Tag: rina adeline

RUU Kesehatan Harus Jamin Akses Bagi Masyarakat untuk Dapatkan Pelayanan Kesehatan

, , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap RUU Omnibus Law Kesehatan yang akan disahkan DPR pada pekan depan dapat menjamin kemandirian tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada Indonesia.

“Kita berharap RUU Kesehatan yang baru ini, seharusnya dapat menjamin kemandirian tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Sebab, tropisme penyakit di Indonesia belum tentu bisa diobati oleh diaspora di luar,” kata dr. Rina Adeline SpMK., MKes., ABAARM., FAARM , Ketua Bidang Kesehatan, DPN Partai Gelora Indonesia.

Hal itu disampaikan Rina Adeline saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Pro-Kontra RUU Kesehatan, Bagaimana Memahaminya?, Rabu (5/7/2023) sore.

Diskusi ini dihadiri Menteri Kesehatan RI 2004-2009 Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Tim RUU Kesehatan Kemenkes RI dr. Roy Sihotang, MARS, serta Ketua Biro Hukum Pembinaan Pembelaan Anggota, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Beni Satria, S.Ked, M.Kes.

Menurut Rina, kesehatan pasien tetap harus menjadi prioritas utama bagi insan tenaga kesehatan dan tenaga medis, meskipun organisasi profesi memprotes RUU ini, karena dianggap dibuat terlalu terburu-buru tanpa sosialisasi yang cukup.

“Menurut pendapat saya, yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan munculnya absurd power, yang mengarah kepada pembiayaan pembelanjaan negara yang lebih besar lagi , karena kapalnya terlalu besar. Lalu, meniadakan kemitraan antara organisasi profesi yang seharusnya bisa berjalan harmonis dengan pemerintah,” katanya.

Karena itu, Partai Gelora berharap RUU Kesehatan ini mampu menjamin akses kesehatan bagi masyarakat, seperti pelayanan kesehatan yang baik, obat murah dan berkualitas dan vaksin yang mudah dijangkau.

“Kemudian centre of excellence juga perlu diperbanyak agar tidak terpusat di Pulau Jawa. Harus ada di Papua, Sulawesi, Sumatera, NTT , NTB dan lain-lain. Saya lagi di NTB sekarang, ternyata itu kosong,” katanya.

Sehingga RUU Kesehatan yang baru mampu mendorong iklim pendidikan kesehatan yang baik, serta dapat menghasilkan dokter-dokter baru, disamping memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis.

“Hal-hal ini harus ada di RUU Kesehatan dan harus bisa dijalankan. Partai Gelora berharap pada RUU ini agar menjamin kelangsungan kita sebagai bangsa, tentu saja mewujudkan mimpi untuk menjadikan Indonesia superpower baru,” katanya.

Bukan Liberalisasi Kesehatan

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) RI 2004-2009 Dr. dr. Siti Fadilah Supari mengatakan, RUU Kesehatan yang baru dinilai bukan sebagai bentuk liberalisasi kesehatan, malahan bertujuan sebaliknya.

“Sama sekali tidak berbau liberal atau pasar bebas, justru akan mengembalikan peran pemerintah sesuai dengan Undang-undang Dasar. Masak kewenangan Menteri Kesehatan yang ditunjuk negara dikalahkan UU Praktek Kedokteran. IDI itu yang liberal, neolib,” kata Siti Fadilah Supari.

Siti Fadilah Supari mengaku paling lantang menolak upaya liberalisasi kesehatan saat menjadi Menkes di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diantaranya menolak keberadaan BPJS Kesehatan, karena tidak Pancasilias menyengsarakan rakyat dan mengusulkan program Jamkesmas.

“Tapi IDI malah waktu itu minta ke Pak SBY agar saya diganti. IDI protes kepada Pak SBY agar memecat saya. Sekarang kebalik-balik toh, justru UU Praktek Kedokteran sangat berperan di dalam Sistem Kesehatan Nasional itu yang justru liberal. Ini yang menjauhkan tangan pemerintah untuk mengatur rakyatnya sendiri,” katanya.

Menkes 2004-2009 ini mengaku mendukung RUU Kesehatan yang baru, karena akan mengembalikan peran pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Makanya saya terus kasih masukkan, saya terus WhatsApp Ketua Panja-nya, Pak Melkiades Laka Lena, karena akan banyak membonceng, ada kekuatan yang tidak akan pernah bisa diredah,” katanya.

Siti Fadilah Supari mengungkapkan, perubahan pelayanan sistem kesehatan nasional terjadi akibat amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh mantan Ketua MPR Amien Rais, mengalami perubahan hingga empat kali, dan terakhir pada 2002.

“Akibatnya, negara tidak boleh mengurus rakyatnya sendiri, harus ada lembaga khusus yang minta bayaran, padahal rakyat bayar pajak. Ini kenapa BPJS terus dibelain, harusnya semua yang masuk rumah sakit tidak boleh ditolak, mau bayar atau tidak,” katanya.

