Tag: Imron Cotan

Partai Gelora Dorong Pemerintah Tingkatkan Perannya dalam Upaya Selesaikan Konflik Palestina-Israel

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Pemerintah diminta untuk meningkatkan perannya dalam ikut serta menyelesaikan konflik antara Palestina-Israel, serta mendorong kemerdekaan Palestina secepatnya.

Sebab, Israel sejatinya menolak proposal dua negara yang digagas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Sehingga tidak heran jika banyak provokasi yang dilakukan Israel yang bisa memicu perang.

“Kita tidak bisa lagi hanya menjadi penonton. Karena bukan berarti, kita tidak terlibat konflik, kita tidak kena dampak konflik ini. Kita diam pun, kita akan kena dampak geopolitiknya,” kata Tengku Zulkifli Usman, Wakil Ketua Bidang Narasi, DPN Partai Gelora Indonesia, Rabu (11/10/2023) sore.

Dalam diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Badai Al-Aqsa: Kejutan Palestina dan Dampak Geopolitiknya yang ditayangkan di kanal YouTube Gelora TV itu, Tengku Zulkifli menegaskan, saatnya sekarang bagi Indonesia untuk meningkatkan perannya sebagai pemain global (global player).

“Sekarang sudah saatnya, it’s time for Indonesian to invote global order, sebagai pemain utama global. Saya yakin Indonesia bisa masuk ke sana, termasuk dalam konflik Palestina-Israel,” katanya.

Menurut TZU, sapaan akrab Tengku Zulkifli Usman, Indonesia tidak bisa lagi menjadi penonton dalam situasi konflik geopolitik sekarang, tetapi harus terlibat aktif.

“Kita jangan lagi punya mindset sebagai penonton, sudahlah kita di sini saja. Kita nggak boleh begitu lagi, kita harus punya mental sebagai bangsa penakluk sekarang, yang bisa mempengaruhi negara lain, menjadi pemain utama sejajar dengan Amerika,” ujarnya.

TZU mengatakan, Indonesia sudah punya visi Indonesia Emas 2045. Visi tersebut, tidak akan terwujud, jika peran Indonesia sebagai pemain global tidak ditingkatkan dari sekarang.

“Tidak ada pilihan, Indonesia harus berselancar sekarang. Nanti pemimpin di 2024 juga harus paham geopolitik, sehingga punya konektivitas dan daya tawar yang bagus untuk menavigasi Indonesia mewujudkan mimpinya di 2045. Jangan sampai mimpinya di 2045, nol seperti sekarang,” katanya.

Analis Politik Dunia Islam dan Internasional ini menilai Indonesia bisa menjadi juru damai konflik Palestina-Israel, karena secara geografis Indonesia jauh dari wilayah konflik.

Selain itu, Indonesia juga sebagai negara terbesar berpenduduk muslim di dunia, dan tidak punya akar persoalan konflik seperti yang dialami negara-negara Islam di Timur Tengah.

“Saran saya, jika pemerintah ingin banyak terlibat, maka sudah harus lebih banyak melakukan komunikasi intensif dengan pihak-pihak yang bertikai,” katanya.

TZU melihat solusi dua negara yang diinginkan PBB sulit terwujud, karena ditolak Israel. Bahkan Israel secara tegas menyatakan, bahwa masalah Palestina tidak mau diselesaikan PBB.

“Maksudnya apa itu. Itu berarti resolusi PBB tidak diterima, dan akan diselesaikan dengan caranya sendiri. Kalau kita tafsirkan bisa bermacam-macam, tapi Israel itu prinsinya tetap ingin satu negara. Nah, sekarang wilayah Gaza yang hanya 365 KM dengan penduduk 3 juta itu, sengaja di bombardir agar pindah. Israel ingin melakukan genosida rakyat Palestina,” ujarnya.

Jika Israel serius ingin perang, menurutnya, Israel harusnya melakukan operasi militer dan mengerahkan pasukan daratnya untuk mencari pejuang-pejuang Hamas yang berada di terowongan-terowongan di Jalur Gaza.

“Tapi faktanya tidak demikian, Israel terus membombardir Gaza, karena memang tidak ingin menghambisi Hamas, tetapi membunuhi rakyat Palestina. Korbannya kalau kita lihat itu kan sipil, banyak perempuan, ibu-ibu dan anak-anak,” ungkap TZU.

