanya.

Sehingga tema tentang sejarah, menurut Fahri, wajib disampaikan kepada seluruh komponen bangsa, termasuk kader Partai Gelora.

“Agar tidak membosankan tema sejarah ini harus disampaika semenarik mungkin dengan berbagai sekuel tentang Bangsa Indonesia, termasuk gangguan-gangguan yang dialaminya,” pungkas Fahri Hamzah.

Anis Matta Luncurkan Fordika, Dorong Terciptanya Individu Suka Memberi

Partaigelora.id-Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia sekaligus Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta meluncurkan Fordika, Forum Dedikasi Kemanusiaan di Jakarta, Minggu (19/10/2025).

Menurut Anis Matta, kemampuan memberi itu bukan sekadar soal kapasitas finansial. “Tetapi itu lebih dari kapasitas mental, kapasitas spiritual. Memberi itu adalah ajaran semua agama, karena menyangkut core kemanusiaan kita,” kata Anis Matta.

Karena itu, memberi adalah cara untuk menciptakan kohesi sosial. Selain itu, kohesi adalah rahmat yang paling besar bagi satu masyarakat.

“Kalau kita membangun masyarakat yang suka memberi masyarakat kebajikan, maka efeknya yang pertama dalam perubahan sosial adalah menciptakan kerekatan,” ujarnya.

Belajar memberi, kata Anis Matta, akan menumbuhkan sifat altruisme secara sosial di dalam agama.

Dimana orang yang memberi dalam keadaan kaya dan orang yang memberi dalam keadaan miskin pahalanya beda.

Bahkan apabila dilihat dari jumlah yang diberikannya beda, pahala yang didapat juga tetap beda.

“Yang memberi dalam keadaan miskin itu lebih besar pahalanya daripada yang memberi dalam keadaan kaya.,” katanya.

Memberi dalam keadaan kaya, lanjutnya, ada kelayakan memberi kepada orang lain.

“Tapi kalau orang memberi dalam keadaan miskin, alasannya (kondisinya pun tidak layak untuk memberi), berarti itu menunjukkan sesuatu yang lain,” ujar Anis Matta.

“Apa yng lain itu, kapasitas spiritual, bahwa faktor materi tidak menjadi faktor stress dalam kehidupan kita,” sambungnya.

Anis Matta mengibaratkan, orang miskin yang suka memberi itu seperti memiliki bungker di dalam jiwanya.

“Dia punya bunker di dalam jiwanya, sehingga membuat kita semuanya terus berbahagia, tidak stress karena tekanan material dan tetap bisa memberi dalam keadaan yang paling sulit,” katanya.

Ia menilai orang yang suka memberi akan menciptakan kesehatan mental individu yang baik.

“Jadi satu amal yang diberikan akan menumbuhkan relasi bukan dalam pengertoan finansial, tetapi menumbuhkan sisi kesehatan mental individu,” tandasnya.

“Jadi memberi juga merupakan sarana menciptakan kohesi sosial. Lewat memberi, kita pun membangun kesehatan mental di tingkat individu,” pungkasnya.

Peluncuran Fordika ini dihadiri fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gelora, antara lain Ketua DPP Korbid Penggalangan Triwisaksana, Ketua Korbid Kebijakan Publik Sarah Handayani, serta Ketua DPP Korbid Kebudayaan & Kesenian Deddy Mizwar.

Lalu, Ketua Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup DPP Partai Gelora Rully Syumanda, Ketua Bidang Pendidikan Rohmani, serta Ketua Bidang Perempuan Gelora DPP Partai Gelora.

Mahfuz Sidik: Presiden Prabowo Bawa Lompatan Besar Dalam Diplomasi Politik Internasional

Partaigelora.id-Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik menegaskan, bahwa pemerintah Republik Indonesia (RI) dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo telah mengambil langkah lompatan yang sangat kuat dalam diplomasi politik internasional.

“Yakni terlibat dalam penyelesaian konflik Palestina. Bahkan Trump memuji-muji peran Presiden Prabowo,” kata Mahfuz Sidik dalam Forum Pengembangan Wawasan dengan Tema ‘Memahami Politik Global’, di Jakarta, Jumat (17/10/2025) malam.

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto hadir dalam peristiwa bersejarah penyelesaian konflik antara Palestina-Israel, yakni penandatanganan Perjanjian Damai yang digagas Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Sharm el-Sheikh, Mesir (13/10/2025),

“Sebagai negara muslim terbesar bersama negara Timur Tengah dan Turki, Pak Prabowo memahami betul kepentingan Indonesia dalam geopolitik global, terutama di kawasan Timur Tengah,” katanya.

Sehingga Indonesia saat ini memiliki posisi tawar dan mulai bisa mewarnai agenda kesepakatan di dalam politik global.

“Dan bagaimana nantinya Indonesia bisa terus mewarnai agenda kesepakatan di dalam politik global baru, dimana proposal politiknya dapat diakomodasi,” katanya.