Tim RUU Kesehatan Kemenkes RI dr. Roy Sihotang, MARS mengatakan, RUU Omnibus Law Kesehatan ini pemerintah ingin mengurangi liberalisasi dalam aspek kesehatan. “Dalam RUU ini negara ingin hadir dan mengambil perannya lagi,” kata Roy Sihotang.

Misalnya, dalam pelayanan kesehatan, unsur penetapan harga pelayanan harus ada kehadiran pemerintah, tidak bisa diserahkan ke dalam pasar bebas industri kesehatan, seperti ditentukan BPJS Kesehatan.

“Pemerintah ingin menjauhkan namanya liberalisme dan neoliberalisme. Semua kewenangan pemerintah harus full, sehingga bisa mengatur semua regulasi kesehatan,” Pemerintah itu harus pikirin kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan umum saja,” katanya.

Ketua Biro Hukum Pembinaan Pembelaan Anggota, ID dr. Beni Satria, S.Ked, M.Kes mengatakan, RUU Kesehatan yang akan disegerakan disahkan DPR masih kurang sosialisasi dan dilakukan terburu-buru, serta kurang transparansi.

“Sekarang ini ada tiga draf yang beredar, tidak pernah di upload di situs DPR. Sehingga kita tidak tahu mana yang digunakan. Transparansi sebagaimana proses pembentukan UU, sampai detik ini tidak ada,” katanya.

Beni Satria menyayangkan banyaknya pro kontra pendapat mengenai organisasi profesi yang dianggap hanya menetapkan etika standar sangat tinggi bagi anggotanya. Padahal organisasi profesi juga melakukan pengawasan terhadap anggotanya.

“Sebenarnya kita hanya ingin membantu pemerintah di dalam, bagaimana melakukan pembinaan, pengawasan terkait organisasi profesi,” katanya.

Fahri Hamzah Minta Kebijakan Penanganan Covid-19 Konsisten dan Tak Membingungkan

, , , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 masih membingungkan. Sehingga berakibat terjadinya lonjakan kasus tanpa bisa diantisipasi dan dicegah.

Pernyataan Fahri tersebut antara lain menyinggung soal kebijakan pemerintah mengenai larangan mudik beberapa waktu lalu, dan penerapan pemberitahuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro tanpa implementasi dan pengawasn protokol kesehatan yang ketat, sehingga masyarakat abai.

“Orang pusat ini yang paling berat bikin bingungnya itu loh. Coba agak tertib sedikit omongan dan kebijakannya,” kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Jumat (25/6/2021).

Karena itu, Fahri mengkritik langkah atau kebijakan pemerintah pusat dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia, yang belum bisa menunjukan penurunan kasus Corona. “Pemerintah selama ini, kerap kali membingungkan,” katanya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini mengaku tidak heran bila kemudian terdapat masyarakat yang tak patuh dengan kebijakan dari pemerintah terkait Covid-19 ini.

“Rakyat pasti mau ikut kalau jelas. Kalau nggak jelas ya orang demo,” kata Fahri seraya berharap agar pemerintah bisa lebih menitikberatkan fokus utamananya saat ini untuk penaganan Covid-19.

Partai Gelora Indonesia sendiri akan mengupas habis soal lonjakan kasus Covid-19 di tanah air dengan menghadirkan narasumber dr.Rina Adeline Sp.MK,.M.Kes, ABAARM, dokter spesialisi mikrobiologi klinik dalam acara ‘Rumpi Gelora’ (Ruang untuk Maju Perempuan Indonesia Partai Gelora) pada Jumat (25/6/2021) petang ini.

Dr Rina Adeline mengatakan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang grafiknya terlihat mendaki pada Juni 2021,  bisa dikatakan positive rate-nya diatas 50%.

“Artinya jika ada 2 orang yang melakukan swab, pasti 1 orangnya positive.  Pada Rabu, 23 Juni 2021 pertambahan angka positive mencapai 15.308 pasien per hari,” kata dr Rina Adeline.

“Bagaimana kita menghadapi menghadapi kondisi seperti ini Ikutilah diskusinya dalam acara Rumpi edisi 10 ‘Awas Covid-19 Mengganas’,” ujarnya. 

Pemerintah memperbarui data penanganan virus Corona di Indonesia, dari hari ke hari semakin mengganas. Ada 20.574 kasus Covid-19 yang dilaporkan pada Kamis (24/6/2021). 

Total kasus Covid-19 di RI yang ditemukan sejak Maret 2020 sampai hari ini sebanyak 2.053.995 kasus. Dari jumlah tersebut, 171.542 sebanyak merupakan kasus aktif.

Kemudian, 9.201 pasien positif Corona dinyatakan, sehingga total kumulatif pasien yang telah sembuh berjumlah 1.826.504 orang.

Selain itu, sebanyak 355 pasien Covid-19 di Indonesia pada Kamis (24/6/2021) meninggal dunia. Total kumulatif pasien yang meninggal dunia berjumlah 55.949 orang.

Pemerintah terus mengingatkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19. Masyarakat diminta berdisiplin memakai masker, rajin mencuci tangan memakai sabun, dan menjaga jarak.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X