Official Representatif DPN Partai Gelora ini berharap agar solidaritas terhadap rakyat Palestina terus ditingkatkan dan bisa terlepas dari penjajahan Israel

“Misalkan Indonesia membuka perwakilan Hamas di Indonesia, mereka punya kantor di Indonesia. Israel ini melakukan penjajahan, melanggar HAM berat, tapi tidak pernah dihukum. Karena perang ini bukan perang pertama dan perang terakhir, saya yakin akan ada perang selanjutnya. Maka hukum internasional harus menghukum Israel,” tegasnya.

Israel Kedodoran

Sementara itu, Pengamat Militer dan Pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie menghimbau masyarakat di tanah air diimbau tidak terpancing secara berlebihan merespon konflik Palestina-Israel saat ini.

“Kita semua sepakat, sebenarnya konflik Hamas dan Israel sudah berlangsung lama. Emosi rakyat sekarang jangan gampang terbakar,” kata Connie.

“Saya juga mengingatkan satu hal jangan ada narasi menarik-narik, yang menarik Indonesia ikut-ikutan terlibat dalam membenci atau memihak terlalu jauh. Kita harus paham geopolitik, dan prinsipnya kita ingin semua berdamai,” imbuhnya.

Connie merespon terjadinya serangan mendadak Hamas kepada Israel, baru-baru ini merupakan serangan terbesar konflik Palestina-Israel. “Serangan Hamas kemarin, merupakan kategori serangan besar,” ucapnya.

Serangan ini selain bersifat mendadak dan cepat, juga begitu rahasia hingga membuat Israel kedodoran.

Serangan roket Hamas meninggalkan lubang besar, lalu diduduki bulldozer serta sembunyi paralayang untuk menyerang ke jantung lawan.

“Setidaknya ada 3.000 roket diluncurkan, benar-benar mendadak dan cepat,” katanya

Padahal, lanjut Connie, pertahanan Israel jauh lebih kuat ketimbang kelompok Hamas. Apakah kedodoran dalam hal intelligent atau sistemnya atau aspek manusianya. Sehingga tidak ada langkah seperti pencegahan dini.

“Teknologi Israel sangat canggih, seperti penggunaan laser, terowongan, serta pemanfaatan robot. Tapi semua itu bisa saja kedodoran. Serangan Hamas seperti menonaktifkan semua, bisa kegagalan intel, karena tidak mungkin Israel tak tahu,” ucapnya.

Bisa saja, Hamas mendapat dukungan dari Iran yang selama ini juga dekat dengan Rusia. Iran diduga sengaja ingin memberi pelajaran terhadap Israel atau NATO dan Amerika Serikat.

“Siapa yang mendukung peralatan senjata? Ini jadi fenomena perang yang menarik,” ujarnya.

Pengamat Militer dan Pertahanan ini pun memprediksi konflik Palestina-Israel bisa merembet ke Iran, Yordania dan Saudi Arabia. Sebab, Israel saat ini kurang mendapatkan dukungan dari sekutu utamanya, Amerika.

“Israel akan menghadapi problem dukungan dari Amerika sebagai sekutunya. Amerika saat ini mengalami problem kepentingannya terhadap perang Rusia Ukraina, terlebih Washington sendiri juga tengah memasuki pemilihan presiden,” katanya.

Junjung Resolusi PBB

Sedangkan diplomat senior mantan Duta Besar Indonesia Untuk Australia dan Tiongkok, Imron Cotan, mengatakan, kedua belah pihak harus menjunjung tinggi resolusi Dewan Keamanan PBB, No.242 sebagai dasar penyelesiaan konflik Palestina-Israel.

“Maklumat Presiden Jokowi (Joko Widodo) sudah benar, harus menggelorakan perdamaian serta hentikan kekerasan,” kata Imron Cotan.

Namun, Imron Cotan dapat memahami kemarahan Hamas, karena sudah hampir 50 tahun berbagai kesepakatan tidak ada realisasinya. Serangan Hamas, bukan kemenangan militer Hamas, tapi sekedar mengejutkan mata dunia internasional.

“Serangan ini hanya kejutan membuat terbuka mata dunia terhadap persoalan ini,” katanya.