Ketua Komisi I DPR 2010-2016 ini optimistis peran Indonesia dalam diplomasi politik internasional akan semakin meningkat dibawah kemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

“Kenapa tiba-tiba Indonesia sekarang ini mengambil langkah lompatan
yang sangat kuat dalam diplomasi politik internasional, karena Pak Prabowo itu realis,” ujarnya.

Mahfuz menilai Presiden Prabowo memiliki kecenderungan menganut ‘Mazhab Realis’ dalam teori global politik, serta upaya kerja sama antar negara, dimana kepentingan kolektif bangsa selalu diutamakan.

“Mazhab Realis itu melihat kehidupan politik dan politik global ini sebagai power game, sebagai permainan kekuasaan. Karena ini permainan kekuasaan, maka setiap negara harus tahu apa kepentingannya dan harus tahu apa kepentingan orang lain,” katanya.

“Lalu, kalau tercapai akan dapat apa kalau enggak tercapai bagaimana cara menyelesaikannya. Inilah yang disebut realis, ‘ imbuhnya.

Negara Palestina

Dalam kesempatan ini, Sekjen Partai Gelora Mahfuz Sidik berharap Presiden Prabowo Subianto bisa terus mendorong terwujudnya negara Palestina merdeka.

Sebab, hal ini merupakan amanat dari konstitusi untuk menghapuskan penjajahan di muka bumi.

Palestina saat ini menjadi satu-satunya bangsa di dunia yang belum merdeka hingga sekarang, dan warganya di Gaza menjadi korban genosida atau pembantaian zionis Israel.

“Kalau kita berbicara tentang proposal perdamaian, maka sesuatu yang menggembirakan dan memberikan jaminan akan masa depan negara Palestina merdeka,” kata Mahfuz.

Kendati begitu, Mahfuz mengingatkan bahwa proposal perdamaian yang digagas Presiden AS Donald Trump tersebut, tidak secara eksplisit menyebutkan tentang negara Palestina Merdeka.

“Dalam 20 poin proposal perjanjian damai, tidak ada klausul yang secara eksplisit menyebutkan Negara Palestina Merdeka. Palestina dianggap hanya sebagai community, bukan state. Sementara Israel dikatakan state,” ujarnya.

Sehingga pemerintah Indonesia harus memastikan, bahwa ujung dari proposal perjanjian damai ini adalah terwujudnya negara Palestina Merdeka.

“Negara Palestina merdeka harus masuk di dalam proses pembicaraan ini, dan tidak berhenti pada masalah rekonstruksi Gaza saja. Tapi PBB harus mengakui negara Palestina Merdeka,” pungkasnya.

Partai Gelora Mulai Gelar Kajian Pengembangan Wawasan, Tema Pertama Bahas ‘Islam yang Kita Pilih’

Partaigelora.id-Pusat Pengembangan Wawasan DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mulai kegiatan kajian pengembangan wawasan bagi para fungsionaris di Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) se-Indonesia pada Jumat (10/10/2025).

Kegiatan yang digelar setiap Jumat malam ini menghadirkan tema-tema kebangsaan, geopolitik, keislaman dan lain-lain.Pada kajian pertama, Forum Pengembangan Wawasan mengambil tema ‘Islam yang Kita Pahami’, yang disampaikan oleh KH Ahmad Mudzoffar, Lc, MA, Ketua Pusat Kajian Strategis DPP Partai Gelora.

Koordinator Pelaksana Harian DPP Partai Gelora Rofi’ Munawar saat membuka acara tersebut, mengatakan, kegiatan kajian tersebut akan dilakukan secara rutin setiap pekan.

Kegiatan kajian tersebut, merupakan program dari Pusat Pengembangan Wawasan, yang diketahui KH Musyaffa Ahmad Rahim.

“Kegiatan ini akan kita buat rutin. Insya allah ke depan akan ada kajian wawasan kebangsaan, kajian wawasan geopolitik, begitu seterusnya. Mudah-mudahan diberikan kemudaan untuk melaksanakan ini,” kata Rofi’ Munawar, Jumat (10/10/2025).

Menurut Rofi’, kegiatan ini merupakan salah satu program untuk memperkenalkan Partai Gelora ke masyarakat dan memberikan wawasan kepada para kadernya.

“Ini salah program Partai Gelora untuk memperkenalkan siapa partai ini, di depan para kadernya yang barangkali semuanya belum mengerti atau masyarakat umum,” ujarnya.

Sedangkan KH Ahmad Mudzoffar, Lc, MA dalam paparannya mengatakan, bahwa forum ini menjadi wadah berbagi ilmu, pengalaman, serta menjadi motivasi bersama dalam pengembangan wawasan di Partai Gelora.

“Tema kajian kita adalah tentang wawasan keislaman. Bahwa Islam adalah panduan dalam mengelola kehidupan kita,” kata KH Ahmad Muzhoffar.

Menurut dia, semua manusia yang ber-Tuhan atau tidak akan mati, serta berakhir kehidupannya di dunia dan berlanjut di akhirat pasca kematian.

Sebagai agama ‘rahmatan lil alamin, kata Mudzoffar, Islam telah memberikan Al Qur’an dan Hadist memberikan panduan untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.