Imron mendukung langkah Indonesia untuk terus menyuarakan perdamaian, karena Indonesia sendiri banyak keterbatasan dengan pertimbangan persoalan domestik yang belum kunjung usai.

Imran Muslim, Asia Middle East Centre for Research and Dialogue, mengungkapkan, rakyat Palestina di Gaza telah dikepung oleh Israel dengan pembetonan, sehingga tidak bisa keluar dari wilayah Gaza. Hampir setiap hari, dan ribuan warga Gaza mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.

“Itu yang diserang adalah desa-desa, mereka tak bisa keluar, sedangkan air dan listrik diatur dari Israel.Sudah tak kuat lagi. Pemberitaan dukungan demo di berbagai kota di Indonesia, sudah cukup untuk menguatkan moral mereka berjuang,” kata Imran Muslim.

Menurut Imran, pengepungan warga Gaza ini sudah berlangsung sekitar 16 tahun lebih. Ia berharap Indonesia terus mendukung pembebasan blokade Gaza dan kemerdekaan Palestina.

“Dukungan Pemerintah Indonesia terhadap Palestina dalam mendukung perjuangan kami, ini sama dengan semangat perjuangan Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan. Perjuangan kami juga ingin membebaskan negara dari pendudukan Isarel,” tegasnya.

Indonesia Bisa Bertahan di Tengah Krisis Global, Anis Matta: Tidak Ada Alasan Tunda Pemilu 2024

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai ekonomi Indonesia relatif tangguh dan bisa bertahan di tengah krisis global saat ini. Hal ini tentunya menumbuhkan sebuah harapan, bahwa ekonomi Indonesia tidak akan mengalami ‘kegegelapan’ pada tahun 2023.

“Kita patut bersyukur, bahwa ekonomi Indonesia di tengah krisis global ini relatif bisa bertahan. Tapi seperti taman, kalau yang lainnya layu, kita mekar sendiri rasanya juga tidak mungkin, ” kata Anis Matta dalam Gelora Talks bertajuk ‘Geopolitik Outlock 2023’ di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Dana Moneter Internasional (IMF) sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 dari menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,9%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini tidak berubah, yakni pada 3,2%.

Sementara pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 sebesar 5,3%, sejalan dengan proyeksi pada rentang 4,7% hingga 5,1% dari berbagai lembaga internasional.

Dengan melihat data-data tersebut, maka kata Anis Matta, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.

“Kalau pertumbuhan kita diatas 4 persen, apalagi apalagi diatas 5 persen, rasanya tidak ada alasan untuk menunda pemilu. Supaya Nomor 7 juga bisa beraksi di Pemilu 2024 mendatang,” kata Anis Matta berseloroh.

Selain itu, lanjut Anis Matta, jika melihat perkembangan terakhir perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung hampir satu tahun ini, akan berakhir damai pada 2023.

“Meski ada kemungkinan ekskalasi meningkat, tetapi proses perdamaian sudah diusahakan dan sewaktu-waktu perang Rusia-Ukraina stop di tengah jalan,” ujarnya.

Ketua Umum Partai Gelora ini berharap agar perang Rusia-Ukraina segera berakhir. Sebab, perang tersebut, sangat melelakan dan membuat krisis global semakin, meningkatkan risiko utang dan berpotensi memicu krisis pangan di sejumlah kawasan.

“Kita juga berharap, bahwa tanda-tanda eskalasi konflik perang Rusia-Ukrina yang ingin dialihkan ke spot konflik arah kawasan Asia Pasifik, itu tidak terjadi. Mudah-mudahan ini tidak berkembang menjadi ledakan konfrontasi yang besar, karena pada pada dasarnya proyeksi 2023 ada harapan lebih damai,” katanya.

Miliki Sumder Daya Alam
Sementara itu, mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Tiongkok Prof. Imron Cotan menilai proyeksi geopolitik di tahun 2023 agaknya ‘gloomy’ atau berawan.

Ditambah lagi proyeksi IMF bahwa akan terjadi krisis ekonomi global di tahun 2023. Hal ini juga akan mempengaruhi kondisi di Indonesia.

Namun Imron optimis, dengan mengatakan Indonesia masih beruntung sebab ekonomi Indonesia tidak terlalu jatuh. Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang ada tidak dimiliki negara lain dan sangat dibutuhkan.

Bahkan neraca ekonomi Indonesia juga surplus, sementara beberapa negara lain mengalami kesulitan.

“Ini yang menurut saya yang akan mempengaruhi perkembangan kita di masa yang akan datang, terutama di tahun 2023 mendatang, agak gloomy,” kata imron.

Terlepas dari hal itu, lanjut dia, dunia saat ini tidak bisa di monopoli oleh satu dua atau lebih negara. Washington mendeklarasikan bahwa China dan Rusia merupakan kompetitor strategis yang harus dihadapi, baik masa lalu, sekarang, maupun di masa yang akan datang.

“Tetapi berapa pun besarnya kekuatan mereka, karena dunia ini kita share bersama, satu sama lain saling berhubungan. Pola ini yanb akan mendikte cerah atau gelapnya prospek dunia di masa-masa yang akan datang,” ujarnya.

Imron menegaskan, perang Rusia Ukraina telah merusak rantai pasok dunia seperti suplai ke Eropa, serta gandum dan pupuk ke seluruh dunia.

“Jadi yang paling menderita dari perang Rusia-Ukraina ini adalah Uni Eropa, terutama Jerman. Uni Eropa itu mesin pertumbuhan ekonomi dunia. Perang ini menambah komplikasi dan merusak rantai pasok dunia,” tegas mantan diplomat senior ini.

AS Bisa Tiru Indonesia
Sedangkan mantan Diplomat AS yang juga Pengamat Stanley Harsha mengatakan, sistem demokrasi dan budaya Indonesia bisa diadopsi AS dan negara lainnya di dunia. Sebab, demokrasi dan budaya di Indonesia mengedepankan perdamaian, bukan konflik atau perang.

“Istri saya orang Solo, punya dua anak. Mereka halus seperti istri saya, tetapi sangat disiplin seperti saya. Indonesia bisa jadi model yang sangat bagus bagi dunia. Dan Amerika akan lebih bagus, kalau bisa terima budaya di sini, ada unsur dari budaya indoinesia,” kata Stanley.

Menurut Stanley, para diplomat AS sebenarnya sangat mengerti dalam membina relasi atau hubungan dengan China. Para diplomat AS sudah mengedepankan cara berdiplomasi yang halus dengan China agar tercipta perdamaian.

Namun, para politikus di AS justru menjadikan isu China sebagai komoditas politik mereka agar populer. Politikus AS berpandangan bahwa China tidak boleh diberikan kekuasaan, dan beranggapan AS adalah negara yang paling hebat, dan tidak boleh ada negara lain yang mengunggulinya.

“Inilah masalah domestik di Amerika, politikus sangat populer mengisukan China. Tapi di belakangnya, para diplomat sangat mengerti dan halus dalam relasi dengan China itu, harus lebih halus,” ungkapnya.

Saat ini, kata Stanley, dikalangan remaja AS juga mulai terjadi gerakan pergesekan pemikiran soal perang dan perdamaian di dunia. Di sekolah-sekolah AS selama ini selalu diajarkan tentang perang, tetapi masalah perdamain tidak ada sama sekali.

“Jadi memang perlu ada skema internasional tentang perdamaian. Saya pikir kita harus mulai dari sekolah dasar, harus ada peace. Di Amerika kita banyak belajar perang, perang ini perang itu. Tapi bagaimana pelajaran tentang perdamain itu, tidak ada,” katanya.

Dalam skema internasional tentang perdamaian itu, menurut dia, perubahan besar-besaran itu harus dimulai dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Cara pandang PBB dalam mengatasi konflik antar negara dan menjaga perdamaian dunia saat ini, harus diubah total.

Disamping itu, negara adikuasa seperti AS, Uni Eropa, Rusia dan China juga harus memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada PBB untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, agar tidak ada perang lagi dan perang-perang lainnya.

“Jadi remaja-remaja, pemuda-pemuda di Amerika saat ini maunya dunia lebih damai. Mereka memanfaatkan sosial media jadi unifkasi remaja di seluruh dunia untuk saling mengerti dan berpikir perdamaian. Generasi muda di Amerika sekarang ingin lebih damai seperti generasi di Indonesia,” pungkas Stanley.

Soal Pelantikan Zulkifli Hasan sebagai Mendag, Anis Matta: Saya Salut Nyalinya, Berani Memegang Bara Api

, , , , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, penunjukkan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) menggantikan Muhammad Lutfi sebagai anomali besar abad ini.