“Tapi terkandang kita juga masih bingung, versi Islam siapa yang paling benar ketika terjadi perbedaan dalam pemahaman. Bagaimana kita menyikapinya, tentunya kita kembalikan ke Al Qur’an dan Hadist, tidak perlu dipertentangkan, karena ini soal penafsiran pemahaman saja. Sehingga di Islam dikenal ada empat madzab,, yakni Madzab Maliki, Hanafi, Safi’i dan Hambali. Perbedaan akan terus ada,” pungkasnya.

DPP Partai Gelora Gelar Kegiatan Ideologisasi Bagi Pengurus dan Kader di DPW Jakarta

Partaigelora.id-Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengadakan kegiatan pembekalan Kaderisasi Ideologisasi bagi pengurus dan kader Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jakarta, Minggu (5/10/2025).

Kegiatan tersebut, digelar di Koordinator Bidang (Korbid) Kaderisasi DPP Partai Gelora Indonesia, di Gelora Media Center (GMC), Jakarta.

“Ideologisasi adalah mutlak bagi Partai Gelora Indonesia,” tegas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik usai memberikan pembekalan ideologisasi, Minggu (5/10/2025).

Menurut Mahfuz, kegiatan Ideologisasi yang digelar Partai Gelora diperuntukkan setiap jenjang struktur kepengurusan baik di DPP, DPW dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), serta Dwan Pimpinan Cabang (DPC).

“Pada Minggu ini, peserta ideologisasi adalah jajaran pengurus dan kader DPW Partai Gelora Indonesia Jakarta,” ujar Mahfuz.

Sekjen Partai Gelora ini menegaskan, Kaderisasi Ideologisasi tingkat dasar seluruh fungsionaris di semua tingkatan merupakan bagian dari langlah konsolidasi organisasi.

“Partai Gelora menyadari bahwa Ideoligisasi bagian dari Program Kaderisasi yang merupakan satu syarat mutlak bagi terwujudnya satu organisasi yang solid, militan dan punya visi yang kuat,” katanya.

Hal ini tentunya menjadi spirit dan cita-cita perjuangan seluruh kader dan pengurus Partai Gelora. “Kami berharap bahwa acara ini direspon dan dikikuti secara maksimal oleh seluruh pengurus mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota dan nanti pada akhirnya sampai tingkat kecamatan,” katanya.

Ketua Korbid Kaderisasi DPW Partai Gelora Jakarta Musyawir Dahlan mengatakan, seluruh kader mendapatkan pemahaman baru mengenai cara mencari solusi dalam mengatasi krisisi saat ini.

“Acara ideologisasi pada hari ini, makin membuat kita menjadi kader-kader partai gelora yang mantap dan berkelas. Dengan adanya materi ini kita dapat mencari solusi atas krisis yang dihadapi oleh bangsa. Kita mampu mencari dan menemukan acara jalan untuk kemajuan bangsa kita kedepan,” kata Musyawir Dahlan.

Ketua DPW Partai Gelora Jakarta Hazem Anis Matta menegaskan, kegiatan Ideologisasi ini makin menambah kepercayaan kader Partai Gelora di Jakarta untuk meraih kemenangan di Pemilu 2029.

“Jika Partai Gelora Jakarta, ditanya apakah siap menjawab amanah dan cita-cita yang dititipkan kepada Partai Gelor? Maka jawabannya ada tujuh. Siap, siap, siap, siap, siap, siap dan siap,” tegas Hazem.

Gelar Bimtek I, Partai Gelora Harap Aleg di DPRD Jadi Garda Terdepan Kemenangan di Pemilu 2029

Partaigelora.id-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menggelar ‘Bimtek I Aleg 2025’ bagi 73 Anggota Legislatif (Aleg) DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi dari Partai Gelora di Hotel Grandkemang, Jakarta pada Kamis-Minggu, 2-5 Oktober 2025.

Bimtek dengan tema ‘Membangun Efektivitas Fungsi Aleg dalam Kerja Kedewanan dan Kerja Partai’ ini dibuka oleh Ketua DPP Koordinator Pelaksana Harian Partai Gelora Rofi’ Munawar, Kamis (2/10/2025) malam.

Rofi Munawar menggantikan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta yang tengah menunaikan tugas negara sebagai Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, melakukan kunjungan kerja ke Aljazair, Libya dan Bosnia Herzegovina untuk membuka Bimtek tersebut.

Bimtek I Aleg 2025, selain dihadiri para Aleg juga dihadiri Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah sekaligus Wakil Menteri (Wamen) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik, serta para ketua bidang koordinasi.

Ketua DPP Koordinator Pelaksana Harian Partai Gelora Rofi’ Munawar mengatakan, selama tiga hari pelaksanaan bimbingan teknis (Bimtek), para Aleg akan mendapatkan berbagai materi strategis mengenai peran dan fungsi kedewanan, serta kerja partai.

“Para Aleg ini merupakan juru bicara yang paling sah untuk menyampaikan visi-misi dan narasi Partai Gelora ke masyarakat, karena keberadaan mereka di parlemen,” kata Rofi’ Munawar.

Karena itu, menurut dia, sebagai Aleg dan juru bicara Partai Gelora, maka mereka harus memiliki kompetensi dan integritas yang akan dinilai masyarakat.