Anis Matta menilai penunjukkan Zulkifli Hasan sebagai Mendag akan menjadi pertaruhan besar bagi reputasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang berakhirnya masa jabatannya pada 2024 mendatang. Keberhasilan dan kegagalan Jokowi nantinya akan ditentukan oleh Zulkifli Hasan.

“Saya ingin katakan, Pak Zulkifli Hasan berani bener menjadi Menteri Perdagangan. Ini seperti menggenggam bara api, karena bukan masalah sederhana. Tapi saya salut atas nyalinya Pak Zulkfili Hasan berani menggenggam bara api,” kata Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora dalam Gelora Talks bertajuk “Kapan dan Bagaimana Akhir Perang Rusia-Ukraina? Apa Dampaknya terhadap Ekonomi Dunia?, Rabu (15/6/2022).

Pergantian Mendag dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, menurut Anis Matta, merupakan dampak dari perang Rusia-Ukraina yang mulai terjadi sejak 24 Pebruari 2022 lalu.

Saat ini, Indonesia dinilai mulai merasakan adanya dampak kenaikan harga komoditas energi dunia (minyak dan gas), harga bahan pangan, sehingga menyebabkan tingginya inflasi.

“Mendag (Muhammad Lutfi, red) itu diganti, karena kesalahan dia sendiri dalam menerapkan kebijakan. Bagaimana mungkin kita negara produsen terbesar sawit mengalami kelangkaan minyak goreng, itu sama saja seperti kelangkaan BBM yang terjadi di Arab Saudi,” ujarnya.

Menurut Anis Matta, sebagian besar pemimpin di dunia termasuk di Indonesia, mulai kebingungan dan tidak mengerti cara dalam menghadapi krisis yang sangat kompleks saat ini.

“Sudah banyak Presiden dan Perdana Menteri di dunia ini yang jadi korban, jatuh pemerintahannya akibat krisis sekarang. Tapi bedanya di sini, korbannya Mendag (Muhammad Lutfi, red),” tegas Anis Matta.

Ketua Umum Partai Gelora ini mengatakan, penujukkan Zulkifli Hasan sebagai Mendag bisa menjadi solusi bagi Jokowi, atau sebaliknya menjadi bumerang dan menjadi masalah baru bagi Kabinet Indonesia Maju.

“Menjelang Pemilu 2024 mendapatkan pos baru di kabinet itu sangat bagus. Tapi taruhannya sangat besar seperti menggenggam bara api,” tandasnya.

“Nanti kita akan melihat, apakah Pak Zulkifli Hasan ini akan menjadi solusi atau justru akan menjadi masalah baru bagi kabinet Jokowi,” imbuh Anis Matta.

Namun Anis Matta berpandangan, penunjukan Zulkifli Hasan sebagai Mendag belum tentu akan menyelesaikan permasalahan krisis sekarang. Malahan sebaliknya, justru bisa memicu krisis ekonomi akan semakin dalam, dan berlanjut ke krisis sosial dan politik.

“Saya kira krebilitas Pak Zulkfli Hasan dipertaruhkan. Tapi yang jauh lebih besar, adalah reputasi kabinet dan Pak Jokowi yang dipertaruhkan. Kita bisa kita lihat nanti, apakah semakin hari semakin mengalami degradasi atau tidak,” ujarnya.

Anis Matta mengingatkan agar Presiden Jokowi lebih cermat dalam membaca situasi global sekarang, dengan merespon berbagai kebijakan yang bisa menjawab tantangan utama secara substansial dan permanen dalam mengatasi krisis yang kompleks saat ini.

Hal senada disampaikan ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan. Ia mengatakan, dampak dari perang Rusia-Ukraina adalah kenaikan harga minyak mentah dunia, minyak sun flower (bunga matahari) dan minnyak nabati/CPO (minyak goreng).

“Kenaikan harga minyak goreng harusnya bisa dimanfaatkan untuk meningatkan pemasukan, dan memenuhi kebutuhan domestik market di dalam negeri. Tapi Alhamdulillah korbannya di sini masih dalam tingkat menteri,” kata Fadhil.

Fadhil Hasan menilai larangan ekspor CPO dan turunannya yang sempat diberlakukan sebelumnnya oleh mantan Mendag Muhammad Lutfhi beberapa waktu lalu, merupakan kesalahan besar dan kerugian bagi Indonesia yang menyebabkan kehilangan devisa negara sebesar USD 2 miliar.

Sebagai produsen terbesar minyak nabati dunia, lanjutnya, Indonesia harus bisa memanfaatkan secara maksimal besarnya permintaan pasar dunia saat ini, agar mendapatkan penerimaan besar di luar pajak guna memperkuat APBN kita.

“Tapi pemasukan itu, harus ditabung Pak Jokowi jangan dihambur-hamburkan untuk proyek-proyek yang tidak perlu seperti IKN, kalau digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat tidak masalah,” ujar Fadhil Hasan.

Ekonom senior Indef ini mengingatkan, pemerintah untuk mewaspadai bahaya stagflasi, yakni ancaman inflasi global yang tengah membayangi pertumbuhan ekonomi dunia.

Apalagi APBN kita saat ini masih kekurangan anggaran lebih Rp 100 triliun lebih, akibat menanggung beban subsidi dan kebutuhan anggaran perlindungan sosial yang semakin meningkat.

“Jadi stagflasi itu ditandai oleh inflasi yang tinggi, tetapi pertumbuhannya rendah. Permintaan barang yang kita ekspor menurun, akibatnya penerimaan kita juga akan menurun. Sementara inflasinya tetap tinggi, harga-harga tetap tinggi. Hal ini akan menyebabkan gap yang sangat besar antara penerimaan dan pengeluaran. Ini bahaya yang kita perlu waspadai,” jelasnya.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Tiongkok Imron Cotan menambahkan, stagflasi itu ditandai tiga fenomena yang sangat fundamental, yakni pengangguran tinggi, inflasi tinggi dan pertumbuhan lemah.

“Jadi kalau Presiden Jokowi sedang mencoba mengakomodasi partai politik untuk berpartisipasi dalam kabinetnya, itu adalah dalam rangka menghadapi turbulensi dari dampak perang Rusia-Ukraina yang akan datang,” kata Imron Cotan.

Imron Cotan memprediksi perang Rusia-Ukraina masih akan berlangsung lama, karena Rusia ingin mengakhiri dominasi Amerika Serikat (AS) dalam energi maupun tujuan strategis lainnnya.

“Ukraina ini didesain untuk menjadi kuburan oleh Rusia, seperti halnya Afghanistan oleh Amerika, sehingga Ukraina tidak dimanfaatkan Amerika dan Nato dalam jangka panjang supaya tidak menjadi ancaman bagi Rusia,” kata diplomat senior ini.

Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie meminta pemerintah agar mewaspadai upaya AS memindahkan medan tempur baru dari Ukraina ke Taiwan. Jika ini terjadi, AS akan berperang melawan China, karena Presiden AS Joe Biden sudah mulai terang-terangan mendukung Taiwan

“Presiden Joe Biden saat ini tengah kehilangan muka di dalam negerinya soal kebijakan perang di Ukraina. Perang Ukraina menjadi bumerang bagi Amerika Serikat, menyebabkan inflasi tinggi mencapai 9 persen,” kata Connie.

Presiden Joe Biden, lanjutnya, tengah berupaya menghilangkan tekanan di dalam negerinya dengan meningkatkan produksi dan bantuan persenjataan ke negara lain, termasuk mencari lokasi perang baru yang jauh dari Amerika dan Eropa, yakni pilihan di Taiwan-China.

“Karena itu kita harus sangat hati-hati dalam menyikapi hal ini, apakah kita menempatkan Taiwan itu sebagai negara atau bagian dari China. Jika terjadi perang akan mempengaruhi kawasan Laut China Selatan, mempengaruhi Indonesia juga. Karena Taiwan-lah yang memegang dokumen klaim China atas Laut China Selatan sejak zaman Dinasti Ming. Saya sudah melihat semua dokumen-dokumennya,” tegas Connie Rahakundini Bakrie.

Negara Adidaya Diprediksi Runtuh, Anis Matta: Perang Rusia Vs Ukraina Seperti Gong Selamat Datang Tatanan Dunia Baru

, , , , , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, konflik antara Rusia-Ukraina saat ini harus dipandang sebagai perang supremasi, bukan lagi sekedar proxy.