“Penilaian masyarakat inilah yang akan menjadikan Partai Gelora ini, layak dipilih atau tidak pada Pemilu 2029,” katanya.

Sehingga Aleg ini ibaratnya, adalah etalase Partai Gelora yang akan menjadikan rakyat tertarik atau tidak untuk memberikan suaranya pada Pemilu 2029 kepada Partai Gelora.

“Ini tentu bukan pekerjaan mudah, karena kita masih disebut sebagai partai 0,8 persen. Tapi kita optimis, bapak/ibu bisa membalikkan 0,8 persen menjadi 8,0 persen, ” ujar Rofi’ Munawar.

Ia mengingatkan, para Aleg Partai Gelora untuk menjaga etika dan prilakunya, sehingga tidak menimbulkan kegaduan dan sorotan negatif di masyarakat.

“Sekarang ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap anggota legislatif, khususnya di pusat. Untuk membangkitkan kembali kepercayaan ini, maka kader Partai Gelora di parlemen harus benar-benar bisa menjelaskan fungsinya sebagai anggota legislatif baik dari sisi kapasitas, kompetensi dan integritas, “katanya.

Garda Terdepan

Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta melalui video yang ditayangkan di sela-sela pembukaan acara Bimtek I Aleg 2025 menyampaikan beberapa arahan.

“Saudara-saudara semuanya adalah buah dari perjuangan Partai Gelora dalam Pemilu 2024, yang pertama kali diikuti oleh partai yang lahir tahun 2019 ini,” kata Anis Matta.

Ia menilai Aleg Partai Gelora di DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi saat ini menjadi garda terdepan perjuangan Partai Gelora.

“Karena itu, saudara-saudara harus memahami falsafah buah. Saudara adalah buah dari perjuangan Partai Gelora, maka saudara harus melahirkan buah-buah baru,” katanya.

Dengan menguasai dan melahirkan buah-buah baru, maka Aleg di DPRD akan menjadi tulang punggung bagi Partai Gelora di Pemilu 2029.

“Insya Allah pada Pemilu kedua pada tahun 2029 nanti, Partai Gelora akan meraih kemenangan dan kesuksesan,” katanya.

Anis Matta mengatakan, pentingnya para Aleg sebagai juru bicara Partai Gelora untuk mengetahui lebih mendalam mengenai ideologi yang tengah diperjuangkan, dimana berawal dari kesadaran sejarah bangsa Indonesia.

“Kita sudah melewati dua gelombang besar sejarah, pertama gelombang menjadi Indonesia
dan gelombang kedua adalah gelombang menjadi negara bangsa yang kuat dan modern,” kata Wamenlu RI ini.

Anis Matta mengatakan, dua gelombang sejarah ini sudah berhasil dilewati dan Indonesia akan segera memasuki gelombang ketiga sejarah.

‘Kita akan memasuki gelombang ketiga dalam sejarah Indonesia yaitu menjadi salah satu kekuatan utama dunia,” ujarnya.

Saat ini, lanjut Anis Matta, sudah muncul adanya kesadaran geopolitik yang bisa dijadikan momentum bagi Indonesia untuk berperan lebih besar lagi dalam tatanan global, karena dunia tengah memasuki siklus perubahan dari tatanan lama menuju tatanan baru.

“Usia satu gelombang atau tatanan itu, 80 tahun. Dan kita kemarin menyaksikan Sidang Umum PBB, isu Palestina mendominasi perbincangan. Itu artinya, dunia sedang memasuki siklus perubahan besar,” katanya.

Artinya, dalam waktu dekat akan terjadi perubahan besar dalam tatanan global. Sehingga tatanan lama tidak bisa dipertahankan lagi.

“Kita lihat PBB tidak bisa berbuat apa-apa melihat pembantaian di Palestina dan menimbulkan satu pertanyaan besar? Apakah ini masih bisa dipertahankan,” tandasnya.

“Saya sudah menulis hal ini dalam buku ‘Gelombang Ketiga’ yang saya tulis tahun 2013. Semua saya prediksi ini akan terjadi, maka Partai Gelora saya harap bisa membawa Indonesia pada kepemimpinan dunia di massa akan datang,” imbuhnya.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menambahkan, bahwa perjalanan demokrasi yang dilalui Indonesia sangat panjang dan berliku. Sebab, para pendiri bangsa, meletakkan Indonesia berdiri di atas fondasi demokrasi.

“Kita berulang kali jatuh dalam otoritarianisme, tetapi selalu kembali bangkit dengan tuntutan kebebasan. Kita sedang menjalani transisi yang lama, bahkan sangat lama, untuk menegaskan diri sebagai negara demokrasi. Partai Gelora akan tegak pada jalan ini,” kata Fahri Hamzah.

Partai Gelora, partai yang lahir dari intelektual dan kaum pemikir daripada modal. Karenanya, kata Fahri, Partai Gelora akan membuktikan dirinya bakal menjelma menjadi partai besar, meskipun tidak di dukung para pengusaha.