Melainkan perang antar negara adidaya, yakni antara Rusia dengan Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sementara Ukraina menjadi korban (collateral damage).

“Kalau negara adidaya yang berperang, maka tidak ada aturan lagi, tidak ada yang bisa mengatur mereka. PBB akan mengalami disfungsi, termasuk Dewan Keamanan PBB,” kata Anis Matta PBB dalam Gelora Talk bertajuk ‘Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Dampaknya Pada Peta Geopolitik Dunia?’, Rabu (2/3/2022).

Diskusi yang digelar secara daring ini, menghadirkan narasumber Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana, mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan, serta mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi. Diskusi ini juga dihadiri Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Harmianin.

Karena itu, kata Anis Matta, perang ini akan mendekati titik ledak yang lebih besar. Hal ini yang perlu diantisipasi Indonesia, karena cepat atau lambat Indonesia bisa terseret dalam dampak perang ini.

“Kenapa Partai Gelora ingin mendorong Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia, supaya kita tidak menjadi korban (collateral damage),” katanya.

Menurut Anis Matta, dunia saat ini akan menantikan tatanan dunia baru di tengah krisis berlarut, dimulai dari pandemi Covid-19 hingga perang Rusia Vs Ukraina, yang akan berujung pada konflik berlarut secara global.

“Jadi kita sekarang sedang menantikan ‘tatanan dunia baru’, ini yang kita khawatirkan. Dan ini yang akan terjadi pemenanglah yang akan menentukan aturan. Inilah arah dunia yang sedang terjadi,” ungkapnya.

Pembentukan proses tatanan dunia baru ini, kata Anis Matta, berbeda dengan tatanan dunia lama yang dibentuk oleh pemenang Perang Dunia II. Tapi, pembentukannya akan ditentukan oleh proses rasional masyarakat global, karena dunia semakin terintegrasi.

“Tapi bisakah kita sampai pada tatanan dunia baru, yang tidak terlalu berdarah? Inilah arah yang kita inginkan,” ujar Anis Matta.

Anis Matta menilai kekuatan AS dan Eropa saat ini semakin melemah seperti yang terlihat dari pidato Presiden AS Joe Biden kemarin dan para pemimpin Uni Eropa sebelumnya.

Kelemahan AS dan Eropa ini, disadari betul oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin telah melakukan kalkulasi secara matang dampaknya, sehingga memiliki keberanian seperti sekarang. Diperkirakan sanksi ekonomi oleh negara adidaya tidak akan berdampak bagi Rusia.

“Kalau sekarang kita berpikir kepentingan Indonesia, adalah lebih bagus kita mencoba membuat cerita bagi sejarah masa depan kita sendiri,” katanya.

Menurut Anis Matta, Indonesia bisa mencoba membangun satu kekuatan baru di tengah konflik global ini, dengan politik bebas aktif seperti yang telah digagas founding fathers atau Bapak pendiri bangsa Indonesia.

Perang Rusia Vs Ukraina, kata Anis Matta, bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk membuat satu peta jalan (road map) sejarah baru bagi dunia.

“Kita sedang menghadapi konflik berlarut yang akan melemahkan semua negara. Perang Rusia Vs Ukraina seperti gong yang mengatakan, Selamat Tinggal Tatanan Dunia Lama dan Selamat Datang Tatanan Dunia Baru,” tegas Anis Matta.

Anis Matta berharap Indonesia mengambil peran untuk menentukan tatanan dunia baru ini, sebagai kekuatan besar dunia paska runtuhnya negara adidaya nanti.

“Kita tidak mengetahui, aturannya seperti apa, tetapi mudah-mudahan dalam tatanan dunia baru yang akan di susun kemudian ini, Indonesia ikut sebagai panitia,” pungkas Anis Matta.

Pakar Hukum Internasional Prof Hikmawanto Juwana menyayangkan sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang bertolak belakang dengan peryataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memandang konflik Rusia Vs Ukraina.

Kemenlu dinilai cenderung menyalahkan Rusia sebagai negara agresor telah menganeksasi Ukraina. Sementara Presiden Jokowi mengatakan, perang harus dihentikan tanpa menyalahkan Rusia dan Ukraina, serta meminta konflik diselesaikan secara damai, dan tidak membahayakan pada keamanan dan perdamaian internasional.

“Jadi Indonesia harusnya menjadi fasilitator, yang bisa memberikan solusi bagi konflik ini. Kita harus fokus pada rakyat, karena rakyat tidak boleh menderita akibat perang di kedua negara,” kata Hikmawanto.

Hikmawanto mengingatkan, agar Indonesia tidak melihat konflik Rusia Vs Ukraina sebagai konflik antara pemerintah pusat (PBB) dan pemerintah daerah (Rusia-Ukraina).

“Efektifitas terhadap PBB ini diragukan, dan perlu diingat bapak/Ibu sekalian, bahwa PBB ini bukan pemerintahannya. Artinya, tidak seperti pemerintah pusat, kalau misalnya ada pemerintah daerah bersengketa, kemudian pemerintah pusat bisa turun. Mereka punya main street sendiri, itu yang harus kita pahami,” katanya.

Artinya, dalam konteks hukum internasional, lanjut Hikmawanto, bagi masyarakat internasional yang berlaku adalah Hukum Rimba, bukan norma-norma hukum internasional yang harus ditaati.

“Yang berlaku Hukum Rimba, siapa yang kuat sebagai justifikasi hukum internasional, bukan norma yang harus ditaati. Ini akan menjadi justifikasi setiap negara untuk mengambil tindakan,” tegas pakar hukum internasional Universitas Indonesia.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan berharap Indonesia bisa mendorong penyelesaian konflik Rusia Vs Ukraina diselesaikan melalui jalur diplomasi atau perundingan antara kedua belah pihak.

“Indonesia harus memberikan solusi, bukan memberikan kecaman-kecaman. Meski saya tidak yakin, Indonesia memiliki power untuk memberikan solusi kedua belah pihak dalam diplomasi, tapi langkah-langkah itu tetap harus ditawarkan dan kita bisa menjadi tuan rumah negosiasi,” kata Imron Cotan.

Imron menilai, keberadaan PBB terutama Dewan Keamanan saat ini perlu dilakukan reformasi, karena kerap dijadikan upaya untuk menghambat solusi damai atas konflik di suatu negara atau digunakan sebagai alat negara tertentu melalui hak veto lima negara tetap DK PBB.

“Memang sudah tiba saatnya mereformasi PBB, karena pasti memihak. Jadi percuma kita membawa ini ke Dewan Keamanan PBB sebagai organ internasional tertinggi di bidang keamanan internasional. Paling kita bisa bicara di Sidang Majelis Umum PBB saja,” katanya.

Mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi meminta Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan politik bebas aktif, sebagai negara yang ditunjuk sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 dan pemimpin ASEAN.

“Sebagai pemimpin G20 ini, sejauh mana perannya, kira-kira anda enggak sih pengaruhnya pressing diplomasi dalam situasi seperti ini. Dan sebagai pemimpin ASEAN, sebagaimana di Eropa, pemimpin MEE 1 x24 bisa berkumpul di Brussel membicarakan hal itu. Apakah sebagai pemimpin ASEAN ini juga bisa membicarakan ini, menjadi suara ASEAN untuk menyelesaikan konflik Rusia Vs Ukraina,” kata Yudhi.

Indonesia, lanjutnya, perlu melakukan terobosan diplomasi yang efektif dan aktif. Yudhi mengaku sudah mendapatkan bocoran, bahwa pemerintah Indonesia sudah mendapat informasi bahwa Sekretariat Jenderal PBB pada Rabu (2/3/2022) untuk menjadi sponsor utama penyelesaian konflik Rusia-Ukraina di Majelis Umum PBB.

“Meski nanti di veto, tapi paling tidak sudah memberikan sikap yang bisa dilihat dunia. Kita harus aktif di percaturan politik dunia, Amerika membuat proposal, Rusia membuat propsoal dan Indonesia juga punya proposal sendiri. Itu juga sebuah terobosan, yang penting jangan pasif,” katanya.

Yudhi menambahkan, Indonesia bisa menjadi poros alternatif dengan memanfatkan perannya sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 yang akan digelar di Bali pada November 2022 mendatang.

“Kita harus menjadi poros alternatif, misalkan Rusia menginginkan pertemuan di Belarus, Ukraina minta di Israel dan Indonesia bisa menawarkan di Bali. Ini akan menjadi poros menarik,” katanya.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X