“Kami percaya, partai intelektual pun bisa besar, sebab inilah jalan demokrasi yang sesungguhnya. Dan jika ada yang masih meragukan jalan demokrasi, lihatlah bagaimana Prabowo mendirikan partai, membangun institusi sipil, dan menegaskan diri melalui pemilu. Itulah bukti sahih bahwa demokrasi adalah jalan satu-satunya untuk merebut dan mengelola kekuasaan secara bermartabat,” pungkasnya.

Anis Matta: Diplomasi Mendatang Butuh Orang-orang yang Punya Kemampuan ‘Diplomasi Dapur’

Partaigelora.id-Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta berbagai perspektif tentang diplomasi dan tantangannya ke depan di forum “Youth Diplomacy: Muhammadiyah Diplomats as Catalyst of Global Change”, yang digelar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

“Saya sampaikan bahwa diplomasi saat ini tak lagi sama dengan semua pelajaran diplomasi yang sebelumnya jamak dipelajari,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).

Menurut dia, dinamika geopolitik global sekarang sedang memasuki masa perubahan tatanan global. Dimana fase tatanan lama mati, tetapi tatanan baru belum lahir. “Gejolak dan krisis menjadi penanda situasi ini,” katanya.

Karenanya, dibutuhkan diplomat ulung yang punya kemampuan berpikir untuk memahami proses yang sedang berlangsung di balik layar agar diplomasi memberikan posisi tawar yang tepat.

“Saya menggunakan analogi dan sebutan ‘Diplomasi Dapur’ sebagai gambaran tantangan diplomasi saat ini dan masa mendatang,” ujar Anis Matta.

Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini juga menjadikan proses lahirnya Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan sebagai contoh kemampuan berpikir dan diplomasi ini.

“Beliau adalah diplomat yang luar biasa. Beliau menyaksikan Khalifah Ustmani akan runtuh dan mulai berpikir dan mencari celah apa yang bisa dilakukan dalam periode seperti itu. Lalu, beliau mendirikan Muhammadiyah,” katanya.

Sebab, peran diplomat yang paling pokok adalah menghadapi pergulatan pemikiran yang sedang berlangsung seperti yang terjadi sekarang ini, adalah adanya tarik ulur pergulatan pemikiran.

“Jadi kalau kita mau belajar tentang teknik diplomasi, maka kita harus memahami prosesnya, karena proses inilah yang akan berlangsung lama dan ada tarik ulur untuk menghasilkan tatanan baru,” katanya.

Anis Matta yang merupakan Pakar Geopolitik Global ini menegaskan, bahwa tantangan diplomasi sekarang dan masa mendatang seperti yang ia sampaikan diatas adalah membutuhkan kemampuan ‘Diplomasi Dapur’.

“Kalau anda datang ke restoran yang dilihat pertma kali adalah menunya. Kita punya kebebasan untuk memilih menu yang kita inginkan. Tapi yang menentukan menu adalah orang-orang restorannya. Artinya yang menentukan pilihan kita itu, adalah orang-orang di dapur,” jelasnya.

Sehingga sebagai seorang diplomat, agar mengerti ‘rahasia dapur’ yang dikelola, maka diperlukan kemampuan untuk mengetahui cara berpikir orang-orang yang berada di dapur tersebut.

“Sehingga sebelum belajar diplomasi, belajarlah dulu cara orang berpikir yang ada di dapur tersebut. Karena jika kita bicara dalam satu negara dan ingin menyakinkan orang untuk mendukung arah yang kita mau, maka kita harus mengerti ‘dapur pemikiran’ pengambilan keputusan negara itu,” ungkapnya.

Selain itu, seorang diplomat juga harus mempunyai tingkat kepercayaan diri (confidance) yang tinggi dan memiliki kemampuan intelektualitas dalam berdiplomasi.

“Manakala confidance kita kuat dan punya intelektualitas. Ketika lawan menatap mata kita, kita tidak akan gugup dan semua kosakata tidak akan hilang,” tegasnya.

Pelajaran mengenai teknik berdiplomasi ini, menurut Anis Matta, tidak serta merta berdiri sendiri, tapi saling terkait antara satu pelajaran dan pelajaran yang lain.

“Tapi yang paling pokok yang anda perlu pelajari dalam diplomasi terlebih dahulu adalah kita ini mau menyakinkan orang untuk apa?” pungkas Wamenlu RI Urusan Dunia Islam ini.

Youth Diplomacy Forum yang diselengaran IMM bekerja sama dengan OIC Youth Indonesia ini adalah kegiatan pelatihan dasar diplomasi bagi kader-kader muda Muhammadiyah.

Kegiatan yang dihadiri 75 peserta ini digelar pada 26-28 September 2025 di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta.

Peserta kegiatan ini adalah mahasiswa IMM dari seluruh Indonesia, juga hadir mahasiswa dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA), Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Presiden Prabowo Pidato di Majelis Umum PBB Pukau Pemimpin Dunia Tegaskan Dukungan Indonesia Bagi Palestina

Partaigelora.id- Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pidato perdananya di Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejumlah hal disampaikan Prabowo mulai dari penegasan dukungan terhadap PBB hingga isu Palestina.

Aula Majelis Umum PBB menjadi saksi kembalinya suara Indonesia di podium dunia. Setelah satu dekade absen kehadiran langsung, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada Selasa (23/9/2025) waktu setempat, hadir untuk menyampaikan pidato perdananya di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB.

Presiden Prabowo berbicara pada sesi pertama Debat Umum dengan posisi istimewa yakni urutan ketiga usai Presiden Brasil Lula da Silva dan Presiden AS Donald Trump. Sebuah posisi strategis yang menempatkan Indonesia berdampingan dengan dua negara besar, Brasil dan Amerika Serikat.

Brasil, yang sejak 1955 selalu membuka sidang sebagai tradisi diplomatik, tampil di urutan pertama. Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, mendapat giliran kedua. Tepat setelah keduanya, Presiden Prabowo berdiri membawa suara Indonesia ke hadapan dunia.

Kehadiran Presiden Prabowo di podium Majelis Umum PBB menandai babak baru diplomasi Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pidato secara daring saat pandemi Covid-19, sementara selebihnya Indonesia diwakili Wakil Presiden maupun pejabat setingkat menteri.

Kini, dengan tampil langsung, Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam forum global yang sarat makna simbolik dan politis.

Posisi pidato Presiden Prabowo juga menorehkan sejarah tersendiri. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah berpidato di urutan ke-46, Presiden Soeharto di urutan ke-61, dan Presiden Megawati Soekarnoputri di urutan ke-17.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat tiga kali berpidato dengan urutan 20, 21, dan 16, sementara Presiden Joko Widodo dua kali hadir secara daring di urutan ke-16.

Kini, Presiden Prabowo menempati urutan ke-3—salah satu posisi paling awal dan paling bergengsi yang pernah diraih Indonesia di forum PBB.

Di hadapan para pemimpin dunia yang hadir di ruang sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo membuka pidato perdananya dengan penuh penghormatan. Kepala Negara menekankan pentingnya persaudaraan universal di tengah perbedaan bangsa dan agama.

Di awal pidatonya, Prabowo menyinggung kesetaraan manusia. Ia menekankan semua manusia berhak untuk hidup, mengejar kebebasan dan kebahagiaan.

“Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul sebagai satu keluarga manusia. Kita di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia yang diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan,” ujarnya.

Ia pun mengutip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1948, yang juga menjadi cikal bakal lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

“‘Semua manusia diciptakan setara’ adalah prinsip yang membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang tak tertandingi,” ujarnya.

Prabowo juga menyerukan keadilan bagi Palestina. Ia mengajak dunia tak boleh diam soal legitimasi Palestina.

“Hari ini kita tidak boleh diam, sementara Palestina ditolak keadilan dan legitimasi,” ujar Prabowo.

Prabowo Subianto kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara dalam penyelesaian konflik di Gaza.

Menurutnya, perdamaian sejati hanya akan terwujud jika hak Palestina dan keamanan Israel diakui serta dijamin oleh komunitas internasional.

“Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara,” ucap Presiden.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menyoroti tragedi kemanusiaan di Gaza yang makin parah dan mendesak agar dunia tidak berpaling dari tragedi tersebut.

Presiden menegaskan bahwa jutaan orang kini menghadapi trauma, kelaparan, hingga ancaman kematian di depan mata komunitas internasional.

“Saat ini juga, orang-orang tak bersalah menangis meminta pertolongan, menangis ingin diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang-orang tak bersalah? Siapa yang akan menyelamatkan orang tua dan perempuan? Jutaan orang menghadapi bahaya saat kita duduk di sini,” katanya.

Presiden Prabowo kemudian mengingatkan pentingnya peran PBB sebagai pilar utama dalam menjaga tatanan internasional yang adil.

Menurutnya, perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan tidak boleh hanya menjadi hak segelintir bangsa, melainkan hak semua umat manusia.

“Dengan PBB yang kuat, kita bisa membangun dunia di mana yang lemah tidak menderita karena keterpaksaan, tetapi hidup dalam keadilan yang layak mereka dapatkan. Mari kita lanjutkan perjalanan besar umat manusia menuju cita-cita, aspirasi tanpa pamrih yang melahirkan PBB,” jelas Presiden.

Lebih lanjut, Presiden menyatakan keyakinannya bahwa para pemimpin dunia dari berbagai peradaban akan bangkit untuk menunjukkan kebijaksanaan dan mengedepankan persaudaraan.

Untuk itu, Kepala Negara turut mengajak seluruh pihak untuk menjadikan mimpi perdamaian sebagai visi bersama untuk dunia yang lebih baik.

“Kita harus hidup sebagai satu keluarga umat manusia. Indonesia berkomitmen menjadi bagian untuk mewujudkan visi ini. Apakah ini sebuah mimpi? Mungkin, tetapi ini adalah mimpi indah yang harus kita perjuangkan bersama. Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia,” katanya.

Prabowo menegaskan PBB harus membela semua pihak yang lemah maupun yang kuat. Prabowo menegaskan yang benar harus benar.

“Yang Mulia telah memperingatkan bahwa yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menanggung apa yang harus mereka tanggung. Kita harus menolak doktrin ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa ada untuk menolak doktrin ini. Kita harus membela semua yang kuat dan yang lemah,” ujar Prabowo.

Pidato Presiden Prabowo tersebut, menuai pujian dari sejumlah pemimpin dunia. Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, dalam pengarahan media di Markas Besar PBB, New York, Rabu (24/9/2025).

Menurut Sugiono, pujian datang baik secara langsung kepada Presiden Prabowo maupun melalui pesan elektronik kepada dirinya.

“Tadi setelah beliau berpidato, saya mendapat banyak pesan elektronik dari berbagai pimpinan negara ataupun lewat menteri luar negeri negara-negara lain yang memuji pidato Bapak Presiden,” ujarnya.

Beberapa tokoh dunia yang memberikan apresiasi antara lain Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Peru Dina Ercilia Boluarte Zegarra, serta Raja Yordania Abdullah II bin Al Hussein.

Sugiono menambahkan, para pemimpin dunia menilai pidato Prabowo mewakili aspirasi banyak negara terkait peran PBB dalam menjaga perdamaian global.

“Semuanya nadanya sama, bahwa yang disampaikan Pak Presiden adalah harapan banyak negara agar PBB tetap bisa menjadi tumpuan bagi perdamaian, kesetaraan, dan inklusivitas,” jelasnya.

Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan pentingnya memperkuat multilateralisme demi perdamaian dunia. Ia juga menyinggung keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan swasembada beras sebagai contoh kontribusi nyata bagi pembangunan global.

“Kita harus bertindak sekarang. Perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukan hak istimewa segelintir, melainkan hak semua,” kata Prabowo di forum internasional tersebut.

Pujian serupa turut disampaikan Donald Trump dalam pertemuan multilateral di Dewan Keamanan PBB. “Pidato yang hebat. Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa,” ujar Trump sambil menoleh ke arah Prabowo.

Berikut isi pidato lengkap Prabowo berikut ini:

His Excellency, Mr. Antonio Guterres, Secretary General of the United Nations. Her Excellency, Madame Annalena Baerbock, President of the United Nations General Assembly. His Excellency, Mr. Morses Abelian, Under-Secretary-General for General Assembly and Management. Excellencies, Heads of States, Heads of Governments, Distinguished Delegates, Ladies and Gentlemen, It is indeed a great honor to stand in this august General Assembly Hall, among leaders who represent almost all of humanity.

We differ in race, religion, and nationality, yet we gather together as one human family.
We are here first and foremost as fellow human beings each created equal, endowed with unalienable rights to life, liberty, and the pursuit of happiness.

The words of the U.S. Declaration of Independence have inspired democratic movements across continents – including the French Revolution, the Russian Revolution, the Mexican revolutions, the Chinese Revolution, and Indonesia’s own struggle and journey to freedom.

It also gave birth to the Universal Declaration of Human Rights adopted by the UN in 1948. “All men are created equal” was the creed that opened the way to unprecedented global prosperity and dignity. And yet, in our own era of scientific and technological triumphs an era capable of ending hunger, poverty, and environmental ruin, we also continue to face today’ s grave dangers, challenges, and uncertainties. Human folly, fueled by fear, racism, hatred, oppression, and apartheid, threatens our common future.

My country knows this pain. For centuries, Indonesians lived under colonial domination, oppression, and slavery. We were treated less than dogs in our own homeland. We Indonesians know what it means to be denied justice and what it means to live in apartheid, to live in poverty, and to be denied equal opportunity. We also knew what solidarity can do.

In our struggle for independence, in our fight to overcome hunger, disease, and poverty, the United Nations stood with Indonesia and gave us vital assistance.

Decisions made here based on human solidarity by the Security Council and this Assembly gave Indonesia international legitimacy, opened doors, and supported our early development through the UN Children’s Fund (UNICEF), the UN Food and Agriculture Organization (FAO), the World Health Organization (WHO) and many, many other United Nations institutions. And because of that, Indonesia today stands today on the cusp of shared prosperity and greater equality and dignity.

Madam President, excellencies,

Our world is driven by conflict, injustice, and deepening uncertainty. Every day we witness suffering, genocide, and a blatant disregard for international law and human decency.

In the face of these challenges, we must not give up, as the United Nations’s Secretary General said, “we cannot give up”. We cannot surrender our hopes or our ideals. We must draw closer, not drift apart. Together we must strive to achieve our hopes, our dreams.

The UN was born from the ashes of the Second World War that claimed scores of millions of lives. It was created to secure peace, security, justice, and freedom for all.

We remain committed to internationalism, multilateralism, and to every effort that strengthens this great institution.

Today, Indonesia is nearer than ever before to meeting the Sustainable Development Goals of ending extreme poverty and hunger because years ago this very chamber chose to listen and uphold social and economic justice.
We will never forget.

And today we must never be silent while Palestinians are denied that same justice and legitimacy in this very Hall.
Excellency’s, Thucydides warned: “The strong do what they can, the weak suffer what they must.” We must reject this doctrine. The UN exists to reject this doctrine. We must stand for all, the strong and the weak. Right cannot be right. Right must be right.

Indonesia is today one of the largest contributors to United Nation Peacekeeping Forces. We believe in the United Nations, we will continue to serve where peace needs guardians not with just words, but with boots on the ground.

If and when the Security Council and this Great Assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to secure peace in Gaza or elsewhere, in Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when the peace needs to be enforced, peace needs to be guarded, we are ready.

We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters. We are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.

Madam President, excellencies,

I propose to this assembly a message of hope and optimism grounded in action and execution. Today we heard the speech of Madam President, the President of the United Nations General Assembly. It is true what she said. Without the International Civil Aviation Organization, will we be here today? Will we sit in this great Hall? Without the United Nations, we cannot be safe. No country can feel secure. We need the United Nations, and Indonesia will continue to support the United Nations. Even though we still struggle, but, we know the world needs a strong United Nations.

The world’s population is growing. Our planet is under strain. Food, energy, and water insecurity haunt many nations.

We choose to answer these challenges directly at home and to help abroad whenever we can.

This year, we recorded the highest rice production and grain reserves in our history. We are now self‐sufficient in rice and we have exported rice to other nations in need, including providing rice to Palestine. We are building resilient food supply chains, strengthening farmer productivity, and investing in climate‐smart agriculture to ensure food security for our children and for the children of the world. We are confident, in a few years time, Indonesia will be the granary of the world.

As the world’s largest island state, we testify before you that we are already experiencing the direct consequences of climate change, particularly the threat of rising sea levels. The sea level on the north coast of our capital city is increasing by 5 centimeters every year. Can you imagine in ten years? In twenty years? For this, we are forced to build a giant sea wall, 480 kilometres in length. It will take us maybe 20 years, but we have no choice. We have to start now. Therefore we choose to confront climate change not by slogans, but by immediate steps. We are committed to meeting our 2015 Paris Agreement obligations.

We aim to achieve net zero emission by 2060 and we are confident we can achieve net zero emission much earlier.

We aim to reforest more than 12 million hectares of degraded land, to reduce forest degradation, and to empower local communities with quality green jobs for the future.

Indonesia is shifting decisively from fossil fuel based development towards renewable based development. From next year, most of our additional power generation capacity will come from renewables.

Our goal is clear: To lift all of our citizens out of poverty and make Indonesia a hub for solutions to food, energy, and water security.

Madam President, excellencies,

We live in a time when hatred and violence can seem like the loudest voices. But beneath this loud noise lies a quieter truth: that every person longs to be safe, to be respected, to be loved, and to leave a better world to their children.

Our children are watching. They are learning leadership not from textbooks, but from our choices.

Today, still, a catastrophic situation in Gaza is unfolding before our eyes. At this very moment, the innocent are crying for help, are crying to be saved. Who will save them? Who will save the innocent? Who will save the old and the women? Millions are facing danger at this very moment, as we sit here, they are facing trauma, and irreparable damage to their bodies, they are dying of starvation.

Can we remain silent? Will there be no answer to their screams? Will we teach them that the human family can rise to the challenge?

Madam President, we must act now. Many speakers have said that. We must stand for multilateral order where peace, prosperity, and progress, are not the privilege of a few but the right of all.

With a strong United Nations, we can build a world where the weak do not suffer what they must, but live the justice they deserve.

Let us continue humanity’s great journey of ideals the selfless aspirations that created the United Nations.

Let us use science to uplift, not use science to destroy. Let rising nations help others to lift themselves.

I am convinced that the leaders of the great world civilisations: Civilisations of the West, of the East, of the North, of the South. Leaders of America, Europe, of India, China, the Islamic world, the whole world. I am convinced they will rise to their role demanded by history.

We are all hopeful that the leaders of the world will show great statesmanship, great wisdom, restraint, and humility, overcome hate, overcome suspicion.

Madam President, Distinguished Delegates,

We are greatly heartened by the events of the last few days, where significant leading countries of the world have chosen to side with history the path of the moral high ground, path of rectitude, path of justice, humanity, and to shun hatred, to overcome suspicion, and to avoid the use of violence. The use of violence will beget violence. Not one country can bully the whole community of the human family. We may be weak individually, but the sense of oppression, of injustice, has proven in the history of mankind, will unite with a strong force that will overcome this oppression, this injustice.

To close, I would like to reiterate again Indonesia’s complete support for the Two-State Solution in Palestine. We must have an independent Palestine, but we must also recognize and guarantee the safety and security of Israel. Only then can we have real peace: peace without hate, peace without suspicion.

The only solution is this two-state solution. Two descendants of Abraham must live in reconciliation, peace, and harmony. Arabs, Jews, Muslims, Christians, Hindus, Buddhists, all religions. We must live as one human family. Indonesia is committed to being part of making this vision a reality.

Is this a dream? Maybe. But this is the beautiful dream we must work toward together. Let us continue humanity’s journey of hope, a journey started by our forefathers, a journey that we must complete.

Thank you.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Shalom, Om shanti shanti shanti om.
Namo Budaya.
Thank you very much.

May God bless us all, may peace be upon us. Thank you very much.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X